NovelToon NovelToon
Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nagita Putri

Nathan memilih untuk menceraikan Elara, istrinya karena menyadari saat malam pertama mereka Elara tidak lagi suci.

Perempuan yang sangat ia cintai itu ternyata tidak menjaga kehormatannya, dan berakhir membuat Nathan menceraikan perempuan cantik itu. Namun bagi Elara ia tidak pernah tidur dengan siapapun, sampai akhirnya sebuah fakta terungkap.

Elara lupa dengan kejadian masa lalu yang membuatnya ditiduri oleh seorang pria, pertemuan itu terjadi ketika Elara sudah resmi bercerai dari Nathan. Pria terkenal kejam namun tampan itu mulai mengejar Elara dan terus menginginkan Elara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

****

Sehari sebelum sidang perceraian.

Di kamarnya, ia duduk di depan cermin, menatap wajah sendiri yang tampak letih. Jemarinya menggenggam erat sapu tangan kecil pemberian Nathan dulu, hadiah ulang tahun yang kini terasa menyakitkan.

Pintu kamar diketuk pelan.

“Elara, boleh Grandma masuk?” suara Irish terdengar lembut.

“Masuk saja, Grandma.” jawab Elara dengan suara pelan.

Irish masuk membawa secangkir teh hangat. Ia menaruhnya di meja kecil, lalu duduk di samping cucunya. Tatapannya jatuh pada wajah Elara yang jelas-jelas menahan tangis.

“Kau belum berhenti memikirkannya, ya?” tanya Irish.

Elara menarik napas panjang.

“Besok, Grandma, semuanya selesai besok. Aku nggak tahu apa aku bisa kuat berdiri di depan hakim. Aku takut air mataku jatuh lagi.” ucap Elara.

Irish mengusap tangan cucunya.

“Kalau pun air matamu jatuh, itu bukan kelemahan, sayang. Itu hanya bukti kalau kau pernah mencintai dengan sepenuh hati. Dan itu bukan sesuatu yang memalukan.” ucap Irish menguatkan.

Elara menoleh, matanya berkaca-kaca.

“Tapi bagaimana kalau dia datang dengan wajah yang tenang? Seolah-olah aku ini cuma kesalahan? Aku takut terlihat lemah di depannya.” ucap Elara.

Irish tersenyum tipis, menggeleng pelan.

“Elara, kekuatan bukan berarti kau tidak menangis. Kekuatan adalah ketika kau tetap berdiri, walau hatimu remuk. Dan aku tahu kau bisa.” ucap Irish.

Elara menggenggam tangan Irish dengan erat.

“Aku mencintainya, Grandma. Sampai sekarang aku masih tak percaya dia tega melepaskanku dengan cara seperti ini. Apa aku kurang baik? Apa aku terlalu membosankan hingga dia menuduhku?” tanya Elara.

Irish langsung menggeleng tegas.

“Jangan pernah salahkan dirimu. Kau sudah memberi yang terbaik, bahkan terlalu banyak. Kalau dia tidak mampu menghargainya, itu kelemahan dia, bukan kelemahanmu.” ucap Irish.

Elara menunduk, air mata jatuh membasahi tangannya.

“Aku takut, setelah ini aku tidak akan pernah bisa percaya dengan cinta lagi, Grandma.” Ucap Elara.

Irish menarik cucunya ke dalam pelukan hangat.

“Percayalah, sayang, cinta sejati tidak pernah meninggalkanmu. Kadang Tuhan hanya menyingkirkan orang yang salah, agar kelak kau bertemu dengan orang yang benar. Kau masih muda, jalanmu masih panjang. Jangan biarkan rasa takut menutup pintu hatimu.” ucap Irish memberikan kata-kata.

Elara terisak di pelukan itu.

“Aku janji aku akan coba kuat untuk besok, Grandma, tapi kalau aku jatuh, tolong peluk aku lagi, Grandma.” ucap Elara.

Irish tersenyum, menepuk lembut punggung cucunya.

“Aku akan selalu jadi pelukanmu, Elara. Bahkan kalau dunia menolakmu sekalipun, pelukan ini tidak akan pernah hilang.” ucap Irish.

Beberapa saat mereka hanya diam, saling menguatkan.

