Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pedofil?
Mereka bertiga jelas kembaran, wajah hampir mirip satu sama lain. Bedanya hanya ada di aura dan sikap
Begitu duduk di dekat adiknya, Sargio langsung membaca suasana “Hmm… ketegangan macam apa yang aku lewatkan di sini?” tanyanya, nada suaranya ringan namun penuh selidik
Samudra menoleh sekilas, suaranya tetap datar “Papa barusan telepon, dia nyuruh kita pulang malam ini. Katanya ada seseorang yang mau Papa kenalkan"
Sargio membuka kaleng minuman dengan bunyi psst khas, lalu meneguk sedikit “Seseorang? Kira kira siapa?”
Sagara yang sedari tadi hanya bersandar akhirnya menyelutuk, bibirnya melengkung sinis
“Kayaknya, gue tahu siapa yang bakal papa kenalin malam ini ke kita”
Samudra meliriknya, alis sedikit berkerut “Lo tahu?”
Sagara mengangkat ponselnya, layar menyala memperlihatkan sebuah foto. Di sana jelas terlihat Papa mereka, Niko turun dari mobil sambil menggendong seorang gadis muda yang tampak pingsan
Samudra menatap layar ponsel itu beberapa detik. Sorot matanya menyipit, dingin tapi jelas menyimpan rasa ingin tahu
“Siapa cewek itu?” tanyanya datar, nada suaranya berat di bawa angin sore
Sagara mengangkat bahunya santai, senyumnya masih melekat nakal
“Gue juga nggak tahu” jawabnya sembari memainkan botol minuman di tangannya “Tapi… kalau tebakan gue sih, mungkin dia calon istri Papa. Soalnya nggak mungkin Papa bawa pulang cewek sembarangan, kan?”
Sejenak hening. Lalu, mendadak Samudra meledak tertawa keras. Tawanya penuh nada mengejek, sampai tubuhnya sedikit membungkuk ke depan
“BHAHAHAHA... Gila lo Gar! Istri Papa?!” ia menepuk lututnya, masih terpingkal “Lo lihat baik baik deh. Dari tubuhnya aja udah kelihatan kalau dia masih seumuran sama kita. Mana mungkin Papa sampai segitunya…”
Sargio menurunkan kaleng minumannya, jemarinya mengetuk pelan dinding alumunium yang dingin. Ia tidak buru buru menjawab, hanya menatap lurus ke arah Samudra yang masih tertawa geli, lalu melirik sekilas pada Sagara yang jelas jelas menunggu reaksinya
“Apa pun maksud Papa, gue rasa bukan hal sepele” gumam Sargio, suaranya tenang tapi tegas “Papa nggak pernah bawa orang asing pulang kalau bukan ada tujuan besar”
Sagara langsung mendengus sambil menjentikkan jari ke arah layar ponselnya yang masih menampilkan foto itu
“Ya, makanya gue bilang, kalau bukan di kenalin sebagai ibu tiri kita, lalu apa? Masa Papa cuma iseng gendong cewek pingsan terus bawa pulang? Nggak masuk akal Bro”
Samudra, yang duduk di sisi lain, spontan meledak tawa lagi sampai tubuhnya sedikit membungkuk “Lu tuh Gar… otak lu kebanyakan drama. Ibu tiri? Cewek itu bahkan keliatan masih seusia kita! Mana mungkin Papa sefrontal itu”
Sagara mengangkat bahu santai, wajahnya tanpa rasa bersalah “Siapa tahu Papa lagi pengen eksperimen hidup baru. Atau, jangan Jangan… Papa lagi butuh hiburan. Lagian, nggak aneh kan kalau orang kaya tiba tiba punya pasangan muda? Dunia kayak gini banyak contohnya”
Sargio memutar bola matanya malas, sementara Samudra masih terpingkal. Tapi dalam hati, ketiganya tahu ucapan Sagara, meski kedengarannya konyol, tetap menimbulkan tanda tanya yang menggelitik
....
