Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.
Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.
Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Amburadul
Melihat nama kontak yang muncul di layar, bibirnya langsung manyun, menggerutu pelan.
“Orang ini… pasti anak buahnya ngadu.”
Tatapannya otomatis melesat ke mobil hitam yang masih terparkir di ujung jalan, belum bergerak sejak ia turun tadi.
Dengan dengusan kesal, ia membuka pesan itu.
Sinting 💬
Kenapa gak mau diantar sampai depan rumah? Apa malu mobilku jelek? Nanti akan kuganti dengan yang lebih bagus.
Kevia mendelik pada layar. “Dasar gila… mobil mewah dibilang jelek.” Jarinya lincah membalas.
Kevia 💬
Apa kau gila?! Ini kampung! Kalau orang-orang lihat aku turun dari mobil begituan, bisa sebulan jadi bahan gosip!
Belum sempat ia menghela napas, notifikasi lain masuk.
Sinting 💬
Kalau begitu lain kali aku antar. Sekalian bertemu sama ayah dan ibu mertua.
Kevia terhuyung kaget, hampir nabrak tiang listrik. “Mertua dari mana?!” serunya spontan, bikin seorang ibu yang lewat sambil bawa bakul menoleh heran. Kevia buru-buru nyengir canggung, lalu melanjutkan langkah cepat.
Kevia 💬
Hei! Kapan aku nikah sama kamu?
Sinting 💬
Kemarin.
Kevia 💬
Mimpi!
Sinting 💬
Sayang, mimpi bisa jadi nyata… kalau diperjuangkan.
Kevia berhenti di tepi jalan, menghentak kakinya ke tanah. “Aaargh! Sinting!!!” Teriaknya pelan, tapi cukup keras membuat seorang bocah kecil yang sedang main layangan melongo ke arahnya.
Kevia 💬
Kau memang sinting!
Pesan baru masuk lagi.
Sinting 💬
Ah, kamu benar-benar tahu isi hatiku, Sayang.
Kevia mengetik dengan kesal.
Kevia 💬
Maksudmu apa?
Sinting 💬
Kau tahu artinya SINTING?”
Kevia mendengus. “Ya tahulah! Anak TK juga tahu!" gerutunya sambil mengetik cepat.
Kevia 💬
Gila! Gak waras! Stress!
Sinting 💬
Bukan. SINTING \= Shinitai hodo, Totally Into You, Girl.
Kevia terdiam sejenak dengan kening berkerut. "Shinitai hodo... Totally Into You, Girl," gumamnya lalu tiba-tiba Kevia berhenti. "Shinitai hodo... Totally Into You, Girl, artinya Aku mencintaimu sampai ingin mati. Aku sangat menyukaimu.”
Matanya melotot ke layar. Wajahnya panas, lalu ia menutup muka dengan kedua tangan.
“Apaan sih…” gumamnya malu, lalu mendengus lagi, “Dasar gombal busuk!”
Namun langkahnya justru makin kacau. Ia menendang kerikil kecil di jalan dengan kesal, kerikil itu malah memantul ke sandal seorang bapak yang sedang duduk santai.
“Eh, Nak, hati-hati… lagi marah sama siapa sih?” tanya si bapak heran.
Kevia langsung melambai kikuk. “Ah, nggak kok, Pak… ini, lagi marah sama… sama semut!”
Bapak itu geleng-geleng sambil tertawa kecil, sementara Kevia menunduk, wajahnya merah padam, lalu mempercepat langkah.
Di tangannya, layar ponsel kembali menyala, menampilkan satu pesan baru.
Sinting 💬
Tersenyumlah, Sayang. Kau makin cantik kalau marah.
Kevia mendengus. Tapi bibirnya, entah kenapa ikut berkhianat, melengkung tipis.
“Dasar sinting… tapi… aduh, manis banget sih,” gerutunya sambil menepuk-nepuk pipi sendiri.
Ting!
Notifikasi kembali masuk.
Sinting 💬
Habis kuliah aku jemput, ya.
Kevia langsung mengetik cepat.
Kevia 💬
Ogah!
Balasan datang dalam hitungan detik.
Sinting 💬
Kamu nggak mau tanggung jawab?
Kening Kevia berkerut.
Kevia 💬
Tanggung jawab apaan?!
Tak lama, sebuah pesan gambar muncul. Kevia refleks menjerit pelan, matanya nyaris meloncat dari kelopak. Foto dari dada bidang sampai leher itu jelas menunjukkan bercak-bercak merah menyala, dengan bekas gigitan di bahu.
“Ya Tuhan…” Kevia menutup mulutnya. Ia ingat betul semalam, bagaimana ia kehilangan kendali. Dan gigitan itu… jelas-jelas ulahnya!