Hujan akhirnya turun, rintiknya terdengar di luar jendela. Irish merapikan rambut cucunya, lalu berkata.

“Kau dengar suara hujan itu? Kadang hidup memang seperti hujan, dingin, basah, membuatmu menggigil. Tapi setelah hujan reda, langit akan bersih, dan pelangi muncul. Besok mungkin hujan besar untukmu, tapi percayalah, pelangi itu akan datang.” ucap Irish.

Elara mengangguk pelan, lalu menatap Grandma nya dengan senyum getir.

“Grandma, kalau bukan karena kau, mungkin aku sudah benar-benar menyerah.” ucap Elara.

Irish mengusap pipi cucunya yang basah.

“Dan kalau bukan karena kau, aku tak punya alasan untuk tetap kuat di usia tuaku ini. Jadi kita saling menyelamatkan, sayang.” ucap Irish.

**

Malam itu, mereka akhirnya duduk bersama di ruang keluarga, menyalakan lampu temaram.

Irish bercerita tentang masa mudanya, tentang luka yang juga pernah ia alami. Elara mendengarkan dengan seksama, berusaha menyimpan setiap nasihat itu di hatinya sebagai perisai menghadapi hari esok.

Saat menjelang tidur, Elara memeluk Grandma nya erat-erat.

“Besok tolong temani aku, ya, Grandma. Aku tak mau masuk ruang sidang sendirian.” ucap Elara.

Irish menepuk pelan punggung cucunya.

“Tentu saja, sayang. Aku akan ada di sisimu dari awal sampai akhir. Kau tidak pernah sendirian.” ucap Irish membalas.

Dan malam itu, meski hatinya masih gelisah, Elara tidur dengan sedikit lebih tenang, karena ia tahu, esok hari yang berat akan ia hadapi bersama Grandma nya.

****

Hari sidang perceraian.

Elara berdiri di tangga masuk, jari-jarinya saling menggenggam erat, bergetar. Irish berdiri di sampingnya, menepuk pelan bahu cucunya.

“Elara.” suara Irish lembut.

“Ingat apa yang kau janjikan semalam. Kau datang bukan untuk kalah, bukan untuk menang. Kau datang untuk merelakan.” ucap Irish.

Elara menarik napas panjang, matanya menatap pintu besar di depannya.

“Aku siap, Grandma, walaupun hatiku masih sedikit bergetar.” ucap Elara.

“Kalau bergetar, genggam tanganku. Aku ada di sini.” Irish tersenyum, menggenggam tangan cucunya erat.

Begitu mereka melangkah masuk, ruang sidang terasa dingin. Bangku panjang kayu tampak kosong.

Tak ada keluarga Nathan di sana kosong, seolah pernikahan itu sejak awal memang tidak diinginkan pihak keluarganya.

Elara duduk di kursi penggugat, sementara beberapa meter di seberang sana, Nathan sudah menunggu.

Pria itu mengenakan kemeja putih sederhana, wajahnya tegas namun matanya tampak letih. Untuk sesaat, Elara dan Nathan saling menatap tapi tatapan itu kosong, seperti dua orang asing yang kebetulan dipertemukan dalam ruang yang sama.

Hakim masuk, suara palu diketukkan, memulai sidang. Suasana langsung menjadi kaku.

“Saudari Elara, Saudara Nathan,” suara hakim terdengar.

“Hari ini kita melaksanakan sidang perceraian sesuai gugatan yang telah diajukan. Apakah kedua belah pihak masih tetap pada keputusan untuk berpisah?” tanya Hakim.

Elara menelan ludah, lalu dengan suara yang bergetar ia menjawab.

“Ya, Yang Mulia. Saya sudah siap menerima keputusan ini.” ucap Elara.

Nathan menghela napas panjang, bahunya sedikit jatuh.

“Ya, Yang Mulia. Saya juga tetap pada keputusan itu.” ucap Nathan juga.

Irish yang duduk di bangku pengunjung menggenggam tasnya erat-erat. Hatinya ikut teriris melihat cucunya harus mengucapkan kata-kata yang berat itu.

Hakim melanjutkan dengan beberapa pertanyaan formal, lalu menanyakan tentang harta, hak, dan tanggung jawab.

