Menjadi istri kedua hanya untuk melahirkan seorang penerus tidak pernah ada dalam daftar hidup Sheana, tapi karena utang budi orang tuanya, ia terpaksa menerima kontrak pernikahan itu.
Hidup di balik layar, dengan kebebasan yang terbatas. Hingga sosok baru hadir dalam ruang sunyinya. Menciptakan skandal demi menuai kepuasan diri.
Bagaimana kehidupan Sheana berjalan setelah ini? Akankah ia bahagia dengan kubangan terlarang yang ia ciptakan? Atau justru semakin merana, karena seperti apa kata pepatah, sebaik apapun menyimpan bangkai, maka akan tercium juga.
"Tidak ada keraguan yang membuatku ingin terus jatuh padamu, sebab jiwa dan ragaku terpenjara di tempat ini. Jika bukan kamu, lantas siapa yang bisa mengisi sunyi dan senyapnya duniaku? Di sisimu, bersama hangat dan harumnya aroma tubuh, kita jatuh bersama dalam jurang yang tak tahu seberapa jauh kedalamannya." —Sheana Ludwiq
Jangan lupa follow akun ngothor yak ...
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
Tiktok @Ratu Anu👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Datang Bulan
Saat Sheana keluar dari kamar untuk sarapan, Luan sudah berdiri di pintu dapur. Melihat kedatangan Sheana, pemuda itu langsung menyapa dengan menundukkan kepala sopan. Sheana pun melakukan hal yang sama, dan detik itu Batari menghampirinya.
"Nyonya, ini keponakan saya—namanya Luan, mulai hari ini dia akan bekerja di rumah ini sebagai security," ucap Batari memperkenalkan keponakannya. Karena dia sendiri yang mengajukan Luan kepada Ruben, supaya Luan bisa bekerja di kota.
Sheana mengulas senyum tipis, pantas saja mereka terlihat akrab, ternyata mereka masih keluarga.
"Aku Sheana, selamat bekerja ya, semoga kamu betah," balas Sheana dengan ramah.
"Terimakasih, Nyonya," balas Luan ikut tersenyum.
Sheana memulai paginya dengan wajah yang cukup ceria. Namun, tiba-tiba dia merasakan sakit di area perutnya. Padahal hari ini dia harus ikut ke rumah sakit untuk pemeriksaan.
"Nyonya, Anda baik-baik saja?" tanya Batari yang melihat Sheana meringis sambil memegangi perut.
"Perutku agak sakit, Bi," jawab Sheana.
"Saya buatkan air hangat ya." Batari menawarkan dan langsung bertindak mengambil air hangat untuk Sheana. Namun, semua tak lantas membuat Sheana membaik, dan akhirnya Sheana baru ingat, kalau sudah jadwalnya datang bulan.
Puk!
Sheana menepuk jidatnya dan buru-buru pergi ke kamar untuk mengeceknya. Sebab jika itu benar-benar terjadi, maka rencana ke rumah sakit sudah tentu gagal.
Di sisi lain Ruben dan Felicia telah datang untuk menjemput Sheana. Mereka langsung disambut oleh Luan, yang memang bekerja di area depan. Dengan cekatan Luan membuka gerbang sekaligus membukakan pintu mobil untuk Ruben.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Luan setelah melirik sekilas Ruben yang berada di depannya. Dia tak berani mengangkat wajah ataupun menatap sebelum pria itu mengizinkannya.
Kening Ruben berkerut saat mendapati keberadaan Luan, karena ini pertama kalinya dia melihat pria itu.
"Kau—"
Ruben menelisik penampilan Luan yang belum memakai seragam dari atas sampai bawah.
"Saya security baru disini, Tuan," jawab Luan, menjelaskan kebingungan Ruben.
Ruben menarik sudut bibirnya kemudian mengangguk.
"Oh kau keponakannya Batari?"
"Benar, Tuan," jawab Luan dengan cepat.
"Jaga rumah ini dengan baik, jika ada yang mencurigakan langsung hajar saja, dan jangan lupa untuk melapor pada Batari!" ucap Ruben sambil menepuk bahu Luan beberapa kali. Dia menempatkan dua security di rumah ini supaya keamanannya lebih terjaga, termasuk Sheana yang ada di dalamnya. Dia tidak ingin kalau sampai Sheana terekspos, apalagi dengan embel-embel istri keduanya.
Luan langsung mengangguk, sementara Ruben masuk ke dalam bersama Felicia. Saat melewati Luan, Felicia hanya melirik acuh tak acuh.
