Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Wibisono duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Kehangatan Di Toko Roti
Aroma roti manis yang baru keluar dari oven memenuhi seluruh ruangan, di sudut dapur yang luas namun terasa hangat itu..
mesin mixer besar berputar tanpa henti, sementara loyang-loyang yang sudah diisi adonan ditata rapi di rak...
Toko roti milik Raisa yang dulunya sederhana kini tak pernah sepi dari pengunjung, bahkan pada hari-hari biasa pun pembeli datang silih berganti, entah pelanggan lama yang sudah mengenal rasa khas roti buatan Raisa, atau pelanggan baru yang tertarik karena rekomendasi dari mulut ke mulut..
Kesuksesan itu membuat Raisa bangga, tetapi di saat bersamaan, ada rasa tidak enak yang tumbuh di hatinya. Ia melihat betapa karyawan-karyawannya bekerja keras tanpa banyak mengeluh..
Mereka datang pagi, pulang malam, dan dalam beberapa minggu terakhir mereka hampir setiap hari lembur untuk menyelesaikan pesanan yang menumpuk..
Raisa menghela napas pelan sambil mengusap kedua tangannya yang sedikit bertepung...
Ia menatap para karyawannya satu per satu, Jessica, Seno, Naila, dan beberapa yang lain, mereka terlihat lelah, tapi tetap tersenyum..
Raisa menepuk kedua tangannya, memberi tanda agar semua memperhatikan..
“Teman-teman... Maaf ya... hari ini kalian lembur lagi karena ada banyak pesanan, tapi nanti ada bonus tambahan untuk kalian.” ucap Raisa pelan namun jelas
Para karyawan saling menatap sebentar, lalu Jessica yang terkenal paling cerewet, dan termasuk orang yang paling lama bekerja dengan Raisa langsung mengangkat tangan..
“Gak apa-apa kok, Bu Raisa! Namanya kami bekerja ya harus siap lembur, ia kan, teman-teman?” katanya sambil tertawa dan yang lain serempak mengangguk.
"Betul, Bu... Lagi pula lembur di sini menyenangkan, setidaknya kita lembur sambil makan roti gratis.” sambung Jesika lagi, semua tertawa, termasuk Raisa.
Namun setelah tawa mereda, Seno maju selangkah, ia jarang berbicara banyak, tetapi suaranya penuh ketulusan.
"Selama ini Bu Raisa sudah baik kepada kami semua, Ibu selalu memperhatikan kenyamanan dan kesejahteraan kami, justru kami yang harus berterima kasih.” ucap Seno dengan tulus
Naila ikut menimpali dengan suara lembutnya...
“Ya, Bu Raisa. Seharusnya kami yang mengucapkan terima kasih karena Ibu sudah memberi kami pekerjaan di kota, gaji kami cukup untuk membantu keluarga di kampung.”
Kata-kata itu membuat dada Raisa hangat. Ia merasakan bulir-bulir haru mendorong naik di tenggorokannya..
"Terima kasih… Kalau bukan karena kalian, toko ini tidak akan menjadi seperti sekarang. Aku benar-benar bersyukur punya tim seperti kalian.” ucap Raisa suaranya sedikit bergetar
Jessica langsung menepuk tangan..
“Oke teman-teman! Cukup dramanya, ayo lanjut kerja sebelum roti kita gosong!”
Suasana mencair kembali..
Raisa tertawa pelan, dengar ucapan Jesika
“Oh iya, yang bagian melayani konsumen boleh pulang seperti biasa ya. Kalian sudah capek.”
Namun salah satu karyawannya yang sedang memindahkan loyang berkata,
“Kami siap kok, Bu, kami bantu sampai selesai, kami sudah terbiasa karena sering bantu bagian dapur.”
Yang lain mengangguk kompak, membuat Raisa semakin terharu..
Ia berdiri beberapa detik, hanya untuk mengamati mereka semua...
Gerakan tangan yang cekatan, tawa ringan yang sesekali terdengar, semangat bekerja yang tulus semuanya membuat Raisa merasa bahwa toko ini bukan hanya tempat kerja, tapi rumah kedua bagi mereka, dan itu adalah pencapaian terbesar baginya.