Elara menunduk sebentar sebelum menjawab.

“Saya tidak menuntut apapun, Yang Mulia. Saya hanya ingin perceraian ini berjalan damai.” ucap Elara.

Nathan menatap sekilas ke arah Elara, matanya berkedip cepat seakan menahan sesuatu.

“Saya…saya juga tidak menuntut apa-apa. Biarkan semuanya selesai dengan tenang.” ucap Nathan.

Sidang berlangsung hampir satu jam, meski waktu terasa sangat lambat bagi Elara. Setiap kata, setiap kalimat dari hakim, menusuk telinganya. Hatinya bergetar tapi ia tetap duduk tegak, seperti yang ia janjikan pada Irish.

Akhirnya, setelah semua prosedur selesai, hakim mengetukkan palu sekali lagi.

“Dengan ini, pernikahan Saudari Elara dan Saudara Nathan resmi diputuskan. Kalian sah bercerai. Semoga ke depan, masing-masing bisa menjalani hidup dengan lebih baik.” ucap Hakim.

Suasana ruangan hening. Palu yang diketukkan tadi seakan menghancurkan sesuatu di dalam dada Elara. Ia menunduk dalam, meremas ujung rok yang ia kenakan.

Irish menatap cucunya dengan mata berkaca-kaca. Ia ingin berlari memeluk Elara, tapi ia tahu, cucunya harus menyelesaikan detik-detik terakhir ini sendiri.

Nathan perlahan berdiri, lalu berjalan ke arah Elara. Langkahnya berat, seakan setiap langkah menarik beban di dadanya. Elara ikut berdiri, menegakkan tubuhnya meski matanya masih basah.

Nathan berhenti tepat di depannya. Sesaat, keduanya hanya diam. Lalu dengan suara parau, Nathan berkata.

“Elara terima kasih, sudah pernah menjadi bagian dari hidupku.” ucap Nathan.

Elara menatapnya. Ada luka, ada sesak, tapi juga ada ketenangan. Ia mengangguk pelan.

“Dan terima kasih juga, karena pernah mencintaiku, meski akhirnya kita berakhir di sini.” balas Elara.

Nathan mengulurkan tangannya.

“Boleh, kita bersalaman untuk terakhir kali?” tanya Nathan.

Hening. Elara menatap tangan itu lama, lalu mengulurkan tangannya sendiri. Jemari mereka bertemu, hangat, tapi sekaligus dingin. Seperti salam perpisahan yang tak akan pernah terulang.

Nathan menunduk sedikit, suaranya bergetar.

“Aku, aku sebenarnya...” ia terdiam, menarik napas panjang. Matanya tampak berkaca-kaca, tapi ia segera melepaskan genggaman itu.

“Semoga kau bahagia, Elara.” ucap Nathan lagi.

Elara menahan air matanya, ia tersenyum tipis.

“Semoga kau juga, Nathan.” balas Elara.

Mereka melepaskan genggaman tangan itu. Rasanya seperti melepaskan seluruh kenangan yang pernah mereka bangun bersama.

Irish segera menghampiri cucunya, merangkul bahu Elara erat.

“Sudah selesai, sayang. Kau sudah sangat kuat.” ucap Irish bergumam.

Elara menutup matanya sebentar, menyandarkan kepalanya di bahu Irish.

“Aku ikhlas, Grandma. Aku benar-benar ikhlas sekarang.” ucapnya.

Nathan berdiri beberapa detik lebih lama, menatap punggung Elara yang dipeluk oleh Irish.

Ada sesak yang tak bisa ia ungkapkan, tapi ia tahu keputusan sudah final. Ia berbalik, melangkah pergi, meninggalkan ruang sidang itu.

Sementara Elara, dengan air mata yang jatuh perlahan, tersenyum getir. Ia tahu luka itu masih ada, tapi ia juga tahu langkah hidupnya kini sudah harus ia mulai sendiri.

Bersambung…

1
Rasmi Linda
kau bodoh dia naksir kau
Jumiah
jangan kawatir lara kmu akan mendapatkan yg lebih baik dri sebelum x..
Siti Hawa
aku mmpir thoor... dari awal aku baca, aku tertarik dengan ceritanya... semangat berkarya thoor👍💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!