Marya terpaksa harus menjadi istri di atas ranjang bos dari perusahaan tempatnya bekerja. Demi bisa mendapatkan pinjaman untuk membayar hutang Ayahnya di perjudian, yang telah menggadaikan rumah mereka.
Kanzo memperlakukannya dengan baik, sehingga Marya jatuh cinta. Namun Marya harus membuang jauh jauh perasaan itu, mengingat Kanzo memiliki istri lain yang dia cintai.
Apakah Kanzo juga jatuh cinta pada Marya. Mengingat Kanzo memiliki istri lain yang lebih pantas dari Marya. Dan apa alasan Kanzo menikahi Marya?.
"Ingat Marya! kamu tidak boleh jatuh cinta. Kamu hanya istrinya di atas ranjang. Dia tidak mencintaimu" Marya.
Bagaimana kisahnya, yuk ikuti ceritanya. Di jamin baper tingkat tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah
Kanzo yang baru turun dari dalam mobilnya, langsung melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan. Sedangkan Marya dan Widuri yang melihatnya langsung berdiri dari tempat duduk mereka menyambut bos perusahaan itu dengan segala hormat.
"Selamat pagi Pak!" sapa Marya dan Widuri bersamaan. Kanzo hanya membalasnya dengan senyum, tanpa menghentikan langkahnya.
Marya dan Widuri pun kembali duduk setelah bos besar itu berlalu. Baru juga ****** Marya menempel di kursi, handponnya sudah berbunyi dari dalam laci mejanya.
Marya langsung mengeluarkan HPnya, dan menerima panggilan telepon itu.
"Tiga belas hari lagi" ucap seorang pria yang berada di dalam telepon.
Marya menarik napas dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Marya pun mematikan sambungan telepon itu sepihak, lantas berdiri dari tempat duduknya, melangkah masuk ke dalam lif. Ingin menyampari Kanzo ke dalam ruangannya.
Keluar dari dalam lif, Marya melangkah cepat ke ruangan nomor satu perusahaan itu. Membuka pintunya setelah terlebih dahulu mengetuknya.
"Ada apa kau kemari, apa kamu sudah menyerah?" tanya Kanzo mencibir.
"Aku akan membayarnya dengan cara menyicil" ujar Marya.
"Aku pikir, kamu tidak akan bisa melunasi uang sebanyak itu seumur hidup kamu dengan mencicilnya pakai gaji. Bagaimana kalau aku memecatmu sekarang?" tanya Kanzo mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya lalu memandang wajah Marya yang terdiam dengan mata berkaca kaca, tersenyum kemenangan.
"Bagus kamu menyerah saja, tidak perlu pusing memikirkan uang" ucap Kanzo lagi.
"Aku mohon Pak!" pinta Marya mengiba. Ia tidak mau menikah dengan Kanzo, apa lagi hanya di jadikan alat untuk pemuas nafs* saja.
"Sepertinya kasus ini terpaksa saya bawa ke jalur hukum. Karna saya mengalami kerugian milliaran, bukan jutaan."
"Bapak keterlaluan" lirih Marya menangis.
Awalnya niat hati ingin meminta tolong, mengharapkan bantuan dari perusahaan itu. Bukannya membantu, malah Marya terjerat dengan hutang yang berkali kali lipat.
"Terserah kamu" Kanzo mengalihkan pandangannya dari wajah Marya.
Marya pun pergi meninggalkan ruangan itu tanpa berpamitan menangis dan putus asa.
"Marya" tegur Widuri melihat Marya sudah kembali.
"Aku gak mau menjadi istrinya Wid" lirih Marya menghapus air matanya.
Widuri hanya bisa menatap kasihan sahabatnya itu. Ingin rasanya Widuri melaprak bos mereka itu ke ruangannya, namun Widuri tidak berani, bisa bisa nanti dia kehilangan pekerjaan.
"Sabar ya" ucap Widuri mengusap bahu Marya.
**
Hampir jam sebelas malam, Marya baru sampai di rumah. Marya langsung mendatangi kamar Ibunya.
"Sudah pulang Nak?" tanya Ibu Hayati melihat Marya masuk ke kamarnya.
Marya mengulas senyumnya dan duduk di samping Ibunya yang masih menonton tv sembari menunggunya pulang.
"Pasti kamu lelah" Ibu Hayati mengulurkan tangannya memijat pundak Marya.
"Sedikit" jawab Marya masih mepertahankan senyumnya. Enak sekali pijatan Ibunya, membuat Marya semakin mengantuk.
Perlahan lahan Marya pun membaringkan tubuhnya di samping Ibu Hayati. Supaya mijatnya tambah lama. Dan benar saja, Marya langsung ketiduran.
Bekerja dari pagi hingga larut malam membuat tubuhnya sangat lelah. Marya sebenarnya tidak sanggup, tapi ia harus tetap menjalaninya.
Melihat Marya ketiduran di sampingnya, Ibu Hayati menghentikan pijatannya, lalu mengusap kepala putrinya itu dengan linangan air mata, kasihan melihat putrinya itu yang terpaksa harus menanggung beban berat.
**
Tlink!
