NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:402
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Si Paling Laki-laki

Bukannya takut, Eireen justru menyeringai.

Lantas, ia seolah menerima tantangan dari si sopir truk dengan menginjak gas, melaju ke depan.

Xav mau protes, karena seolah gadis itu sedang ingin membahayakan nyawa mereka.

Namun, baru bibirnya mau melontarkan kata, tiba-tiba saja, Eireen membuat mobil mereka melakukan penetrasi dengan gerakan gila, membelok ke sisi jalan lain.

CIT....!

Sambil tangannya berpegangan ke handle di atas jendela, Xav akhirnya sadar, jika tadi, gadis itu mempercepat laju mobil demi mengejar u-turn untuk kabur, sekaligus memancing truk melaju lebih kencang, hingga mengerem pun, mereka butuh waktu.

Mobil Eireen sudah melaju di sisi jalan lain, dengan arah melawan arus. Sedangkan truk itu, masih berusaha berhenti dan harus putar balik dengan waktu relatif lama.

Sopir truk mengumpat, Eireen yang melihat dari kaca spion menyeringai penuh kemenangan.

"Bye...!"

Tentu, dengan begitu, mobil mereka tidak terkejar, karena Eireen kini bahkan sudah membawa mobilnya berbelok ke sisi jalan semestinya dan hilang di perempatan.

Para kurir Dunia Gelap adalah orang-orang yang paling hafal tiap jengkal jalanan di wilayah itu. Xav tidak pernah meragukannya.

Tapi, gadis di sampingnya ini membuatnya yang biasa bertingkah gila sesuka hati sampai terdiam.

"Plan C!" Eireen berkata sambil menekan sekilas ujung alat komunikasi di telinganya.

Ada banyak rute, yang disiapkan oleh Eireen dan Tim. Terkhusus jika misinya level A begini.

"Ehm, sepertinya ada informasi yang bocor." Eireen bicara sendiri, kemudian melirik Xav di sebelahnya sekilas.

Paham maksudnya, Xav pun berkata, "Mata-mata itu sudah mati. Lanjutkan saja ke tujuan, tugasmu hanya mengantarku sampai sana saja!"

"Walau sudah mati, tapi orang-orang itu masih mengejar. Bukankah sebaiknya kau..."

"Itu bukan urusanmu!" sela Xav dengan nada kasar.

Eireen melirik sekilas ke samping, wajahnya tampak kesal, karena mau menyarankan baik-baik, tapi disela dengan kasar begitu.

Xav juga tampak sangat emosi. "Cukup antar saja aku ke sana dan segeralah pergi dari tempat itu!"

Eireen mengernyit penuh tanya. Xav mengalihkan pandangan.

"Heh. Aku si perempuan ini hanya menyarankan, siapa tahu, Tuan Muda si paling laki-laki sepertimu ini tidak terpikirkan sejauh itu!" ketus Eireen seolah tidak peduli.

Walau, diam-diam, ia masih berpikir. Apa dia sedang ingin bunuh diri? Kupikir, tujuan kami di luar wilayah kekuasaan keluarganya.

Eireen curiga, karena jelas-jelas mata-mata itu sudah membocorkan informasi. Walau sudah mati, tempat tujuan Xav pasti sudah ketahuan oleh musuhnya.

Namun kenapa? Sudah seperti itu, Xav tetap mau diantar ke sana? Aneh, sungguh aneh.

'Bahkan dia tidak bersama ajudannya? Tumben sekali? Ah.. mungkin ajudannya sudah menunggu di tempat itu dengan anak buahnya yang lain. Baiklah, jika itu maunya, akan kuantar dia ke sana saja.'

Eireen berusaha positive thinking. Sampai, ia mencium bau anyir darah.

Kalau dari arah sumber baunya, itu dari Xav. Eireen melirik lagi, hingga terlihatlah, noda kemerahan di sekitar sobekan lengan laki-laki bertubuh kekar itu.

'Apa... dia terluka saat melawan mata-mata itu?'

batinnya menebak-nebak.

Namun, Eireen merasa aneh. Ia pernah dulu, melihat bagaimana kemampuan Xav melawan banyak orang sekaligus. Bahkan, nyaris, tidak ada yang bisa melukainya satu pun.

