NovelToon NovelToon
Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: khalisa_18

Kalea dan Byantara tumbuh bersama di sebuah asrama militer Aceh, bak kakak dan adik yang tidak terpisahkan. Namun di balik kedekatan itu, tersimpan rahasia yang mengubah segalanya. Mereka bukan saudara kandung.

Saat cinta mulai tumbuh, kenyataan pahit memisahkan mereka. Kalea berjuang menjadi perwira muda yang tangguh, sementara Byantara harus menahan luka dan tugas berat di ujung timur negeri.

Ketika Kalea terpilih jadi anggota pasukan Garuda dan di kirim ke Lebanon, perjuangan dan harapan bersatu dalam langkahnya. Tapi takdir berkata lain.

Sebuah kisah tentang cinta, pengorbanan, keberanian, dalam loreng militer.
Apakah cinta mereka akan bertahan di tengah medan perang dan perpisahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khalisa_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menempa baja di bawah bayangan trambesi

Sejak sore di bawah pohon trambesi yang menjatuhkan kelopak bunga bagai air mata sunyi, hati Byantara Aswangga tak pernah lagi menemukan ketenangan. Kata-kata Kalea berputar-putar dalam benaknya, mengukir janji dan misteri di setiap sudut pikirannya, "Aku mencintai Ibu Pertiwi, dan juga seorang prajurit tangguh negara ini."

Siapa prajurit itu?

Pertanyaan itu menjelma menjadi hantu yang menghuni setiap jam sunyi. Malam demi malam, kepalanya dipenuhi postulat dan kemungkinan, perwira muda yang sering bertandang ke asrama, bintara senior yang akrab dengan keluarga, atau tamtama yang beberapa kali mengantar logistik. Byantara tak menemukan jawabannya. Namun, satu hal yang pasti, hatinya terasa sesak, seolah diremas oleh genggaman baja yang tak terlihat, setiap kali ia memikirkannya. Ada cemburu yang menusuk, cemburu yang ia anggap dosa besar karena ia masih mengira dirinya adalah seorang 'abang.'

Kalea sendiri, bagai pedang yang haus akan tempaan, semakin menenggelamkan dirinya dalam latihan. Ia memutuskan bahwa tubuhnya adalah satu-satunya pelarian, harus menjadi besi yang ditempa tanpa henti agar perasaannya menjadi tumpul.

Pagi buta, ia sudah bangun sebelum azan Subuh menggema membangunkan seluruh asrama. Kakinya sudah berlari membelah dinginnya fajar di lapangan asrama.

Setibanya di rumah, sit-up dan push-up di teras adalah ritual wajib, seolah ia harus membayar setiap detak jantung yang berdebar untuk Byantara dengan keringat. Siang, selepas seragam putih abu abu dilepas, ia langsung menuju dojo karate, membiarkan sakitnya pukulan menghapus sakitnya perasaan.

Malam, ia masih menyisihkan waktu membaca buku taktik militer sang ayah, menghafal semua pasal Kode Etik Prajurit, mencari perlindungan pada aturan yang tegak lurus.

Sang Ibu sering mengingatkan, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang setebal kabut pagi.

"Lea, Nak... jangan terlalu memaksa diri. Kamu masih muda. Kalau kamu sakit, siapa yang rugi?"

Kalea hanya tersenyum tipis. "Ma, kalau aku tidak kuat sekarang, bagaimana aku bisa kuat nanti? Seorang prajurit harus kuat sebelum disuruh kuat."

Ibu terdiam. Ia tahu jawaban itu bukan sekadar tentang kekuatan fisik. Ada tekad membara yang sedang Kalea kejar, tekad yang jauh lebih besar daripada sekadar medali atau prestasi. Itu adalah perisai melawan hatinya sendiri.

Suatu malam yang sunyi, ibu mendapati Kalea duduk di teras belakang. Hanya cahaya bulan yang melukis bayangan di sampingnya. Dari kamar Byantara, samar-samar terdengar suara gitar yang ia mainkan, melantunkan melodi semanis racun.

"Kenapa tidak tidur, Nak?" tanya ibu, duduk di sisi Kalea.

"Tidak mengantuk, ma," jawabnya singkat.

Ibu menatap wajah anak gadisnya lama, sorot matanya tajam namun hangat. "Sejak Bang Byan bawa pacarnya ke rumah, kamu berubah. Wajahmu menyimpan awan mendung."

Kalea terkejut. Ia tertawa kecil, berusaha menutupi kebenaran yang baru saja ditembakkan langsung ke jantungnya. "Hehe... masa sih, ma? Lea baik-baik saja kok. Mungkin cuma lagi fokus UN."

"Tidak, Nak," Ibu menyentuh tangannya lembut, sentuhan yang terasa menghancurkan pertahanannya. "Mama ini perempuan juga. Mama tahu mata yang sedang menyimpan badai. Kamu terlihat berusaha kuat, tapi hatimu sedang berdarah."

Kalea menunduk, menggigit bibirnya hingga terasa amis. Air matanya sudah di ujung tanduk, siap menjatuhkan harga diri yang telah ia bangun setengah mati. "Aku tidak boleh lemah, ma. Aku harus kuat. Demi martabat dan mimpi aku sendiri. Aku harus kuat seperti prajurit sejati."

