NovelToon NovelToon
PENJINAK SANG AROGAN

PENJINAK SANG AROGAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Pernikahan rahasia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Romansa / Nikah Kontrak
Popularitas:10.7k
Nilai: 5
Nama Author: YuKa Fortuna

Kisah romantis seorang aktor yang arogan bersama sang asisten tomboynya.
Seringkali habiskan waktu bersama membuat keduanya saling menyembuhkan luka masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6. Godaan Si Cantik

Allen berdiri kaku, jemarinya masih menggenggam ujung dompet tempat KTP terselip. Tatapan Koko Liang menusuk, penuh curiga, nyaris tak memberi ruang untuk menghindar.

“Cepat, Allen. Aku hanya perlu lihat sebentar aja,” desak Liang, nada suaranya dingin namun penuh tekanan.

Jantung Allen berdegup begitu kencang hingga ia yakin Liang bisa mendengarnya. Keringat dingin mengalir di pelipis, dan ia tahu, satu detik lagi rahasianya bisa pecah.

Namun tiba-tiba, suara berat yang sangat familiar menggema di udara.

“Koko.”

Koko Liang menoleh. Aldrich berjalan mendekat dengan langkah panjang, wajahnya serius. Aura kuatnya seketika menyedot perhatian semua orang di lokasi. Para kru spontan memberi jalan.

“Ko, aku perlu bicara. Sekarang.” Tanpa menunggu jawaban, Aldrich meraih lengan manajernya dan menepikannya ke sudut tenda produksi. Nada bicaranya tegas, jelas itu sesuatu yang penting.

Liang masih sempat melirik Allen dengan sorot mata penuh tanda tanya, namun tidak bisa menolak Aldrich. Ia akhirnya beranjak, meninggalkan Allen sendirian.

Allen mengembuskan napas panjang. Tubuhnya langsung merosot ke kursi terdekat. Ia menutup wajah dengan kedua tangan, lalu mengelus dada berkali-kali.

“Hampir aja…” gumamnya dengan suara bergetar. “Hampir aja semuanya terbongkar.”

Di kejauhan, Allen bisa melihat siluet Aldrich berbicara serius dengan Liang. Ia tidak tahu apa yang sedang mereka bahas, namun yang jelas, kehadiran Aldrich barusan tanpa sadar telah menyelamatkannya dari jurang kehancuran.

Tapi di balik rasa lega itu, Allen sadar, ini tidak akan bertahan selamanya. Liang sudah punya kecurigaan yang kuat. Dan Aldrich… pria itu mungkin jauh lebih tajam dalam membaca situasi.

Hari itu, Alleandra yang kini hidup sebagai Allen, belajar satu hal penting, waktunya untuk bersiap. Karena cepat atau lambat, rahasianya pasti akan terungkap.

.

Sesi syuting baru saja usai. Kru sibuk membereskan properti, sementara Aldrich duduk di kursi sutradara, menatap layar monitor untuk meninjau hasil adegan terakhir.

Allen sibuk memungut berkas naskah dan botol minum yang tercecer di meja samping. Saat itulah suara lembut menyapanya.

“Halo… kamu Allen, kan?”

Allen menoleh. Seorang wanita cantik berdarah Tionghoa berdiri di hadapannya. Rambut hitam panjangnya tergerai, wajahnya dihiasi riasan tipis namun elegan, dan senyumannya manis namun menyimpan kilau lain, kilau penuh perhitungan.

Ia adalah Meilin, salah satu lawan main Aldrich di film ini. Usianya mungkin pertengahan dua puluhan, sama sepertinya. Namun tapi pesonanya lebih matang dan berkelas.

“Eh, iya, saya Allen,” jawab Allen agak gugup, tak terbiasa didekati aktris papan atas secara langsung.

Meilin melangkah lebih dekat, jaraknya hanya sehelai napas. “Aku sering dengar Aldrich jarang sekali mau ganti asisten. Tapi anehnya… kamu bisa langsung diterima. Berarti kamu istimewa sekali, ya.”

Allen tersipu, berusaha menunduk. “Ah, gak juga, kak. Saya hanya beruntung.”

Meilin terkekeh kecil. Ia lalu menyentuh lengan Allen dengan ringan, sebuah sentuhan yang bagi banyak pria bisa membuat darah berdesir. Namun tentu saja tidak bagi Allen,

“Kamu pasti tahu banyak hal tentang Aldrich. Kebiasaan dia, hal-hal kecil yang tidak semua orang tahu…” suaranya turun menjadi bisikan. “…mungkin juga rahasia yang dia sembunyikan.”