'Apa mata-matanya orang terdekat dia? Makanya dia tidak waspada dan sampai terluka?' Eireen teringat perkataan Bosnya.

Katanya, seseorang yang tangguh sekalipun, kalau dihadapkan dengan musuh yang menjelma orang terdekat dengannya, akan ada rasa gentar dan tidak sewaspada biasanya.

'Tapi sudah mati? Astaga, dia baru saja membunuh orang terdekatnya, yang seorang mata-mata?' Eireen tidak bisa membayangkan, sekacau apa pikiran Xav sekarang.

Lihat saja, bahkan laki-laki itu tidak memegangi luka di lengannya. Padahal, cairan darah itu sepertinya cukup menandakan luka yang besar.

Lupa akan luka seperti itu, jelas hati dan pikirannya jauh dari kata baik-baik saja.

Ia sendiri pernah mengalaminya, saat seorang anggota kurir dunia gelap harus tewas karena suatu insiden gila, dengan rekannya yang lain, yang ternyata mata-mata.

Ia yang berang terus melawan, tanpa peduli luka di tubuhnya, sampai bisa menjatuhkan rekan pengkhianatnya.

Eireen terus memukuli wajah orang itu sampai tidak sadarkan diri. Double J datang dan memintanya berhenti.

Sama seperti Xav sekarang, dulu Eireen juga tidak merasakan sakit, walau tubuhnya penuh luka, karena hatinya lebih terluka lagi, mendapati rekannya dibunuh rekannya yang lain, padahal sudah sangat mereka percayai.

Setiap kali mengingat kejadian itu, ia selalu masih merasa sesak.

TET....!

Suara sirine truk terdengar, membuat Eireen terbangun dari lamunannya.

Ia dan Xav sama-sama melirik kaca spion tengah, melihat truk tadi, entah bagaimana sudah bisa mengikuti mereka lagi.

"Shit! Pasti ada alat pelacak, periksalah!" Perintah Eireen, sambil melajukan mobil lebih kencang.

Sambil mencari-cari di semua saku pakaiannya, Xav mengomel, "Siapa kau berani memerintahku, hah?"

"Heh, aku perempuan, yang tidak setakut Tuan Muda si paling laki-laki yang begini saja pegangan erat sekali dari tadi," ledek Eireen sambil masih konsentrasi.

Xav yang kesal seketika melepas tangannya yang memegang handle di atas jendela.

Ia sendiri tidak sadar, jika masih berpegang begitu. Pikirannya agak kacau akhir-akhir ini, karena begitu banyak hal gila terjadi.

Ia tidak menjawab, kedua tangannya memeriksa semua saku, sambil tubuhnya terpontang panting, karena Eireen membuat mobil itu meliak-liuk di jalanan.

"Brengsek!" umpat Xav saat menemukan sebuah liontin dengan batu ruby digenggaman tangannya.

Sebuah liontin yang pernah ia jadikan bukti cinta kepada seorang perempuan pengkhianat, yang kini ia cari keberadaannya. Tidak ada benda lain yang selain dari miliknya sendiri di kantong atau bagian pakaiannya, hanya liontin itu yang bukan miliknya. Kenyataan jika di dalam liontin itu mungkin ada alat penyadap juga, Xav menggertakkan gigi. Ia buka kaca jendela di sebelahnya dengan cepat, kemudian membuang liontin itu dengan penuh amarah.

'Ternyata sebegitunya kau ingin membunuhku, hah? Lihat saja, sampai kutemukan dirimu, akan kubuat kau memohon untuk kematianmu!' batin Xav dengan mata sudah seperti ada nyala api berkobar saja.

Eireen sesekali melirik, tangan Xav yang mengepal begitu keras sejak tadi membuatnya penasaran.

Ia bisa merasakan hawa amarah yang menggila dari laki-laki itu. Ia mau mengatakan sesuatu, tapi, suara terlebih dulu terdengar di telinganya.

"Bagaimana? Alat penyadapnya sudah hilang?" tanya Bosnya, yang mengkoordinir misi kali itu dari markas mereka.

"Ehm, sepertinya sudah. Perempatan mana yang siap?" tanya Eireen.

"Perempatan dekat hotel Barizon!"