Bunyi pesan masuk itu berhasil mengalihkan pandangan Marya ke atas meja di samping kasurnya. Marya menghentikan gerakan tangannya yang sibuk menyisir rambutnya, lalu meraih benda pipih itu membaca pesan masuk barusan.
Lima hari lagi
Begitu isi pesan yang di kirim si buaya darat ke hapenya. Marya menghembuskan napasnya kasar. Jangka waktu sebulan yang di berikan Kanzo tinggal lima hari lagi. Namun uang sebanyak milliaran itu belum juga menampakkan wujud aslinya.
Marya pun menghubungi no sibuaya darat itu.
"Pak, aku mohon, biarkan aku mencicil ganti ruginya sama Bapak" mohom Marya langsung setelah Kanzo menerima panggilan teleponnya.
"Temui aku di ruanganku kalau kamu bersedia menikah denganku."
Tlut !
Sambungan telepon itu langsung terputus, siapa lagi pelakunya kalau bukan si buaya darat.
'Ya Tuhan! apa aku benar benar harus menjadi istrinya?' batin Marya menghela napas kasar.
Usai bersiap siap, Marya langsung berangkat bekerja. Sampai di perusahaan, Marya langsung mendudukkan tubuhnya di kursi yang biasa ia duduki.
Namun Marya harus langsung berdiri melihat Kanzo masuk ke ruang lobi perusahaan.
"Selamat pagi Pak!" sapa Marya menunduk.
Kanzo hanya mengulas senyumnya seperti biasa. Tanpa mengetok meja kerja Marya lagi, karna di ruangan itu banyak karyawan lain yang lewat.
"Marya, kamu udah sampai?." Widuri datang dan langsung duduk di sampingnya.
"Baru juga" jawab Marya.
Melihat jam sudah masuk jam kerja, Mereka pun memulai pekerjaan mereka.
'Lima hari lagi. Dari mana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?' Marya membatin dengan pandangan lurus ke depan. kelopak matanya tak berkedip sama sekali.
'Apa aku terima aja tawarannya?' Marya menarik napasnya dalam dan mengeluarkannya perlahan.' Ya Tuhan!' batin Marya lagi.
Kepalanya pusing, Marya tidak bisa membayangkan hancurnya masa depannya di tangan pria itu. Kanzo pasti akan mencampakkannya setelah pria itu bosan memakainya. Setelah itu Marya akan menjadi janda tanpa status yang jelas. Dan apa nanti kata Ibunya, jika Ibunya mengetahui kalau ia menjadi orang ke tiga?.
**
Empat hari lagi
Pria itu benar benar menggemaskan, Marya tidak menyangka di balik wajahnya yang tampan, baik dan penuh wibawa semenyebalkan itu.
Setiap pagi, Kanzo selalu mengirim pesan untuknya, hanya untuk mengingatkan sisa waktu yang di berikannya.
Aku ingat
Marya membalas pesan si buanya darat dengan rahang mengeras.
**
Kanzo yang hendak melajukan mobilnya dari pekarangan rumahnya, mengulas senyum. Empat hari lagi, Kanzo yakin Marya akan datang menyerahkan diri kepadanya. Kanzo pun melajukan kenderaannya dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya, setelah membaca balasan pesan dari Marya.
Sampai di perusahaan, Kanzo memarkirkan mobilnya di tempat biasa ia memarkirkannya. Segera turun masuk ke dalam gedung. Di meja resepsionis, sudah ada Widuri.
"Pagi Pak!" sapa Widuri.
Kanzo membalas dengan senyuman. Tapi Marya mana?, kenapa belum sampai?, padahal jam kerja sudah hampir masuk.
Setelah Pak Kanzo masuk ke dalam lif, Marya baru sampai. Marya mendudukkan tubuhnya di samping Widuri.
"Marya, kamu sakit?. Wajah mu terlihat pucat." Widuri menenpelkan punggung tangannya di kening Marya." Ya ampun, badanmu dingin."
Bagaimana sahabatnya itu tidak sakit. Marya bekerja dari pagi, nyambung sampai larut malam, sudah seperti robot yang tidak mengenal lelah. Belum lagi Marya hampir setiap malam tidak bisa tidur, memikirkan uang untuk mengganti rugi kerusakan mobil bos perusahaan itu. Di tambah lagi Marya harus memikirkan kemana ia membawa keluarganya, jika orang dari perjudian itu datang mengusir mereka.
"Wid, aku ke ruangan Pak Kanzo dulu" pamit Marya sembari berdiri dari kursinya, melangkah ke arah lif.
Sampai di depan ruangan Kanzo, Marya mengetuk pintu di depannya, menarik napasnya dalam dan mengeluarkannya perlahan.
"Masuk!"
Mendengar sahutan Kanzo dari dalam, baru Marya mendorong pintu itu sembari melangkah masuk. Kanzo memperhatikannya dengan wajah tersenyum.
"Bagaimana? apa kau sudah menyerah?" tanya Kanzo, memutar mutar pena di tangannya tanpa melepas netranya dari wajah Marya.
"Sudah"
*Bersambung
part widuri dan haris..
saya gk mao tau author hsr tanggung jawab