Allen menegang. Hatinya langsung waspada. Ia tahu ini bukan sekadar basa-basi.

“Tapi tenang,” lanjut Meilin dengan senyum yang seakan bisa meluluhkan. “Aku gak akan cerita ke siapa-siapa. Aku cuma ingin mengenalnya lebih baik. Toh kita lawan main, kan? Aku ingin lebih dekat biar chemistry kami kuat di layar.”

Mata Allen bergetar. Kata-kata itu terdengar manis, tapi ia bisa merasakan niat tersembunyi di baliknya.

Allen menarik napas dalam, lalu menjawab dengan hati-hati, “Maaf, Kak Meilin. Tugas saya menjaga profesionalitas. Soal urusan pribadi Mas Aldrich… aku gak berhak membicarakannya.”

Meilin menatapnya cukup lama, kemudian tersenyum tipis. “Oh… jadi kamu tipe yang setia, ya. Menarik.” Ia melangkah mundur perlahan, namun sebelum pergi, ia sempat berbisik di telinga Allen, “Jangan terlalu kaku, Allen. Kadang… rahasia justru bisa jadi tiket emas.”

Ia beranjak pergi dengan langkah anggun, meninggalkan Allen yang masih berdiri kaku.

Dari kejauhan, tanpa mereka sadari, Aldrich sempat melirik ke arah keduanya. Tatapan matanya tajam, seakan mencatat setiap detail interaksi itu.

Allen kembali menghela napas, menyadari betapa rapuh posisinya. Bukan hanya Liang yang curiga, kini ada orang lain yang mencoba memancingnya. Dan ia tahu, setiap kata yang salah bisa jadi senjata untuk menjatuhkannya.

.

Langkah kaki Liang terdengar berat saat ia mendekati Allen yang tengah berdiri canggung di samping Meilin. Wajahnya tampak datar, namun sorot matanya menyimpan kewaspadaan.

“Allen,” panggilnya singkat, suaranya dalam dan menekan.

Allen menoleh cepat, mencoba menyunggingkan senyum ramah. “Ya, Ko?”

Liang melirik sekilas ke arah Meilin yang masih berdiri di dekat mereka, lalu kembali menatap Allen dengan intens. “Hati-hati, jangan terlalu terbuka sama siapapun.”

Allen terkejut, meski cepat menutupinya dengan tawa kecil. “Maksud Koko?”

Tanpa banyak bicara, Liang merangkul pundak Allen, menariknya untuk menjauh dari Meilin. Sentuhan itu terasa berat bagi Allen. Ada rasa ketidaknyamanan yang merayap.. Ia bisa merasakan otot-otot tubuhnya tegang, tapi wajahnya tetap ia pertahankan wajar.

“Meilin itu … bukan orang yang polos. Dia sering coba-coba dekat sama Aldrich, tapi gagal terus,” ujar Liang dengan nada pelan, seolah hanya ingin Allen yang mendengar. “Sekarang, sepertinya dia cari cara lain. Dan kamu … sepertinya target barunya.”

Allen menelan ludah. Ia tahu Liang sedang serius. Meski begitu, justru rasa risih yang makin menusuk ketika lengan berat itu masih bertengger di pundaknya. Ia ingin menepis, namun sadar betul tindakannya bisa membuat Liang semakin curiga.

Dengan sekuat tenaga ia menampilkan sikap biasa, bahkan tersenyum kecil. “Ah, aku pikir dia cuma berusaha bersikap ramah doang, Ko. Lagian aku … gak punya apa-apa yang bisa dia manfaatkan.”

Liang mendengus. “Kamu terlalu polos, Allen. Dunia ini gak sesederhana itu.”

Allen mengangguk cepat, pura-pura mengiyakan. Dalam hati ia berdoa agar lengan itu segera terangkat dari pundaknya.

Meilin yang masih memperhatikan dari jauh tersenyum tipis, seolah tahu ada sesuatu yang sedang dimainkan di balik sikap keras Liang. Sementara Allen hanya bisa berusaha mengendalikan diri, menyembunyikan keresahan dan ketidaknyamanannya.

Namun ia sadar, semakin lama kebersamaannya dengan orang-orang di lokasi ini, semakin banyak mata yang mengawasinya. Dan Liang ataupun Aldrich … mungkin menjadi ancaman paling dekat bagi penyamaran yang selama ini ia jaga rapat-rapat.