"Copy that!"

CIT....!

Eireen membuat mobilnya melakukan drift lagi, berbelok ke kanan. Truk masih mengikuti mereka di belakang, ikut berbelok juga.

CIT...!

Jalanan malam itu sangat sepi, mungkin karena sudah dini hari. Eireen dengan piawai mengendarai mobilnya.

Nahas, satu kendaraan mobil lain muncul dari perempatan, ikut mengejar.

"Shit!" umpat Eireen kesal, karena mobil itu sempat sekali menyerempet mobilnya di sebelah kanan.

BRAK!

Ia mau mengatakan sesuatu, ternyata, Xav sudah lebih dulu bergerak, menyiapkan senjata laras pendek di tangannya. "Pertahankan kestabilan selama sepuluh detik, setelah aba-abaku!"

"Hei..."

KREET!

Pintu mobil sudah terbuka, bahkan sudah dibuka oleh Xav. Laki-laki itu tidak membiarkan Eireen bicara dan langsung memulai hitungan.

"Lima!"

Eireen mengumpat. Ia fokus dengan kemudi, mau tidak mau mengikuti permintaan Xav, yang kini sudah berdiri, berpegang sambil mengeluarkan tubuh menghadap ke truk dan mobil di belakang, bersiap menembak.

Melihat Xav, penumpang di mobil dan truk itu juga mengeluarkan senjata mereka.

"Tiga!"

Eireen sebenarnya khawatir, karena Xav nekad sekali, mengeluarkan tubuh begitu. 'Kalau ada penembak jitu bagaimana? Gila dia? Hash!'

Mengingat, jika terjadi sesuatu kepada Xav, dia dan timnya mungkin akan mengalami konsekuensi yang berat dari Keluarga Alistair, yang terkenal keras serta kejam.

"Dua...!" Xav terus fokus sambil menghitung.

Bahkan, saat suara desing peluru musuh terdengar. Eireen yang jadi stres sendiri karenanya.

Satu sisi ia harus fokus menstabilkan mobil yang sedang melaju dengan kecepatan lumayan tinggi, di sisi lain, ia cemas kalau timnya dalam bahaya, jika terjadi apa-apa pada si Tuan Muda.

Padahal Xav sendiri masih dengan tenang, membidik ban truk di belakang, seolah percaya, jika tidak ada peluru yang akan berhasil mengenainya.

"Satu!"

Eireen menganggukkan kepala mantap. Ia sudah siap, membuat mobilnya stabil. Sambil ia melirik, melihat ke kaca spion tengah, menghitung dalam hati. Tidak ada tembakan yang dilesatkan Vin sampai hitungan ke tujuh. Eireen pun menoleh, menatap laki-laki itu sekilas. "Hei, kau..."

DOR!

Akhirnya suara tembakan terdengar dari arah Xav. Tidak berselang lama, bunyi ledakan kecil disusul decitan gesekan ban mobil dan tabrakan beruntun terdengar memekakkan telinga.

Ya, mobil kehilangan keseimbangan setelah bannya tertembak hingga truk di belakangnya menabrak. Kecelakaan yang melumpuhkan kedua kendaraan itu ditutup dengan kepul asap hitam dan api berkobar.

Melihatnya, Eireen menyeringai. 'Ternyata dia menunggu mobilnya maju ke depan truk, baru menebak. Cerdas juga dia!'

BRAK!

Pintu mobil tertutup kembali, Xav duduk di sebelahnya, memeriksa senjata api di tangan.

Tidak ada satu kata pun keluar dari mulut laki-laki itu. Eireen sendiri salah fokus ke lengannya, yang semakin terlihat berdarah-darah.

"Di laci ada kotak P3K!" katanya tanpa menoleh.

Xav tidak menyahut sama sekali. Eireen jadi kesal sendiri. 'Dasar, sudah dibaiki bukannya terima kasih!' Sengaja ia bunyikan omelan dalam hatinya, agar Xav dengar.

Dan benar saja, setelahnya, tanpa menatap ke arahnya, laki-laki itu menyahut ketus, "Fokus saja pada tugasmu, jangan ikut campur selain itu!"

"Heh. Kalau kau mati kehabisan darah dalam perjalanan, aku dan timku mungkin yang dalam bahaya karena keluargamu, Tu-an Mu-da!"

