Calista Blair kehilangan seluruh keluarganya saat hari ulang tahunnya ke-10. Setelah keluarganya pergi, ia bergabung dengan pembunuh bayaran. Tak berhenti di situ, Calista masih menyimpan dendam pada pembantai keluarganya, Alister Valdemar. Gadis itu bertekat untuk membunuh Alister dengan tangannya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya.
Suatu saat kesempatan datang padanya, ia diadopsi oleh Marquess Everhart untuk menggantikan putrinya yang sudah meninggal menikah dengan Duke Alister Valdemar, sekaligus sebagai mata-mata musuhnya itu. Dengan identitasnya yang baru sebagai Ravenna Sanchez, ia berhasil menikah dengan Alister sekaligus untuk membalas dendam pada pria yang sudah membantai keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fatayaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencurian
Matahari terlihat berada di puncak kepala, Ravenna turun dari kereta kuda yang membawanya dari istana kekaisaran. Pagi tadi, dia diundang oleh putri mahkota untuk minum teh bersama di taman istana.
“Nyonya, anda sudah kembali,” Chloe menghampiri Ravenna sebelum wanita itu masuk ke dalam kamarnya.
“Chloe ada apa? Kenapa kau terlihat gelisah begitu?” tanya Ravenna heran.
“Nyonya, se-sebenarnya. Lily…Lily,” Chloe terlihat ragu mengatakannya.
“Ada apa dengan Lily?” Ravenna mengeryitkan keningnya.
“Nyonya Mary menuduh Lily mencuri dan sekarang dia di penjara,” ungkapnya dengan raut ketakutan.
Ravenna terhenyak mendengar penuturan Chloe, wanita itu segera pergi ke penjara bawah tanah untuk melihat kondisi Lily. Sampai di penjara, mata Ravenna terbelalak melihat Lily tengah meringkuk ketakutan, tubuhnya penuh darah dan lebam, sepertinya ia baru saja di siksa.
“Lily, apa yang terjadi? Kenapa kau bisa seperti ini?” tanya Ravenna khawatir.
Lily mengalihkan pandang kearah Ravenna yang berdiri di depan jeruji. Melihat Ravenna datang menemuinya, Lily berjalan kearahnya, “nyonya, saya benar-benar tidak mencuri, saya tidak tahu kenapa permata itu bisa berada di lemari pakaian saya, tolong percaya pada saya nyonya,” ungkap Lily dengan raut sendu.
“Prajurit, prajurit” panggil Ravenna, tak lama kemudian kedua orang prajurit datang.
“Lepaskan dia, lepaskan Lily sekarang!” perintahnya pada kedua prajurit berseragam itu.
“Maaf nyonya, kami tidak bisa melakukannya,” timpal salah satu prajurit bertubuh tinggi.
“Kenapa tidak bisa, aku nyonya rumah di kediaman ini!” bentak Ravenna menatap tajam kedua prajurit itu.
“Maaf, tapi kami tetap tidak bisa melepaskan penjahat ini, bukti bahwa dia mencuri benda berharga di kediaman ada padanya,” ucapnya tegas.
Ravenna menghembuskan nafas gusar, ia kembali menatap Lily, “Lily, kau tenang saja, aku pasti akan melepaskan mu,” ujarnya kemudian melangkah pergi.
“Nyonya Mary, nyonya Mary!” teriak Ravenna di depan pintu kamar Mary. Wanita itu terus menggedor pintu kamar Mary dengan kasar.
Tidak lama kemudian wanita paruh baya itu keluar, menatap kesal kearah Ravenna yang berteriak sembarangan, “Kenapa kau berteriak teriak seperti itu, sama sekali tidak mencerminkan wanita bangsawan,” ucapnya jengkel.
“Bebaskan Lily sekarang juga!” perintahnya tegas.
“Kenapa aku harus melakukannya? Pelayan mu itu sudah mencuri benda berharga di kediaman ini, seharusnya kedua tangannya di potong,” ucapnya seraya menaikkan salah satu sudut bibirnya.
“Lily bukan orang yang suka mencuri, pasti ada orang yang memfitnahnya,” belanya tak terima Lily di tuduh sembarangan.
“Kalau dia tidak mencuri, bagaimana bisa permata itu ada di lemarinya?”
“Pasti ada orang yang menjebaknya, aku berjanji akan menyelidikinya, tapi aku mohon lepaskan Lily,” pintanya memohon.
“Melepaskannya? Tidak akan, di kediaman ini hanya Duke yang berhak memutuskannya, sekarang Alister tidak ada di tempat, jadi saran ku, lepaskan saja pelayan bodoh mu itu,” Mary kembali masuk ke kamarnya kemudian menutup pintunya dengan kasar.