"Di mana dia?" tanya Ruben kepada para pelayan yang sedang bekerja.
"Nyonya Shean masuk ke kamar, Tuan, tadi Nyonya mengeluh perutnya sakit," jawab Paramita, yang merupakan salah satu pelayan di sana.
Mendengar itu, Felicia langsung menghela nafas kasar dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Sakit? Ini bukan alasan kan?" tanyanya sambil melirik Ruben dengan cemberut.
"Biar aku pastikan," jawab Ruben, lalu melangkah ke kamar utama, di sana ada Batari yang mengantarkan pembalut untuk Sheana, karena wanita itu benar-benar datang bulan.
Ceklek!
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Ruben menyelonong masuk, bersamaan dengan Sheana yang keluar dari kamar mandi. Sorot mata mereka saling bertabrakan dan Sheana memutusnya lebih dulu.
"Maaf, Tuan, sepertinya kita tidak bisa ke rumah sakit sekarang," ujar Sheana.
"Ada apa?" tanya Ruben dengan tatapan nyalang sambil mendekati Sheana, sementara Batari segera menyingkir, karena tak ingin menjadi penghalang interaksi keduanya.
"Saya—saya ternyata datang bulan, jadi tidak mungkin kan pemeriksaan ini dilakukan," jawab Sheana apa adanya.
Ruben berdecih, bukannya percaya dia malah menganggap bahwa ini semua adalah akal-akalan Sheana supaya bisa lebih lama menikmati kemewahan yang dia berikan.
"Jangan bohong!" cetus Ruben sambil mencengkram lengan Sheana dengan kuat sampai wanita itu meringis sakit.
"Shh ... tidak ada yang sedang berbohong, Tuan, tanya saja pada Bibi Batari! Saya memang datang bulan," balas Sheana dengan tegas. Bukankah dia tidak perlu takut? Karena di sini merekalah yang membutuhkannya.
Ruben menarik nafas panjang sambil mengatupkan bibirnya. Karena Sheana sudah menghancurkan jadwalnya pagi ini, bahkan Sheana berani melawan.
"Benar, Tuan, Nyonya Shean tidak bohong, saya berani jamin," seru Batari yang berdiri di ambang pintu. Karena selagi tak disuruh pergi, dia tidak akan pergi dari tempat tersebut.
Mendengar itu, kekesalan Ruben semakin bertambah, dia yang semula mencengkram lengan Sheana, kini justru mendorong wanita itu hingga Sheana menabrak dinding, beruntung Batari langsung sigap menangkapnya sehingga wanita itu tak sampai jatuh ke lantai.
"Jangan mengulur waktu! Setelah datang bulanmu selesai, pastikan tidak ada drama lagi. Jika kamu melakukannya, siap-siap saja aku akan membuat keluargamu sengsara!" tukas Ruben sambil menunjuk wajah Sheana.
Jiwa keberanian Sheana sedikit menciut, karena ternyata posisi mereka imbang. Dia memang dibutuhkan untuk melahirkan seorang penerus, sementara dia membutuhkan Ruben untuk melunasi hutang-hutang keluarganya.
Cih, dia benci dengan situasi ini, situasi yang menjeratnya, hingga dia kesulitan untuk mengambil langkah. Bahkan untuk sekedar membalas ucapan Ruben, dia perlu berpikir ulang berpuluh-puluh kali.
"Nyonya, Anda tidak apa-apa?" tanya Batari sambil membantu Sheana untuk berdiri dengan tegak.
Sheana mengangguk seraya menatap kepergian Ruben yang berjalan dengan penuh keangkuhan, sampai dia mengesampingkan rasa sakit di perutnya.
"Ada apa?" tanya Felicia yang melihat Ruben keluar sendirian.
"Kita tidak bisa ke rumah sakit sekarang, wanita itu datang bulan, jadi kita undur ke minggu depan ya," jawab Ruben, berbeda sekali cara bicaranya ketika bersama sang istri pertama.
Felicia menghela nafas kecewa, tapi dia langsung mendapat usapan lembut dari suaminya.
"It's oke, minggu depan itu tidak lama, Sayang," ucap Ruben menenangkan. Dia juga mengecup pipi Felicia, kemudian mengeluarkan ponsel untuk menghubungi dokter yang sudah mereka booking.
'Ternyata wanita ini cukup merepotkan!' batin Felicia sambil melirik tajam ke arah pintu kamar utama.
jadi ketagihan sma yg baru kan .... wah ternyata