Beberapa jam kemudian, ketika mesin pemotong roti berhenti dan sebagian adonan sudah dalam tahap akhir, pintu depan toko berbunyi.
“Assalamualaikum!”
Raisa menoleh, suara itu sangat ia kenal.
"Waalaikum salam,” jawabnya sambil berjalan keluar dari dapur.
Audi berdiri di sana, lengkap dengan tas selempang nya, sementara Radit berdiri satu langkah di belakangnya..
Keduanya tersenyum kecil, tapi anehnya wajah mereka tampak seperti menyimpan berita.
Audi mendecak sambil melihat suasana dapur yang sibuk.
“Sepertinya lagi sibuk banget, nih.” Audi melirik Radit dan menyikutnya sedikit....
“Bu bos kita kerja keras, Dit!” sambung nya
Radit mengangguk...
“Iya, ini bos besar. Bener-bener gak kenal capek.”
Raisa menyilangkan tangan sambil tersenyum geli.
“Alhamdulillah rame, Di. Tapi… tunggu dulu.” Raisa memperhatikan ekspresi mereka berdua yang terlihat terlalu… canggung..
“Tumben kalian datang bareng. Ada apa? Jangan bilang kalian….” Raisa tidak melanjutkan kalimatnya, ia hanya mengangkat alis, menatap keduanya penuh curiga sekaligus penasaran.
Audi dan Radit saling pandang lalu Radit menepuk bahu Audi sambil berbisik keras,
“Rupanya sahabat lo ini peka juga, sayang, gak kaya suami nya yang gak pernah peka.”
Audi mencolek pinggang Radit, wajahnya merah padam.
“Eh! Lo tuh ngomong apaan?”
Raisa memekik kecil sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.
“Wisss! Sudah berani dekat-dekat depan gue sekarang? Ini berita besar!"
Audi memutar bola matanya..
“Raisa! Jangan lebay lah…”
Tapi Radit justru menambahkan dengan santai,
“Kita mau bilang kok, emang sudah waktunya, di publikasikan"
Raisa melipat tangan...
“Gue dengarin”
Audi menarik napas panjang, lalu ia tidak bisa menahan senyum yang akhirnya muncul.
"Ya… kita resmi jadian,” ucap Audi pelan.
Raisa bersorak kecil..
“Akhirnyaaa! Ya ampun! Kalian tuh dari dulu udah cocok banget!”
Para karyawan yang mendengar dari dapur ikut menengok, beberapa cekikikan dan ada yang berbisik-bisik senang.
Audi makin merah mukanya.
“Ya ampun, malu gue…”
Raisa memeluk sahabatnya erat-erat.
“Selamat ya. Aku ikut bahagia, kalian berdua memang saling melengkapi.”
Radit mengangguk pelan, suaranya rendah namun penuh keyakinan.
“Terima kasih, Ra... Audi itu perempuan yang hebat, dan gue bersyukur bisa punya kesempatan buat jagain dia.”
Kalimat itu membuat Audi justru semakin salah tingkah..
“Udah ah… lo ngomong begitu bikin gue meleleh.” ucap Audi malu, suasana berubah hangat dan penuh tawa.
“Eh, tapi kalian datang ke sini cuma buat ngasih kabar itu?” tanya Raisa sambil kembali duduk di balik meja kasir.
Audi menggeleng cepat...
“Gak lah, kita mau pesan roti buat keperluan kantor Radit"
"Oh, jadi sekarang pake alasan kantor buat ketemu gue ya?” goda Raisa.
Radit tertawa...
“Iya dong. Sekalian liat wanita paling sibuk di kota ini.”
Raisa nyengir...
“Sibuk karena roti banyak peminatnya atau sibuk karena hidup penuh drama?”
“Dua-duanya.” Audi menjawab cepat
Mereka bertiga tertawa.
“Udah ah, gue bantuin anak-anak bentar, nanti setelah ini kita ngobrol lagi.” ucap Raisa
Audi mengangguk.