Ravenna mengepalkan kedua telapak tangannya, sebenarnya siapa yang sudah menjebak Lily. Apa mungkin ini adalah rencana Mary sendiri untuk menyingkirkan orang yang berhubungan dengan Ravenna di kediaman ini. Mungkin, orang lain akan membiarkan pelayan pribadinya mendapat hukuman, namun berbeda dengan Ravenna, selama ini dikediaman Valdemar hanya Lily yang peduli padanya. Jika gadis itu di pecat, ia tidak punya siapapun di kediaman yang luas ini.
Wanita itu kemudian begegas pergi ke luar, ia mencari kereta kuda kemudian pergi ke salah satu hutan di ibu kota yang menjadi tempat berburu para bangsawan. Tidak ada pilihan lain, ia harus segera menemui Alister untuk menyelamatkan Lily.
Lima belas menit kemudian, akhirnya kereta kuda sampai. Ravenna turun dari kereta kudanya menuju perkemahan, terlihat tenda-tenda para bangsawan di dirikan di tanah hamparan yang ada di sekitar hutan. Terlihat beberapa orang berlalu lalang, namun Ravenna tidak menemukan Alister disana, sebenarnya dimana pria itu berada. Ia harus menemukan pria itu untuk menyelamatkan Lily.
Saat wanita itu berkeliling di sekitar perkemahan, ia tidak sengaja bertemu dengan Lukas, ajudan pribadi Alister. “Nyonya? Apa yang anda lakukan di sini?” tanya Lukas heran, melihat Ravenna datang ke perkemahan.
“Aku ingin bertemu dengan Alister, ada hal penting yang harus aku sampaikan,” ujar Ravenna terlihat gelisah.
“Tuan Duke baru saja kembali dari perburuan, sekarang dia sedang ada urusan dengan putra mahkota, saya akan menyampaikan kedatangan anda,” pria itu bergegas meuju sebuah tenda untuk menemui Alister yang tengah mengobrol dengan putra mahkota. Pria itu mendekat ke telinga pria itu untuk membisikkan sesuatu.
Alister menautkan kedua alisnya, ia kemudian menyampaikan pada Lukas untuk menyuruh Ravenna kembali pulang. Pria itu menurut dan kembali ke tempat Ravenna berada.
“Nyonya sebaiknya anda pulang, tuan Duke sangat sibuk sekarang, dia tidak bisa menemui anda,” ujar Lukas.
“Kalau begitu, katakan padanya kalau aku akan menunggunya,” ucap Ravenna.
Lukas kembali menemui Alister untuk menyampaikan pesan Ravenna, namun pria itu bersikeras tidak ingin menemui Ravenna dan menyuruh wanita itu untuk segera pulang.
“Tuan Duke tetap tidak ingin bertemu, tolong anda segera pulang nyonya. Kalau begitu saya permisi,” Lukas pergi begitu saja setelah menyampaikan pesan dari Alister.
Ravenna tidak menuruti perintah pria iu dan tetap berdiri di luar perkemahan. Butiran salju mulai turun, Ravenna bersedekap untuk menghangatkan tubuhnya, karena terburu-buru datang ke tempat ini, ia lupa membawa baju hangat.
Sudah hampir dua jam wanita itu menunggu, namun Alister belum juga terlihat. Hawa dingin semakin menusuk kulitnya, kedua tangannya kaku dan tubuhnya gemetar menahan dinginnya salju.
“Ravenna?” seseorang dari arah belakang memegang salah satu bahu Ravenna. Ravenna menoleh.
“Kakak?” ucapnya lemah, kulit wanita itu terlihat pucat, bibirnya membiru karena sudah terlalu lama berada di luar.
Vincent menautkan kedua alisnya, “Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau di luar dengan cuaca seperti ini?” tanya Vincent, heran.
“Aku, aku…” sebelum menyelesaikan kalimatnya, tubuh wanita itu kehilangan keseimbangan dan jatuh pingsan, namun Vincent dengan sigap meraih tubuh wanita itu sebelum jatuh ke tanah.
“Ravenna, Ravenna,” Vincent mengguncang-guncang tubuh wanita itu dengan panik. Tanpa menunggu lama, Vincent menggendong tubuh Ravenna pergi.
Dari kejauhan, seseorang menatap keduanya dengan sorot tajam. Alister yang tengah berjalan menuju tendanya bersama Lukas seketika berhenti saat melihat Vincent menggendong Ravenna yang terlihat tidak sadarkan diri.
“Apa yang dia lakukan di sini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk memintanya pulang,” Alister menatap kearah Lukas di sampingnya.
“Saya sudah menyuruh nyonya untuk pulang, saya kira dia sudah pulang, tapi saya tidak menyangka kalau dia akan menunggu anda,” ucap Lukas merasa bersalah.