Malam pun tiba, ruang keluarga besar itu terasa lebih megah dari biasanya. Lampu kristal yang menggantung di langit langit berkilau lembut, memantulkan cahaya ke meja panjang tempat Niko duduk dengan tenang. Di hadapannya sudah tersusun minuman dan beberapa hidangan ringan yang tak tersentuh
Suara langkah berat terdengar dari arah pintu. Tiga sosok masuk bersamaan dengan aura khas mereka masing masing
Samudra datang dengan gaya santai, tangan di saku, wajahnya memancarkan kesombongan tipis bercampur cuek. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa seolah itu kursinya sendiri
Di belakangnya, Sagara masuk sambil bersiul kecil, senyum usil menghiasi wajah tampannya. Ia langsung meraih buah di meja dan menggigitnya tanpa izin
Sedangkan sang sulung, Sargio melangkah terakhir dengan aura paling dewasa. Wajahnya serius, tatapannya dalam, tapi ada sedikit ketegangan di garis rahangnya
Niko tersenyum tipis melihat mereka. Senyum yang sudah lama tak pernah terlihat sejak kepergian istrinya. Namun bagi Samudra, senyum itu justru terasa aneh. Ia menatap lekat ayahnya dan dalam hati bergumam 'Sejak kapan Papa bisa setenang ini? Sejak Mama pergi, senyum itu hilang. Apa mungkin yang di bilang Sagara… benar?'
Senyum Niko masih terjaga saat ia bersiap membuka suara, namun tiba tiba langkah pelan terdengar. Dari arah tangga, muncul sosok gadis muda dengan dress sederhana berwarna krem lembut. Rambutnya tergerai, wajahnya polos tanpa riasan berlebihan, justru membuat kecantikannya semakin natural
Selina. Ketiga pasang mata itu sontak membelalak
Samudra hampir terbatuk karena minuman yang baru ia teguk, matanya tak berkedip menatap gadis itu. Sagara, lebih parah lagi, sampai melongo tanpa malu, bahkan matanya dengan terang terangan menyapu dari ujung rambut hingga kaki Selina
Sedangkan Sargio… sempat menatap Selina beberapa detik, cukup lama lalu buru buru memalingkan wajahnya dengan rahang mengeras
Selina yang awalnya hanya berniat masuk untuk menyapa, langsung salah tingkah. Tatapan tiga lelaki dengan wajah hampir identik itu membuatnya gugup. Ia menggenggam jemari tangannya sendiri, bingung harus berkata apa
“Kenalin ini Selina” ucap Niko dengan suara tenang namun penuh wibawa. Tatapannya menyapu ketiga anak lelakinya yang kini duduk di ruang keluarga, sementara Selina berdiri canggung di sisi sofa “Mulai malam ini, dia akan tinggal di rumah ini. Dan mulai sekarang juga, dia akan menjadi-”
“Jadi ini mama baru kita ya?” suara Samudra tiba tiba memotong dengan nada dingin, tapi ada sinis samar yang menyelip. Ia menyandarkan tubuh ke sofa dengan santai, mata tajamnya menatap Selina dari ujung kepala hingga kaki. Bibirnya kemudian melengkung tipis “Hm… masih muda sekali. Hai Mama angkat. Sepertinya kita seumuran”
Kata kata itu membuat wajah Selina memanas. Ia ingin menjawab, tapi lidahnya kelu, apalagi tatapan tiga pasang mata kembar itu terasa begitu menusuk
Tiba tiba Sagara berdiri. Kursi yang ia duduki bergeser kasar menimbulkan suara berderit
“Papa serius?!” serunya lantang, matanya membelalak tak percaya “Apa Papa sudah jadi pedofil sekarang? Umurnya bahkan belum legal! Dia…” Sagara menoleh pada Selina, menatap lekat dengan tatapan berani "Lebih cocok jadi istriku, bukan istri Papa!”
Sekejap, ruangan itu membeku
Samudra langsung tertawa keras, hampir terjatuh dari sofa karena terlalu terhibur “Gila! Kau benar benar ucapkan itu Gar? Astaga… Gue nggak nyangka!”
Sargio menoleh cepat ke arah Sagara, wajahnya menegang. Ia tampak jelas menahan diri agar tidak menegur adiknya di depan semua orang
Sementara Selina? Tubuhnya kaku di tempat, wajahnya memerah menahan malu. Kata kata Sagara menampar keras harga dirinya, membuatnya salah tingkah luar biasa
Di sisi lain, Niko menutup mata sejenak, jemarinya naik memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Kesabarannya hampir habis, tapi ia tahu jika ia tidak segera meluruskan, situasi ini bisa semakin kacau