.

Suasana lokasi syuting mulai mereda. Kru berlarian ringan ke arah meja snack, beberapa aktor sibuk dengan ponselnya. Aldrich menurunkan skrip yang tadi ia pegang, lalu berdiri sambil merenggangkan tubuhnya. Dari kejauhan, Allen memperhatikan sambil memegang botol air mineral.

“Aduh … punggungku kok jadi kaku gini sih,” gumam Aldrich. Tatapannya jatuh tepat ke arah Allen. “Allen, sini sebentar.”

Allen terperanjat, nyaris menjatuhkan botol air di tangannya. “Eh, iya, Mas Aldrich?”

“Pundakku. Pegel banget. Bisa tolong pijat sebentar?” ucap Aldrich santai, lalu langsung duduk di kursi sutradara yang kosong. Ia menepuk-nepuk bahunya sendiri, memberi isyarat.

Allen terdiam kaku. Pijat? Ia bahkan tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Jangankan memijat seorang aktor besar, dirinya sendiri pun tidak tahu teknik dasar memijat. Ditambah lagi, harus menyentuh Aldrich sedekat itu, membuat wajahnya memanas tak karuan.

“Gimana? Bisa kan?” tanya Aldrich sambil tersenyum tipis, nada suaranya lembut namun menuntut.

Allen menelan ludah, lalu melangkah perlahan. “I-iya, Mas. Aku coba …”

Ia berdiri di belakang kursi Aldrich, menatap kedua bahu bidang yang begitu tegap. Jaraknya begitu dekat, sampai ia bisa mencium samar wangi parfum maskulin yang kuat. Tangannya bergetar ketika akhirnya menyentuh pundak pria itu.

“Jangan ragu,” ujar Aldrich ringan, menoleh sedikit. “Lebih kuat lagi. Kalo lembek begini, rasa pegalnya malah tambah parah.”

Allen langsung tersentak. “M-maaf, Mas… aku belum terbiasa …”

Aldrich tertawa kecil, suara baritonnya terdengar hangat. “Belum terbiasa? Masa? Kamu ini kan masih muda, pasti tenaga besar. Ayo, lebih kenceng.”

Allen mencoba menekan lebih kuat, meski masih canggung. Jemarinya terasa kaku. Sementara itu, Aldrich memejamkan mata, menikmati sensasi pijatan seadanya itu.

“Hmm … lumayan,” gumam Aldrich. “Tapi posisi tanganmu terlalu ke atas. Turunkan sedikit … nah, di situ. Ya, tekan lagi.”

Allen menurut, meski jantungnya berdetak cepat. Ia merasa seolah setiap detik, penyamarannya bisa runtuh hanya karena kedekatan ini.

“Kamu kayaknya tegang banget sih.,” komentar Aldrich tiba-tiba.

Allen tercekat. “T-tegang? Gak kok, Mas. Aku… biasa aja.”

Aldrich membuka matanya, melirik sekilas ke arah Allen. “Wajah kamu merah, Allen. Kamu gak sakit kan?”

Allen buru-buru menggeleng. “Gak! Gak sakit kok, Mas … mungkin cuma kepanasan.”

Aldrich tersenyum tipis. “Hati-hati. Kalo kamu sakit, aku juga bisa ketularan. Syuting bisa berantakan.”

“Gak, Mas. Aku sehat,” jawab Allen cepat, hampir memohon.

Hening sejenak. Hanya suara napas mereka berdua yang terdengar. Allen merasa keringat dingin membasahi pelipisnya, sementara jemarinya makin kaku.

“Allen,” suara Aldrich lagi, kali ini lebih lembut. “Kamu ini orangnya jujur ya?”

Allen terdiam. “M-maksud Mas?”

“Entah kenapa … dari caramu bicara, caramu bersikap, aku merasa kamu bukan tipe orang yang bisa bohong.” Tatapan mata Aldrich tajam, menusuk. “Jarang ada orang seperti itu di dunia ini.”

Allen gugup, jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia hanya bisa mengangguk kecil, tanpa kata.

Seketika suara Liang terdengar dari samping. “Mas Aldrich, jangan terlalu percaya sama anak baru. Mereka kadang … terlalu polos sampai bisa jadi masalah.”

Allen hampir menarik tangannya dari bahu Aldrich, tapi pria itu menepuknya lembut. “Sudah, cukup. Makasih, Allen.”

