Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang pengkhianatan tak berujung, tentang pengorbanan dan harapan yang gagal untuk dikabulkan.
Angelika Sinnata. Cantik, anggun, berparas sempurna. Sayangnya, tidak dengan hatinya. Kehidupan mewah yang ia miliki membuat dirinya lupa tentang siapa dirinya. Memiliki suami tampan, kaya dan penuh cinta nyatanya tak cukup untuk membuat Angelika puas. Hingga ia memilih mengkhianati suaminya sendiri dengan segala cara.
Angelina Lineeta. Cantik dan mempesona dengan kesempurnaan hati, sayangnya kehidupan yang ia miliki tidaklah sesempurna Angelika.
Pertemuan kembali antara keduanya yang ternyata adalah saudara kembar yang terpisah justru membuat Angelina terjebak dalam lingkaran pernikahan Angelika.
Apa yang Angelika rencanakan? Dan mengapa?
Lalu, apa yang akan terjadi dengan nasib pernikahan Angelika bersama suaminya? Akankah tetap bertahan?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Kecelakaan.
"Ulangi!"
Angelika berdecak kesal saat melihat Angelina kembali terjatuh untuk kesekian kalinya setelah beberapa langkah berjalan menggunakan heels di kamar hotel yang Angelika tempati.
"Berjalanlah dengan benar!" hardik Angelika sembari berkacak pinggang, menatap kesal pada Angelina. "Bagaimana bisa kamu sepayah ini hanya dalam hal sederhana?"
Angelina meringis, merasakan perih pada kedua kakinya yang kini memiliki sedikit lecet, tetapi tetap bangun dan melakukan apa yang Angelika inginkan.
"Tidak bisakah aku menggunakan sepatu atau sandal datar saja?" ucap Angelina mulai kembali berjalan.
Tetap saja, langkahnya tidak stabil, bahkan terlihat sangat kaku dan tidak bisa berdiri dengan tegak hingga berakhir kembali terjatuh.
Angelika tidak segera memberikan jawaban, menyusun ulang rencananya untuk bertukar peran dengan Angelina sesegera mungkin. Memikirkan cara yang tidak akan mengundang rasa curiga dari keluarganya jika Angelina menggantikan dirinya saat pulang nanti sementara dirinya akan kembali ke kota tempat ia sedang menikmati waktu liburannya.
"Tapi kau tetap perlu menggunakan heels agar keluargaku tidak curiga," jawab Angelika. "Dan aku tidak ingin ada satu kesalahan," tekannya kemudian.
"Baiklah,"Angelina menjawab pasrah. "Tapi setelah urusanmu selesai, kamu benar akan pulang menemui Ibu bukan?" sambungnya penuh harap.
"Ya," jawab Angelika seyara menyandarkan punggungnya di sofa. Berpikir.
Sudah satu hari penuh ia mengatakan semua yang perlu Angelina ketahui tentangnya selain tentang dirinya yang sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra, mengajari Angelina berjalan menggunakan heels, menyebutkan apa yang ia suka serta tidak ia suka, dan mengubah total penampilan Angelina hingga kini baik wajah ataupun penampilan mereka berdua tidak lagi memiliki cela.
Angelina melepaskan heels di kakinya, duduk di depan Angelika yang tampak sedang memikirkan sesuatu entah apa. Tapi kemudian kembarannya itu menegakkan punggungnya dengan gerakan tiba-tiba.
"Kita akan pulang besok," putus Angelika dengan senyum mengembang.
Akhirnya ia menemukan cara untuk bertukar peran tanpa membuat keluarga serta suaminya curiga.
.
.
.
Drrt... Drrt...
Untuk kesekian kalinya ponsel di saku jas Leon bergetar sejak rapat siang itu dimulai, dan untuk kesekian kalinya juga ia berusaha mengabaikannya, memusatkan fokusnya pada semua orang yang hadir.
"Maaf."
Leon mengangkat satu tangannya, menyela rapat sejenak untuk mengeluarkan ponsel, melihat nomor asing pada layar ponsel, lalu menggeser layar untuk menolak panggilan yang masuk dan kembali menyimpan ponsel ke dalam saku jasnya.
Namun, getar ponselnya kembali terdengar sesaat setelah layarnya mati, mengusik ketenangan Leon dalam rapat yang masih berlangsung, dan ketika ia menjawab panggilan itu dengan tujuan untuk meminta si penelepon menghubunginya kembali nanti, suara yang ia dengar justru membuat dunianya runtuh dalam sekejap.
"Selamat siang, kami dari kepolisan pusat ingin mengabarkan bahwa istri Anda-Nyonya Angelika Sinnata mengalami kecelakaan, dan sekarang dalam penanganan di Royal St Hospital. Mohon kesediaan Anda untuk datang ke rumah sakit segera."