Xav tidak menyahut lagi, sedari tadi hanya menatap senjata laras pendek di tangannya saja.

"Huh!" Eireen menghembuskan napas kesal. Ia lampiaskan dengan mengemudi lebih kencang.

Sudah begitu, Xav tetap bergeming. Walau, kini ia sudah menyimpan senjata laras pendeknya kembali.

Matanya fokus ke depan, seolah merasa tidak perlu menanggapi saran Eireen untuk merawat lukanya.

"Dasar menyebalkan, egois!" Eireen lagi-lagi mengomel.

Xav tetap saja tidak peduli. Satu hal yang ia inginkan sekarang adalah sampai di tempat tujuannya dengan segera.

"Sudah biarkan, Eir." Suara bos terdengar dari alat komunikasi di telinganya.

Bos itu memang bisa mendengar percakapan apapun di dalam mobil saat misi begini.

"Kudengar, Keluarga Alistair, sedang ada masalah cukup berat akhir-akhir ini. Kau juga, lebih sopanlah kalau bicara dengan Tuan Muda."

"Heh." Eireen menghembuskan napas kesal. "Aku akan sopan, kalau dia sopan!"

Xav tahu, jika gadis di sebelahnya sedang menyindirnya. Tapi, ia sedang tidak mood sama sekali menanggapi.

Tidak ada yang bisa mengikuti mereka lagi, pertanda, jika benar, liontin itu ada alat penyadapnya.

Ia kesal, marah, karena pernah mencintai perempuan, yang ternyata begitu ingin membunuhnya, sampai punya plan B segala dengan alat penyadap lokasi begitu.

Baru ini ia merasa bodoh, karena sampai tidak mencium gelagat pengkhianat dan justru mencintai perempuan itu sebegitunya.

Kediaman Xav entah kenapa membuat Eireen penasaran dan kesal. Tapi, ia lebih kesal, karena sempat terpikir, untuk menjadikan Xav, orang yang ia bawa saat datang ke resepsi pernikahan para pengkhianat.

'Lain kali jangan berpikiran bodoh, Eir. Orang macam ini yang mau kau bawa? Astaga... bisa darah tinggi duluan kau bisa-bisa!'

Eireen mengomel sendiri dalam hati. Sampai di perempatan hotel, mulailah banyak mobil sama persis dengan mobilnya beraksi, berjalan bersamaan di belakang, samping kanan dan kiri mobil mereka.

Setelah terowongan, barulah mereka berpencar lagi, untuk pengecoh. Seseorang yang mengamati CCTV jalan sekitar daerah mobil mereka pun kebingungan, mana satu yang membawa Xav.

"Sial, kita kehilangan jejak, Bos!" ucap laki-laki berpakain serba hitam itu.

Kurir dunia gelap sempurna, menghilangkan jejak. Ada banyak mobil, jika ingin menelusuri, dan pasti memakan waktu sekali.

Mobil merangsek aman tanpa gangguan. Eireen yang lelah diam saja pun berceletuk, "Kau bisa tidur. Nanti..."

"Apa? Menungguku lengah, lantas mau membunuhku juga, hah? Jangan mimpi!" sela Xav tiba-tiba.

Eireen menoleh sekilas ke samping. Ternyata, laki-laki itu menatapnya nyalang. Matanya, mulai terlihat jelas, kurang tidur, karena ada sedikit shadow kehitaman di sekitarnya.

"Siapa yang juga yang tertarik membunuhmu? Jelas-jelas, aku menawarimu P3K untuk lukamu tadi. Kau..."

"Heh. Kau pikir aku percaya?" Lagi, Xav menyela perkataannya. Tatapannya jelas sekali penuh curiga.

Namun, Eireen justru mulai merasa kasihan dengan laki-laki itu. Lihatlah, pundaknya kaku, seolah hidupnya selalu penuh dengan beban berat, nyawanya sering di ujung tanduk, makanya tubuhnya selalu waspada begitu.

Pikirannya apalagi, tidak pernah tenang, karena penuh kecurigaan.

