Kisah seorang gadis yang baru saja lulus SMA, namanya Dinda Kirana. Dari kecil ia di besarkan oleh sang nenek, karena orangtuanya meninggal yang disebabkan oleh kecelakaan. Selain nenek, ia juga memiliki kakak angkat yang bernama Anton.
Mereka tinggal bertiga, karena orangtuanya Anton juga meninggal karena kecelakaan bersama orangtuanya Dinda. Karena sudah 10 tahun lebih mereka tinggal bersama, Anton dan Dinda sudah seperti saudara kandung.
Tetapi, tiba-tiba sang nenek menjodohkan mereka. Awalnya mereka menentang perjodohan itu, tetapi karena sang nenek jatuh sakit. Akhirnya pernikahan mereka pun terlaksana.
Seperti apa kelanjutan ceritanya? Ikuti terus update setiap dan dukung Author dengan menekan hati yang berwarna biru. Biar gak ketinggalan keseruan mereka!
Terima Kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arry Hastanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada apa dengan Anton?
Suara Adzan berkumandang, Anton terbangun dari tidurnya. Sedangkan Dinda masih tidur pulas dengan posisi meringkuk. Anton berjalan masuk ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Tampak lingkaran hitam di bagian bawah kantong matanya. Itu tandanya ia kurang tidur.
Memang semalaman Anton tidak bisa tidur, mungkin hanya dua jam ia memejamkan matanya. Itu semua di sebabkan oleh Dinda, pertama dia menonton TV dengan kegaduhan-kegaduhan. Kedua, dia banyak gerak ketika sedang tidur. Bahkan kakinya sempat menendang kepala Anton. Hal itu membuat Anton tidak bisa tidur.
Setelah selesai menggosok gigi dan cuci muka, Anton langsung mengambil sarung dan pecinya. Sebelum ia berangkat ke Masjid, ia terlebih dahulu membangunkan Dinda.
"Din, cepetan bangun! Sudah Adzan subuh!" Kata Anton membangunkan Dinda.
"Iya, aku bangun." Sahut Dinda dengan mata beratnya.
Memastikan Dinda bangun, Anton baru pergi ke Masjid untuk Sholat berjamaah. Lalu Dinda pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci mukanya. Kemudian ia melaksanakan Sholat Subuh di kamarnya sendiri. Karena peralatan Sholatnya ada di kamarnya.
Setelah Sholat Subuh selesai, Dinda turun ke bawah. Di lihatnya sang nenek yang sedang duduk di kursi roda sambil meminum kopi dan membaca koran. Ia pun segera menyapa sang nenek. Sedangkan para asisten sedang sibuk di dapur membuat sarapan.
"Selamat pagi Nek!" Sapa Dinda menghampiri sang nenek.
"Pagi! Anton belum pulang dari Masjid?" Sahut sang nenek bertanya.
"Belum nek!" Jawab Dinda sembari duduk di sofa.
Lalu sang nenek menyuruh Dinda untuk menyiapkan baju kerja Anton dan juga sarapan untuknya. Dengan malas Dinda berdiri dari duduknya, di saat yang bersamaan, Anton pulang dari Masjid. Anton menyapa sang nenek dan langsung pergi naik ke atas mengikuti Dinda.
"Kamu mau ngapain?" Tanya Anton sambil membuka sarungnya.
"Di suruh nenek nyiapin baju kerja untuk kakak! Sebenarnya aku males, tapi mau gimana lagi." Jawab Dinda sambil memilih-milih kemeja di lemari.
"Kalau gak ikhlas gak usah! Kakak bisa ambil sendiri." Sahut Anton yang mulai merasa kantuk.
Karena memang Dinda gak tahu apa yang akan di pakai Anton, ia pun pergi turun untuk menyiapkan sarapan sesuai perintah sang nenek. Sedangkan Anton merebahkan badannya di atas ranjang.
Sebenarnya Dinda tidak memasak, hanya saja dia yang menaruh masakan di meja makan. Ketika semua makanan sudah siap, Dinda menyuruh sang nenek untuk segera sarapan. Tetapi Anton tak kunjung turun dari kamarnya.
"Kakak! Cepetan turun, sarapan sudah siap!" Teriak Dinda dari lantai bawah.
"Hush! Kamu naik ke atas, suruh suami mu sarapan! Jangan teriak-teriak seperti itu, gak sopan!" Tegur sang nenek karena Dinda teriak-teriak.
Dinda pun merasa kesal karena Anton tak kunjung turun. Padahal biasanya gak perlu di panggil juga sudah turun sendiri. Dinda kira pagi itu Anton mempermainkannya, sengaja tidak turun agar Dinda di suruh sang nenek untuk memanggilnya.
Tetapi, ketika Dinda masuk ke kamar. Dia melihat Anton malah tertidur pulas di atas ranjang. Dinda pun menggeleng-geleng kan kepala, karena heran dengan sang kakak yang tak biasanya seperti itu.
"Kak Anton!" Teriak Dinda di dekat telinga Anton.
Dengan reflek Anton mendorong Dinda hingga ia terjatuh di lantai. Dengan rasa kesal, Dinda Bangun dari lantai dan mulai memukul-mukul badan Anton dengan tangan kosongnya.
Anton yang mendapat pukulan pun dengan sigap menangkap tangan Dinda agar ia berhenti memukulinya. Tetap saja Dinda bergerak dan berteriak memprotes sang kakak karena sudah mendorongnya.