"Mimpi masuk Akmil itu?"

Kalea mengangguk, mengiyakan mimpinya yang kini menjadi mandat suci.

Ibu menarik napas panjang. "Kalau memang itu jalanmu, mama dukung. Tapi, nak... jangan pernah berlari dari hatimu sendiri. Luka yang dipendam terlalu lama bisa meledak lebih berbahaya daripada granat."

Kalea terdiam. Ia ingin berteriak, memeluk ibunya dan mengakui semua hal yang tak pernah bisa ia ucapkan. Tentang cintanya pada Byantara. Tentang patah hati yang tak bisa ia bagi. Tapi lidahnya kelu, terikat janji pada diri sendiri.

Akhirnya ia hanya berkata lirih, suaranya bagai bisikan angin, "Ma doakan Lea kuat ya, ma. Kuat memegang dan menjaga Kehormatan keluarga kita."

Ibu mengangguk, mengusap rambutnya. "Selalu. Kamu adalah salah satu perisai terbaik yang kami miliki."

Di barak, Byantara duduk termenung bersama sahabatnya, Abdi.

"Bro, kamu kayak patung yang kehilangan arah. Ada apa?" tanya Abdi santai.

Byantara menghela napas, napas yang terasa seberat ransel tempur. "Adik ku... Kalea. Dia berubah banget. Dulu dia cerewet, manja, suka bikin ribut. Sekarang... dingin. Jauh. Latihan gila-gilaan kayak mau menyerbu markas musuh."

Abdi tertawa kecil. "Mungkin karena dia udah remaja, Bro. Wajar lah. Atau jangan-jangan jatuh cinta?"

Kalimat sederhana itu membuat Byantara tercekat, seolah dicekik tali komando. Ia teringat lagi ucapan Kalea di bawah trambesi. "Aku mencintai seorang prajurit tangguh negara ini."

"Menurutmu dia suka sama siapa?" tanya Byantara, nadanya sedikit tegang.

Abdi mengangkat bahu. "Mana ku tahu. Banyak perwira ganteng di sekitar lo kan? Di seantero kesatuan ini."

Byantara menunduk. Dadanya seperti dihantam peluru yang terbuat dari kecurigaan. Ia ingin menanyakan lebih jauh, tapi lidahnya kelu. Bagaimana kalau ternyata jawabannya adalah sesuatu yang melanggar Kode Etik Moral yang selama ini ia pegang teguh?

Beberapa minggu kemudian, sore itu Kalea kembali duduk sendirian di bawah pohon trambesi, bunga-bunga merah mudanya seolah menyaksikan rahasia mereka. Peluh masih menetes di wajahnya setelah latihan lari yang seolah tak mengenal batas waktu.

Byantara menghampiri. Ia duduk di sampingnya, keheningan di antara mereka lebih memekakkan telinga daripada teriakan komando. "Lea, istirahatlah sebentar. Kamu nggak perlu membunuh dirimu sendiri untuk sebuah cita-cita."

Kalea tersenyum lelah. "Aku masih kuat, Bang. Seorang prajurit tidak mengenal kata cukupkan?"

"Aku perhatiin... kamu benar-benar serius mengejar Akmil ya?"

Kalea mengangguk. "Itu satu-satunya jalan yang kulihat, Bang."

"Kenapa harus begitu keras? Kamu menjauhi kami semua."

Kalea menatap langit, matanya berbinar tapi menyimpan luka yang dalam. "Karena aku ingin melindungi. Bukan hanya Ibu Pertiwi... tapi juga orang-orang yang aku cintai. Melindungi mereka dari kelemahan aku."

Byantara menatapnya lekat, matanya mencari kebenaran hingga ke dasar jiwa. "Prajurit itu... siapa, Lea?"

Kalea menunduk, menggenggam jemarinya sendiri. Bibirnya bergetar, tapi sumpahnya lebih kuat dari getaran itu.

"Seseorang... yang membuatku mengerti arti sebuah kehormatan dan seharusnya tidak pernah kucintai."

Byantara terdiam, otaknya bekerja secepat server pusat komando, mencoba mencari sosok yang dimaksud. Nama-nama perwira berkelebatan, tapi tidak pernah sekali pun ia menaruh kemungkinan bahwa dirinya lah jawaban yang terkutuk itu.

Kalea berdiri, membersihkan keringat di dahinya, lalu berkata pelan. "Aku pulang dulu, Bang. Latihan besok masih panjang. Kehormatan di atas segalanya."

Ia berjalan pergi, meninggalkan Byantara sendirian di bawah trambesi. Bunga-bunga merah muda jatuh menutupi bahunya, seakan mengecup bahu seorang prajurit yang sedang dibebani rahasia terbesar. Kalea memilih jalan terjal, menukar cintanya dengan lencana, demi menjaga Kode Etik tak tertulis di antara mereka.

1
atik
lanjut thor... semangat 💪
Khalisa_18: Makasih KK, di tunggu update selanjutnya ya
total 1 replies
atik
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!