Eireen merasa miris melihatnya. Xav menggelengkan kepala. "Tidak ada orang yang bisa kupercaya sekarang. Dan tidak akan pernah kubiarkan satu orang pun pengkhianat lolos. Jadi, urungkan saja niatmu jika memang ada. Atau kau... akan jadi perempuan pertama yang kurenggut nyawanya sebelum dia!"

"Dia?" Eireen sebenarnya tidak terlalu paham ada masalah ada, hingga Xav sampai juga mencurigainya begitu.

Tapi, dari penyebutan kata pengkhianat, teringat dengan cerita Xav tentang mata-mata, yang mungkin orang terdekatnya, Eireen menghela napas.

"Kau tahu? Aku juga pernah ada di posisimu, Tuan Muda."

Tidak ada sahutan dari Xav. Pandangannya hanya fokus ke depan. Ya walau telinganya masih mendengar dengan jelas.

"Menghadapi pengkhianat dan merupakan orang terdekat yang sangat kita percayai itu... memang sialan!"

Xav tetap tidak mengeluarkan suara apapun untuk menanggapi. Eireen pun menjeda ucapannya, karena ingin menenangkan diri, membahas hal pelik yang pernah ia alami.

"Dua kali, aku dikhianati. Dua kali pula, aku merasa bodoh, karena bisa-bisanya pernah sebegitu percaya pada mereka. Tapi, bukan berarti, semua orang harus kau curigai setelahnya bukan?"

Xav tetap tidak mau bicara. Padahal, jarang-jarang, Eireen menunjukkan kepedulian begini, pada orang asing, lebih-lebih menyebalkan sepertinya.

Gadis itu pun akhirnya menyerah. Ia biarkan Xav diam, sesuka hatinya. "Hah. Terserah kau sajalah. Lakukan sesukamu!"

'Bodoh juga aku. Kenapa pula bicara sok-sok bijak begini kepadanya?' Eireen berakhir mengomeli dirinya sendiri.

Tiga puluh menit kemudian.

Mobil itu sudah sampai di salah satu jalanan dekat pelabuhan lama.

"Berhenti di sini saja!" kata Xaz tiba-tiba.

Eireen mengernyit, sambil menghentikan mobilnya. Ia tatap laki-laki di sebelahnya. "Yakin? Masih jauh dari tempat seharusnya."

"Kenapa? Apa ada rekanmu yang menunggu di sana untuk membunuhku, hah?"

"Ha? Kau bicara apa sih? Aneh, curiga tidak jelas."

Xav tidak menanggapi lagi. Ia membuka pintu kemudian keluar begitu saja.

Namun, saat akan menutup pintu, ia berkata dengan tatapan mengancam. "Pergi dari sini dengan cepat. Kalau kau muncul di sana sekali saja, kuanggap kau juga bagian dari mereka!"

BRAK!

Suara pintu ditutup terdengar, menghentikan Eireen yang sudah siap akan protes.

Melihat Xav sudah berjalan menjauhi mobil, melewati semak-semak pinggir jalan, ia menggertakkan gigi. "Dasar...!"

"Bisa-bisanya dia sebegitunya mencurigaiku, hah?" imbuhnya kesal bukan kepalang.

Padahal, ia sudah melakukan yang terbaik sedari tadi untuk membawanya hingga selamat.

Tapi, Xav tetap saja curiga bahkan mengancamnya. Suara bosnya pun terdengar di telinga Eireen. "Sudahlah, cepat tinggalkan tempat itu. Perasaanku tidak enak sekali."

Eireen menurut, mengambil putar balik. "Aku juga merasa begitu sih. Sudah tahu ada mata-mata, malah tetap ke sini juga?"

"Makanya, aku pun agak curiga saat mendengar percakapan kalian tadi. Tapi, biarlah, mereka tahu apa yang mereka lakukan. Sudah jangan ikut campur, bahaya."

"Hmm. Sampai markas, makan besar kan kita?" Eireen mengalihkan pembicaraan.

"Kebiasaan. Ya-ya, misi ini harganya mahal sekali, kau bisa pesan makanan apapun sebanyak apapun!"

"Yes!" Eireen sudah senang sekali. Ia sampai lupa, kalau masih harus mencari pasangan, untuk dibawa ke pesta pernikahan para pengkhianat.