"Maaf-maaf kakak gak sengaja! Siapa suruh teriak-teriak di telinga orang. Lagi enak-enak tidur juga!" Kata Anton meminta maaf.
Dinda masih tidak terima atas dorongan dari sang kakak. Ia dengan sekuat tenaga melepaskan tangannya dari cengkraman Anton. Tetapi bukannya lepas, Dinda malah terjatuh di atas tubuh Anton yang saat itu masih tiduran di ranjang.
Masih tidak bisa diam, akhirnya Anton membalikan badannya dengan posisi menindih tubuh Dinda dan tangannya masih mencengkram tangan Dinda. Karena Anton tahu, kalau Dinda belum bisa membalas, dia tidak akan diam.
"Lepasin!" Protes Dinda.
"Janji, gak pukul-pukul lagi nih!" Kata Anton.
Menganggukkan kepalanya, pertanda kalau Dinda menyetujui untuk tidak memukul sang kakak. Tetapi ketika Anton melepaskan cengkeramannya, Dinda mulai beraksi mengunci tubuh Anton dengan melingkarkan tangannya di leher dan melingkarkan kakinya di pinggang Anton.
Dengan posisi Anton di atas tubuh Dinda, Anton pun tidak bisa bergerak. Ia tercekik hampir tak bisa bernafas, tapi kekuatan Dinda tak seberapa bagi Anton. Ia pun dengan mudah melepaskan diri dari cengkraman Dinda.
"Ini loh sudah siang, kakak gak berangkat kerja?" Kata Dinda yang menerima kekalahannya.
"Hari ini aku gak berangkat kerja!" Sahut Anton merapikan bajunya.
"Katanya ada meeting!" Dinda mengingatkan.
"Aku sudah bilang ke asistenku untuk membatalkan meeting." Kata Anton.
Kemudian mereka berdua turun ke lantai bawah untuk menyantap sarapan. Anton memberitahu nenek bahwa hari ini dia tidak berangkat kerja. Sang nenek mulai berbicara panjang lebar menasehati mereka berdua. Agar Dinda menjadi istri yang baik dan Anton menjadi suami yang baik pula.
Sang nenek juga menyuruh mereka untuk segera memberinya buyut. Tentu saja Dinda terkejut dengan ucapan sang nenek. Ia melirik ke arah Anton, karena Dinda tidak paham dengan apa yang di katakan sang nenek.
"Baik Nek, kita akan berusaha semampu kita." Ujar Anton yang berusaha untuk tidak mengecewakan neneknya.
"Dinda ikut kerja suami mu saja, biar kalian lebih dekat." Suruh sang nenek.
"Iya Nek!" Sahut Dinda menyetujui sang nenek.
Mereka berdua seperti orang tak berdaya jika sedang berhadapan dengan sang nenek. Dinda yang memiliki karakter tidak penurut, tetapi jika sang nenek sudah mengatakan sesuatu, dia hanya bisa diam dan menurut. Walaupun sesekali dia gak nurut, tapi tak lama kemudian dia akan menurut.
Kalau Anton, dia benar-benar nurut sama sang nenek, hingga umurnya yang ke 29 tahun, Anton belum pernah membantah sekalipun kepada sang nenek. Karena selama ini sang nenek sangat menyayanginya dan memperlakukan dirinya seperti cucunya sendiri.
Seperti biasanya, setelah selesai sarapan sang nenek berjemur. Dinda dan Anton naik ke atas, karena Dinda tidak punya aktivitas, sedangkan Anton ingin melanjutkan tidurnya.
"Kak, baju ini bagus gak?" Tanya Dinda yang membawa beberapa baju ke kamar Anton.
"Bagus, tapi gak cocok untuk kamu!" Jawab Anton sambil memainkan ponselnya.
Dengan cemberut, Dinda memilih-milih bajunya yang ia suka. Siang hari dia berencana untuk pergi dengan Rizal, makanya dia meminta pendapat dari sang kakak, tetapi bukannya mendapat rekomendasi, Dinda malah dapat ejekan dari sang kakak.
Betapa polosnya Dinda, ia berjalan mendekat ke arah sang kakak. Dia meminta bantuan kepada Anton untuk menaikkan resleting yang berada di belakang. Sehingga Anton bisa melihat tubuh Dinna bagian belakang tanpa mengenakan dalaman.
"Kak, tolong naikin resletingnya dunk!" Kata Dinda meminta bantuan pada sang kakak.
"Eh..."
Anton segera menaruh ponselnya di atas nakas, dengan rasa gugup ia mulai menaikkan resleting. Mungkin sangking gugupnya, ia merasa kesulitan untuk menaikkan resleting tersebut.
Bukan kali pertama Anton melihat tubuh Dinda tanpa busana, bahkan ia pernah melihat Dinda sedang mandi tanpa sehelai benang di badannya. Tapi kala itu ia tidak merasa gugup atau memiliki perasaan aneh.
"Ih... naikin resleting aja gak bisa!" Protes Dinda kesal.
"Baju kaya gini di beli! Pakai yang lain saja lah!" Sahut Anton sambil mendorong tubuh Dinda menjauh darinya.
Dinda pun langsung memilih baju yang sederhana, kaos warna putih dan di padu dengan celana jeans.
Bersambung..
sukses
semangat
mksh