Sinting 💬
Kau harus mengobatinya, bukan? Dengan… ciuman dan elusan.
Kevia mendengus kencang, kakinya refleks menghentak ke tanah. Sialnya, tepat di bawah sepatunya ada gelas plastik bekas minuman.
Praaak!
Suara pecahnya cukup keras, memantul di jalanan sepi.
“Ya ampun!” Kevia refleks meloncat kaget, sementara seekor ayam yang kebetulan melintas langsung terbang panik sambil berkotek heboh.
“Petok! Petok! Petok!”
Kevia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Duh, Via… bisa banget bikin onar di jalan.”
Ia mendengus kesal.
“Semua karena dia. Dasar mesum!!!,” teriaknya, wajahnya panas membara.
Tapi di balik itu, jantungnya berdebar tak karuan.
Matanya kembali melirik layar ponsel itu. Bibirnya tanpa sadar tergigit.
“Jadi… kayak gini bentuk tubuhnya?” bisiknya lirih.
Dadanya benar-benar bidang. Berotot. Garis-garisnya jelas, seolah terbentuk dari jam latihan yang tak kenal lelah. Kevia buru-buru menutupi wajahnya dengan tangan.
“Pas diraba… ya ampun, Viaaa… kenapa malah inget sensasinya?!” Ia hampir menjerit sendiri.
Rasanya… panas. Malu. Deg-degan. Dan lebih parahnya, seakan dirinya yang malah jadi mesum.
Kevia merutuk, mengacak rambutnya sendiri. “Aku udah gila! Dia yang sinting, tapi kenapa aku juga jadi ikut-ikutan?!”
Dengan kepala penuh bayangan absurd, ia melangkah pulang. Pikirannya benar-benar amburadul, antara ingin marah, ingin kabur, tapi diam-diam juga… kagum.
“Pagi, Via!” sapa Bu Susi, tetangganya, sambil menenteng sapu.
Kevia, masih dengan wajah merah dan pikiran berantakan, malah refleks menjawab, “Bidang banget, Bu!”
Bu Susi melongo. “Apanya yang bidang?”
Kevia langsung membeku di tempat, menutup mulutnya cepat-cepat. “A-apa?! Maksud saya… halaman luas, Bu. Bidang, gitu. Hehe…” tawanya kaku.
Begitu Bu Susi berlalu dengan tatapan aneh, Kevia menjambak rambutnya. “Aduh, Via! Bahkan tetangga aja kena getahnya. Aku bener-bener udah hilang akal!”
Kevia akhirnya tiba di rumah. Baru saja melangkah masuk ke halaman, suara berat ayahnya langsung menyambut.
“Sayang, sudah pulang? Gimana tugas kuliahnya?”
Kevia tersentak. Jantungnya berdetak panik. Ia bahkan tak sempat memikirkan bagaimana reaksi ayah dan ibunya karena sejak kemarin ia menghilang tanpa kabar. Dan sekarang… tugas kuliah?
Ia memaksa otaknya berpikir cepat. “Oh… sudah selesai, Yah,” jawabnya dengan senyum kaku yang coba ia buat terlihat alami.
Ardi mengangguk pelan, wajahnya lega. “Oh, syukurlah. Sudah makan belum?”
Kevia buru-buru mengangguk lagi. “Sudah, Yah.”
“Ya sudah, masuk sana. Masih ada jadwal kuliah lagi, 'kan?”
“Iya, Yah.”
Kevia menunduk cepat-cepat dan melangkah masuk. Begitu punggungnya tak lagi terjangkau pandangan sang ayah, ia menarik napas panjang, lega, tapi juga penuh tanya.
"Kenapa Ayah bilang aku sedang ngerjain tugas kuliah?"
Dengan tangan gemetar ia merogoh ponsel. Layar menyala, menampilkan riwayat chat yang membuatnya membelalak.
Ayah, Via harus ngerjain tugas kuliah di rumah teman. Besok tugasnya harus segera dikumpulkan. Gak apa-apa ya, kalau Via menginap di rumah teman?
Kevia mendengus keras. “Ini pasti kerjaan si… sinting,” gerutunya.
Namun dalam hati, ada rasa tak terduga yang justru membuat wajahnya panas.
"Dia bisa mikir sejauh ini? Detail banget?"
Ia menepuk-nepuk pipinya sendiri, berusaha mengusir rasa kagum yang diam-diam muncul.
“Akhh! Kenapa aku malah kagum sama dia?!”
Tapi kilasan semalam kembali menyeruak. Malam yang penuh gelora, penuh sentuhan. Tubuhnya meremang, seolah masih merasakan hangat kulit itu di jemarinya. Bagaimana tangannya menelusuri dada bidang, bagaimana lekuk wajahnya samar-samar teraba, rahang tegas, hidung mancung, alis tebal…
“Akkhhh! Kenapa aku malah mengagumi dia?! Aku sudah gila!”