Barisan kalimat yang baru saja Leon dengar bagaikan bom waktu yang meledak detik itu juga, meruntuhkan sisi tenang yang setia melekat pada wajah tampannya. Detik berikutnya, ia bangun dari duduknya dan melangkah cepat meninggalkan ruang rapat tanpa mengatakan apapun, meninggalkan semua orang yang saling pandang dengan satu pertanyaan yang sama.
"Apa yang terjadi?"
.
.
.
Leon membawa langkahnya menuju ruang darurat yang mana menjadi ruangan tempat istrinya berada berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari perawat. Setiap langkah yang ia ambil terlihat terburu-buru, bahkan berulang kali ia harus meminta maaf pada setiap orang yang tidak sengaja ia tabrak tanpa menghentikan langkah ataupun menatap mereka yang ia tabrak.
Saat Leon tiba, dua petugas kepolisian sudah berdiri di depan pintu, menyambut kedatangannya sembari mengulurkan tangan. Menjelaskan apa yang terjadi tentang istrinya-Angelika yang mengalami kecelakaan tunggal saat mengemudi. Dua petugas itu bahkan menunjukkan barang-barang yang Leon kenali sebagai milik istrinya.
Ponsel dalam keadan rusak, tas favorit sang istri dengan noda darah, dan pakaian yang tidak lagi utuh. Barang yang membuat kedua kaki Leon lemas seketika setelah melihat begitu banyak darah yang mengotori semua barang itu. Petugas itu juga menjelaskan menemukan kartu nama miliknya di dalam tas Angelika. Yang menjadi jawaban dari pertanyaan bagaimana petugas polisi itu bisa menghubungi dirinya.
"Kalau begitu, kami pamit. Kami sudah mengamankan mobil istri Anda, jadi Anda bisa mengambilnya kapan saja," ucap salah satu petugas sebelum pergi.
Leon mengangguk tanpa suara, kecemasan yang mendominasi membuat ia tidak tahu apa yang harus ia ucapkan. Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menunggu di sampai dokter yang tengah menangani istrinya keluar.
Menit yang berlalu terasa begitu lama, menyiksa batin Leon yang menunggu dengan gelisah di luar ruangan. Satu waktu ia duduk di kursi, detik berikutnya berdiri dan berjalan mondar-mandir. Perhatiannya sedikit teralihkan saat asistennya datang dan mendekat padanya, menyerahkan laporan serta bukti yang pria berkacamata itu dapatkan pada sang atasan terkait kecelakaan yang menimpa Angelika.
Namun, belum sempat Leon membuka hasil laporan itu, pintu ruang darurat terbuka diikuti dokter yang melangkah keluar.
"Bagaimana keadaan istriku, Dokter?" Leon segera mendekat, lalu bertanya begitu ia berada di depan sang dokter.
"Pasien mengalami cedera pada kepalanya, tetapi pasien baik-baik saja. Pasien hanya perlu beristirahat total untuk pemulihan," dokter menerangkan.
Leon mendesah lega dengan kekhawatiran yang masih tersisa, lalu mengangguk. "Boleh aku melihatnya, Dokter?"
"Anda bisa melihatnya setelah pasien dipindahkan ke ruang perawatan," jawab Dokter. "Saya permisi," pamitnya kemudian.
Leon kembali mengangguk, menunggu sampai istrinya dipindahkan dan masuk ke dalam ruang perawatan sang istri.
Seraut wajah cantik pucat dengan surai coklat indah itu kini terbaring lemah di atas tempat tidur. Tarikan napasnya teratur, membuat pria yang berstatus sebagai suami itu menghembuskan napas lega.
Namun, wajahnya berubah muram saat melihat goresan luka di wajah serta tubuh wanitanya. Terutama perban yang kini membalut kepala wanita itu membuat hatinya tersayat. Dengan gerakan hati-hati, Leon duduk di samping tempat tidur, meraih tangan wanitanya untuk ia genggam dan mengecunya lembut. Menunggu.
Entah sudah berapa jam Leon menunggu, ia bisa merasakan pergerakan lembut jemari istrinya, membuat ia segera bangun dari duduknya dan melihat sang istri membuka mata.
"Sayang..."
Leon tersenyum lega, tetapi tidak bisa menutupi kekhawatiran yang ada. Mengusap lembut kepala sang istri dan mendapati istrinya menoleh padanya. Namun, kalimat yang istrinya keluarkan justru membuat dunia Leon seakan berhenti berputar.
"Kamu siapa?"
. . . .
. . . .
To be continued...