Allen buru-buru menunduk. “Sama-sama, Mas.”

Aldrich bangkit, menatapnya sejenak dengan senyum samar, lalu melangkah pergi untuk kembali ke ruangannya. Liang mendekat, menatap Allen dengan pandangan tajam yang membuat tengkuknya merinding.

“Kelihatan gugup sekali kamu,” sindir Liang. “Baru mijit pundak aja udah keringetan begitu.”

Allen tersenyum kaku, berusaha menahan diri. “Aku… memang belum pernah mijit, Ko. Jadi wajar kalo agak kikuk.”

Liang hanya mendengus, tatapannya seolah menyimpan tanda tanya besar.

Sementara itu, jauh di dalam hati Allen tahu, kejadian sederhana itu justru membuat dirinya semakin rawan. Terlalu banyak mata yang memperhatikan, dan salah satunya, adalah Aldrich sendiri.

.

YuKa/ 031025

1
Ria Adek
17.34 wib.. Hadir.. 🕺💃🏻
Nana2 Aja: kutunggu di pertigaan mbk. depan warung bakso bang udin🤭🤭🤭
total 5 replies
Ria Adek
17.15 Wib.. Hadir telat.. 🤣
Ria Adek: 🎶Dekat kamu, aku hangat.. Dekat kamu, aku asyik.. Dekat kamu, aku jadi bergairaahh.. Hangat² asmara.. Asyik² bercinta.. Larut dalam buaian.. Asmaraa..🎶🎤💃🏻🕺
By. Reina Shakila.. ✨Dekat Kamu.. ✨
total 1 replies
🌻sunshine🌻
nyaman terus aman terus apa ya🤭
🌻sunshine🌻
jangan ragu mas 🤭
D.Nafis Union
hari ini hari yang syahdu
adanya adegan romantis mulu
sayangnya tak ada paksu
udah balik cari cuan dulu, 😭😭😭
🌻sunshine🌻
icikiwiir mas aldrick waferr
🌻sunshine🌻
wow 😱😱
🌻sunshine🌻
malu malu meong 🤭
Ratih Tyas
Dalam bahasa tubuh kalian tuh hati kalian sudah bertaut🤭
Jadi lanjut aja sandiwaranya jadi pelaminan🤣
Ria Adek: Mau mereka nikah sandiwara, jika syarat nya terpenuhi & ijab nya sah.. Artinya mereka tetap Sah secara agama & negara.. Yeeayy.. 💃🏻🕺
total 3 replies
Ratih Tyas
Jantung mu aman Len? 🤭
🌻sunshine🌻: deg degan 🤭
total 1 replies
Ratih Tyas
Bayangin kanjeng Romo orang bule tapi dandan pake beskap🤭
Nana2 Aja
14.59 WIB
Seiring berjalannya waktu, double A makin dekat. dan pasti akan mudah bagi mereka saling jatuh cinta krn pada dasarnya mereka berdua udah sama2 ada rasa🥰🥰🥰
Nana2 Aja: tetep sabar
total 4 replies
Ratih Tyas
Ternyata aq blum komen🤣
padahal dah baca sampe bab baru🤭
D.Nafis Union
yeyy yeyy yeyyy, malu-malu meong nih dua-duanya, masih pd ragu, mau gk yah, klo diajak seriusan, 😁
YuKa Fortuna: kyanya mau deh. tp gatau jg🤣
total 1 replies
🌻sunshine🌻
semakin dekat semakin baik 🤭
🌻sunshine🌻
calon ibu mertua yg perhatian ..🤭
🌻sunshine🌻
seret saja mereka ke KUA kanjeng Romo 😄
🌻sunshine🌻
aku bayangin kanjeng Romo ini orang bule tinggi besar berwibawa tapi lucu seperti Irwan Musri tapi berambut 🤭
Biancilla
aldric sudah semakin menunjukkan kekhawatirannya kalau jauh dr Allen nih....si gunung es akhirnya mencair juga🤣
Nana2 Aja
21.25 WIB
modusmu Rich, nyuruh Allea pegang tanganmu karena takut Allea ilang pas di bandara. emang Allea anak kecil😭😭😭 tp gpp seh, biar chemistry diantara kalian semakin klik😂😂😂
mksh up nya kak Yuka🥰🥰🥰
🌻sunshine🌻: banyak modus mas aldrick hari ini 🤭
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!