Kevia memekik frustrasi, membenamkan wajah ke bantal sofa, menendang-nendang kakinya seperti anak kecil. Tapi semua itu tak cukup untuk menghentikan degup liar di dadanya.
***
Jam kuliah usai.
Langkah Kevia baru saja keluar dari gedung, tapi pergelangan tangannya langsung disambar Kevin. Ia terkejut, hampir tersandung, namun genggaman pemuda itu begitu kuat.
“Kevin! Lepasin—” protes Kevia, berusaha menarik tangannya.
Namun Kevin seolah tak peduli. “Ikut aku.”
Nada suaranya datar, tapi mengandung sesuatu yang mendesak.
Mereka berakhir duduk di salah satu meja kafe yang cukup sepi. Aroma kopi baru diseduh bercampur dengan ketegangan yang menggantung di udara.
“Kevia,” suara Kevin terdengar tegas, matanya tajam menatap. “Katakan padaku… siapa pria berpakaian hitam kemarin?”
Kevia tercekat. Sesaat ia hanya menatap gelas di depannya, jemarinya gelisah memutar sendok kecil.
“Memang kenapa kamu tanya soal itu?” suaranya pelan, terdengar defensif.
Kevin mencondongkan tubuh, hendak meraih tangannya. Kevia buru-buru menggeser tangan ke pangkuan. Tatapan kecewa terselip di wajah Kevin.
“Via, orang itu auranya… tidak biasa. Aku bisa merasakannya. Dekat dengan orang seperti itu… bisa berbahaya.”
Nada khawatir di balik suaranya jelas, meski wajahnya tetap kaku.
Kevia menggertakkan gigi, mencoba menahan senyum getir. “Dia memang kaku, iya. Tapi dia bukan orang jahat kok.”
Kevin terdiam. Lalu menarik napas panjang, seolah mencoba menelan segala kegelisahannya.
“Via…” kali ini suaranya lebih lirih. “Hanya beberapa bulan kita berpisah… tapi kau sudah banyak berubah.”
...🌸❤️🌸...
Next chapter...
“Mungkin uangku tak seberapa. Tapi itu halal. Dan aku… ikhlas kalau kamu mau pakai.”
Genggaman Kevia di pangkuannya semakin erat, sampai buku-buku jarinya memutih.
Halal?
Satu kata itu saja sudah cukup menghantamnya seperti cambuk.
To be continued
ayo semangat kejar cintamu sebelum ia diambil orang lain ntar nyesel Lo...
walaupun kamu belum tau wajahnya tapi kamu kan tau ketulusan cintanya itu benar2 nyata,
dia rela memberikan apapun yang ia miliki kalau kamu mau menikah dengannya,tunggu apalagi kevia...
selama kamu bersama ia terasa nyaman dan terlindungi itu sudah cukup.
semangat lanjut kak Nana sehat selalu 🤲
Takut kehilangan - salah kamu sendiri selalu bicara tidak mengenakkan Sinting. Sinting cinta sama kamu - sepertinya kamupun sudah ada rasa terhadap Sinting. Kamu masih bocah jadi belum bisa berfikir jernih - marah-marah mulu bawaanmu.
knapa kamu gk rela kehilangan pria misterius karena dia sebenarnya yoga orang yang selama ini kamu sukai
kalau cinta yang bilang aja cinta jangan kamu bohongi dirimu sendiri.
Menyuruh Kevia keluar dari Kafe dengan mengirimi foto intim Kevia bersamanya - bikin emosi saja nih orang 😁.
Akhirnya Kevia masuk ke mobil Sinting - terjadi pembicaraan yang bikin Kevia marah. Benar nih Kevia tidak mau menikah sama Sinting - ntar kecewa lho kalau sudah melihat wajahnya.
Kevia menolak menikah - disuruh keluar dari mobil.
Apa benar Sinting mulai hari ini tidak akan menghubungi atau menemui Kevia lagi. Bagaiman Kevia ??? Menyesal tidak ? Hatimu sakit ya...sepertinya kamu sudah ada rasa sama Sinting - nyatanya kamu tidak rela kehilangan dia kan ??
biarkan Yoga menjauhi Kevia dulu biar Kevia sadar bahwa Pria misterius itulah yang selalu melindunginya dan menginginkannya dengan sepenuh hati,,dengan tulus
klo sekarang jadi serba salah kan...
sabar aja dulu,Selami hati mu.ntar juga ayank mu balik lagi kok Via...
setelah itu jangan sering marah marah lagi ya,hati dan tubuh mu butuh dia.
sekarang udah bisa pesan...
hidup seperti roda,dulu dibawah, sekarang diatas...🥰🥰🥰🥰