Ia meninggalkan jalanan tadi, sambil menyanyi sendiri dengan lagu favoritnya.

Namun, di pertigaan, sebelum ia berbelok, ia melihat orang mencurigakan mengawasi saat ia lewat.

Dari gerakannya, salah seorang dari mereka melapor menggunakan alat komunikasi.

"Siapa mereka?" gumam Eireen menilik dari kaca spion tengah.

Tadi tidak ada siapapun di sana saat ia dan Xav datang. Tiba-tiba saja mereka muncul dari semak-semak.

"Siapa?" tanya si Bos dari alat komunikasi.

Eireen berpikir sejenak, lalu menggelengkan kepala. "Ah, bukan urusanku!"

"Hei, ada apa?" tanya Bosnya lagi.

"Bukan apa-apa, hanya saja, aku merasa, ada orang-orang yang menunggu dia di jalan menuju tempat tujuan. Tapi, orang itu membiarkanku lolos. Mungkin mereka tahu, kita siapa, Bos."

"Hmm." Bos menghela napas. "Cepat, ambil jalur pengalihan. Kita tidak boleh ikut campur, bahaya."

"Ehm." Eireen meningkatkan kecepatan mobilnya, agar bisa bergabung dengan tim lain untuk pengalihan.

Bosnya benar, ia bisa saja ikut jadi sasaran musuh Xav, jika tidak kunjung keluar dari area itu.

"Kalau sampai muncul gerombolan mobil, kau jangan terpengaruh, lebih cepat lagi saja. Kau mengerti, Eir?"

"Mobil apa? Musuhnya akan datang setelah ini begitu?"

"Bisa jadi, dan kau sebaiknya langsung pergi, jangan meladeni, entah apapun yang mereka lakukan."

"Okelah. Tapi, kupikir tidak akan ada sih. Jelas-jelas, dia tidak bersama ajudannya, pasti ajudannya sudah di sana."

"Tidak. Kudengar, ajudan Tuan Muda Xav baru saja terluka parah, tim kita yang sempat ikut jadi pengalih saat evakuasi."

"Benarkah? Lantas kenapa dia berani seka..." ucapan Eireen tercekat, saat melihat beberapa mobil berdatangan dari arah lain, menuju ke tempat Xav.

Apa yang ditakutkan bosnya benar. Eireen pun semakin tidak habis pikir. "Berarti benar, dia sedang menantang bahaya? Sendiri? Tanpa ajudannya?"

"Apa kau bilang? Apa terjadi sesuatu?"

Eireen tidak langsung menjawab, matanya masih fokus ke arah mobil-mobil yang berdatangan sudah seperti geng motor, bergerombol, seolah siap menyerbu bersamaan.

'Gila? Sebanyak ini, mau dia lawan sendiri? Siapa sebenarnya mereka?' Eireen semakin penasaran saja. Ada rasa cemas juga.

"Hei? Kenapa tidak menjawabku? Apa terjadi sesuatu?" tanya si Bos dengan nada cemas.

"Ck. Tidak ada apa-apa, Bos. Aku..." Eireen terhenyak saat menoleh ke samping. Ia baru sadar, jika di kursi Xav ada satu benda tertinggal.

"Hei, aku apa?!" Bos jadi penasaran sendiri.

Eireen tidak langsung menyahut, satu tangannya meraih benda hitam mirip bola kecil di atas kursi Xav.

Saat sudah di genggaman, Eireen mengernyit.

'Bom asap? Lha? Ketinggalan?'

Namun, kalau dipikir-pikir lagi, tidak mungkin seorang Tuan Muda Xav dengan ceroboh meninggalkan benda begitu.

Lebih-lebih, ia tahu, jika orang anggota inti Keluarga Dunia Gelap, menyimpan semua senjatanya dengan rapi, tidak mungkin terjatuh begitu saja.

"Hei, kau tidak apa-apa? Aku akan minta orang datang..."

"Ck, tidak perlu, Bos. Aku baik-baik saja!"

"Hah. Makanya jawab, jangan diam saja!"

"Ehm. Aku..." ucapan Eireen terhenti lagi, karena sekilas ia melihat kilatan cahaya merah dari belakang.