“Kita tunggu di luar, gue mau cerita panjang lebar!”
Raisa mengangkat alis. “Cerita apa lagi? Jangan bilang ada kejutan kedua…”
Audi menjawab sambil tersenyum penuh arti.
“Kalo itu… nanti dulu.”
Raisa kembali ke dapur dan membantu mereka yang sedang sibuk di dapur..
Ia bekerja sambil tersenyum-senyum sendiri, merasa suasana hatinya ikut terbawa bahagia setelah mendengar kabar dari Audi dan Radit.
Namun di balik senyum itu, ada perasaan haru yang muncul lagi ketika ia melihat para karyawan bekerja dengan kompak dan penuh semangat.
Jessica memperhatikan wajah Raisa, lalu berkata sambil mencolek lengannya.
“Bu, happy banget keliatannya, kena angin surga, ya?”
Raisa tertawa...
“Ada kabar baik dari sahabatku, Audi, kamu pada dengar sendiri kan tadi"
"Iya Bu, kami dengar tadi,” Jesika juga ikut merasa bahagia
"Pantas dari tadi Glowing Bu..hehe" Jesika cekikikan
“Glowing dari mana, yang ada banyak tepung?” ucap Raisa tak paham dengan ucapan Jesika
“Maksud nya Glowing dari hati yang bahagia, Bu.” jawab Jesika yang suka bercanda
Raisa hanya menggeleng, tapi senyumnya tak bisa hilang dari bibir.
Waktu berjalan cepat, pesanan hampir selesai dan pelanggan mulai berkurang. Beberapa karyawan sudah pulang, sementara yang lain masih membereskan dapur.
Raisa melepaskan apron dan membersihkan tangannya sebelum keluar menemui Audi dan Radit yang masih duduk di salah satu meja.
“Akhirnya selesai juga,” kata Raisa sambil duduk...
"Sekarang… cerita!” sambung nya
Audi langsung mencondongkan tubuh.
“Raisa… lo ingat gak waktu lo bilang gue harus buka hati lagi, harus berani bahagia?”
Raisa mengangguk..
“Iya. Dan gue lihat sekarang lo sudah mulai ke tahap itu.”
Audi tersenyum. .
“Iya Ra,. Radit bikin gue ngerasa aman, dia gak maksa, tapi selalu ada.”
Radit menatap Audi dengan lembut, sesuatu yang jarang Raisa lihat sebelumnya.
“Karena dia pantas dapat yang terbaik.”
Raisa menepuk tangan kedua sahabatnya itu.
“Gue bener-bener ikut senang, kalian berdua… cocok banget.” ucap Raisa
"Walaupun gue baru kenal lu dari Audi, lu itu orang baik dan tulus" sambung Raisa
Audi menggenggam tangan Raisa.
“Dan gue juga mau bilang makasih, kalo bukan karena dorongan lo, mungkin gue masih takut jatuh cinta karena luka yang pernah gue alami"
Raisa tertawa kecil. “Eh jangan bikin gue terharu di jam segini.”
Radit menimpali..
“Kalo dia nangis, gue yang siapin tisu.”
“Lo mah siapin hati lo aja buat sabar sama Audi, lu tahu sendiri gimana sifat rese dan kepo nya dia, itu baru sebagian yang lu tahu” balas Raisa cepat.
Audi mencubit Raisa.
“Heeey! Raisa... Radit tuh dah kebal sama gue Ra"
Mereka bertiga kembali tertawa lepas, membuat malam itu terasa penuh kehangatan.
Hingga akhirnya, setelah tawa mereda, Audi bertanya pelan...
“Ra… lo sendiri gimana? Lo oke?”
Raisa terdiam sesaat, hatinya terasa sedikit bergetar, pertanyaan itu sederhana, tapi menyentuh bagian paling sensitif dalam dirinya.
Tapi sebelum Raisa sempat menjawab, pintu toko kembali berbunyi, mereka saling melirik satu sama lain, memberikan isyarat..
___ Bersambung ___