Saat ia menatap ke kaca spion tengah, barulah ia menyadari, jika ada seorang penembak jitu, dari mobil yang melewatinya tadi. Penembak jitu itu sudah mengarahkan moncong senjata laras panjang ke mobilnya.

"Shit!" Eireen panik. Kalau dengan senjata itu, ban mobilnya bisa pecah dan terbalik, bisa meledak juga dia seperti truk dan mobil tadi.

Namun, melihat bom asap di tangannya, ia segera sadar, jika Xav sengaja meninggalkan itu untuknya, seolah sudah tahu, seorang penembak jitu mungkin akan mengincarnya.

Tanpa pikir panjang, Eireen segera meliak-liukkan laju mobilnya, kemudian melempar bom asap itu ke arah belakang.

BOOM!

Asap mengepul, menutupi mobil Eireen. Si penembak jitu itu kehilangan jejaknya, tidak bisa menargetkan dengan benar mobil Eireen yang ditelan asap.

Penembak jitu kesal sendiri, Eireen berteriak penuh kelegaan lepas dari maut. "Huh....!"

Sedikit saja, dia mungkin akan hangus bersama mobilnya itu.

Si Bos yang tadinya cemas justru marah-marah. "Hei... kau kenapa sebenarnya, hah?! Katakan sekarang, atau kujemput paksa kau ke sana!"

"Aduh... jangan berisik, Bos! Aku baru lolos dari bahaya ini. Kurang ajar, mereka menyiapkan penembak jitu untuk menargetkanku tadi. Untung si Tuan Muda itu meninggalkan bom asap. Jadi aku bisa lolos."

"Apa?!"

Eireen menjelaskan sambil mengemudikan mobilnya semakin kencang, menghilang di perempatan.

Setelah lebih aman, pikiran Eireen terganggu.

'Apa mungkin dia sepeduli itu, sampai sengaja menolongku? Padahal curiga begitu? Dasar laki-laki aneh!'

Tidak berselang lama, sebuah ledakan terdengar. Eireen masih bisa melihat asap mengepul dengan kobaran api dari arah ke Xav berada.

"Astaga... apa yang sebenarnya terjadi di sana?"

"Kau... jangan terpikir kembali ke sana! Mengerti?!" Bos sudah mewanti-wanti.

Eireen tampak berpikir. 'Kalau benar dia menolongku, harusnya aku balas budi bukan? Tapi itu merepotkan, bahaya pula. Argh, pusing kepala!'

Beberapa menit kemudian.

Xav terlihat berdarah-darah, berlari di semak-semak jalanan. Tadi, ia sudah segila itu melawan banyak orang sendirian, hingga akhirnya kewalahan juga.

Ia sudah tahu, jika mungkin akan disergap di sana. Tapi, demi bisa mencari perempuan pengkhianat yang katanya akan pergi melalui pelabuhan itu, ia harus pastikan dengan datang.

Sayangnya, itu hanya jebakan. Napasnya cukup tersengal, luka di lengannya semakin parah dengan darah mulai mengucur lagi.

Ia berhenti, karena mendengar suara orang mengejarnya. "Keluarlah, Tuan Muda! Kenapa kau pengecut sekali dengan sembunyi?!"

Xav menggertakkan gigi. Kalau kondisinya fit, tidak akan seperti ini. Ia mengumpat dalam hati, karena mata-mata yang ia lumpuhkan sebelum ke sini.

Dari arah jalanan, beberapa orang anggota musuh mulai menyergap juga, dekat sekali dengan semak di mana dia berada.

Xav bahkan bisa melihat mereka. Salah seorang musuh berkata, "Masuk ke semak, mungkin lebih bahaya. Bagaimana kalau langsung tembak beruntun saja dari sini?"

Xav mengumpat dalam hati. Ia melihat, pelurunya tinggal satu biji.

Ia menghembuskan napas, nekad keluar dari sema, mau melawan. Melihat Xav, para musuh itu menyeringai, sudah siap akan menembak.

"Akhirnya muncul juga kau, Tuan Muda?"

Namun, tiba-tiba suara klakson mobil terdengar begitu memekakkan telinga. "TIN.....!"

Xav mengernyit melihat mobil yang tidak asing di belakang para musuh.

Seorang anggota paling belakang musuh yang menoleh berteriak, "Awas...!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!