NovelToon NovelToon
Istri Bayangan

Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Nindya adalah wanita empatik dan gigih yang berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Kehidupannya yang sederhana berubah ketika ia bertemu Andrew, pria karismatik, mapan, dan penuh rahasia. Dari luar, Andrew tampak sempurna, namun di balik pesonanya tersimpan kebohongan dan janji palsu yang bertahan bertahun-tahun.

Selama lima tahun pernikahan, Nindya percaya ia adalah satu-satunya dalam hidup Andrew, hingga kenyataan pahit terungkap. Andrew tetap terhubung dengan Michelle, wanita yang telah hadir lebih dulu dalam hidupnya, serta anak mereka yang lahir sebelum Andrew bertemu Nindya.

Terjebak dalam kebohongan dan manipulasi Andrew, Nindya harus menghadapi keputusan tersulit dalam hidupnya: menerima kenyataan atau melepaskan cinta yang selama ini dianggap nyata. “Istri Bayangan” adalah kisah nyata tentang pengkhianatan, cinta, dan keberanian untuk bangkit dari kepalsuan yang terselubung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Nindya terdiam, lalu akhirnya menjawab singkat.

“Saya ditegur manajemen. Katanya saya terlalu dekat dengan Anda.”

Andrew mengerutkan kening.

“Itu konyol. Saya yang sering mencari kamu, bukan sebaliknya.”

“Ya, tapi di mata orang lain tidak seperti itu.” Nindya menatapnya sebentar, lalu mengalihkan pandangan.

“Saya butuh pekerjaan ini. Jadi tolong, jangan membuat saya terlihat berbeda dari staf lain.”

Andrew menahan diri untuk tidak merespons terlalu jauh. Ia hanya berkata, pelan, “Mengerti, tapi ini hak semua orang untuk bicara dengan siapapun.”

"Bapak tolong mengerti ada SOP yang harus di patuhi."

"Kalau saya tetap ingin bicara dengan kamu mereka bisa apa?."

Kalimat itu membuat dada Nindya bergetar. Ia ingin marah, ingin mengatakan jangan bicara sembarangan. Tapi bagian lain dari dirinya justru merasa dilindungi.

Dan itu, justru membuat segalanya semakin berbahaya.

Sejak teguran dari manajemen, hari-hari Nindya berjalan kaku. Ia sengaja menjaga jarak, bahkan dengan tamu reguler lainnya, agar tidak ada lagi gosip yang menyeret namanya. Tapi justru sikap itu membuat pekerjaannya terasa hampa.

Andrew pun merasakannya. Interaksi yang dulu hangat kini berubah dingin dan formal.

Suatu sore, saat Nindya hendak pulang, Andrew menghampirinya di parkiran. Tidak ada tatapan menggoda atau basa-basi, hanya nada serius yang jarang ia tunjukkan.

“Nindya, saya tahu kamu ditekan di tempat kerja karena saya. Dan saya tidak mau itu merugikanmu.”

Nindya mendesah pelan.

“Saya sudah bilang, tolong jangan terlalu sering mencari saya. Ini membuat saya dalam masalah”

“Bukan itu intinya,” potong Andrew. Ia menatapnya dalam.

“Kamu butuh tempat di mana kemampuanmu dihargai, bukan dipelototi karena gosip murahan.”

Nindya mengernyit.

“Maksud Bapak?”

“Saya butuh staf clerk baru di kantor cabang Batam,” katanya, tenang.

“Posisi itu cocok dengan latar belakangmu. Kalau kamu mau, saya bisa rekomendasikan langsung.”

Kata-kata itu membuat Nindya terpaku. Tawaran pekerjaan lain—apalagi dari seorang manajer eksekutif seperti Andrew—bukan hal sepele.

Apalagi gajinya pasti lebih tinggi dari pekerjaannya sekarang. Tapi… bekerja langsung di bawah Andrew?

“Kenapa saya?” tanyanya hati-hati.

Andrew tersenyum tipis.

“Karena saya lihat kamu punya ketelitian, dan kamu bisa dipercaya. Saya tidak akan menawarkan kalau saya tidak yakin.”

Nindya menunduk, pikirannya berputar cepat. Tawaran itu tampak seperti solusi dari masalahnya di hotel. Tapi bagian lain dari dirinya khawatir, apakah ini benar-benar kesempatan… atau justru jebakan?

“Pikirkan saja dulu,” lanjut Andrew.

“Tidak ada paksaan,tapi jangan menolak hanya karena takut penilaian orang hidup ini terlalu singkat untuk membiarkan orang lain menentukan langkah kita.”

Malam itu, di kamar kecilnya, Nindya merenung lama. Tawaran Andrew seperti pintu baru yang terbuka di depan mata. Tapi pintu itu juga penuh tanda tanya.

Ia menatap anaknya yang sudah terlelap, lalu berbisik pada diri sendiri, Apakah ini jalan keluar… atau justru awal dari masalah yang lebih besar?

Keesokan harinya, Nindya duduk di ruang istirahat hotel dengan secangkir kopi yang sudah dingin. Pikirannya masih menimbang tawaran Andrew. Kata-kata “hidup ini terlalu singkat” terus terngiang, tapi ia juga tahu, keputusan sembarangan bisa menjerumuskannya.

Seorang rekan kerja masuk, lalu melempar tatapan sinis.

“Hati-hati Nind, jangan terlalu akrab sama tamu nanti kamu kena lagi.” Ucapannya terdengar seperti sindiran lebih daripada peringatan.

Nindya hanya tersenyum hambar ia tidak membalas tapi hatinya makin berat. Sampai kapan ia harus bertahan di tempat yang memperlakukannya seperti tersangka, hanya karena profesionalismenya disalah pahami?.

Malamnya, Andrew kembali menemuinya. Kali ini di lobi, saat Nindya sedang shift malam.

“Kamu sudah pikirkan?” tanya Andrew, suara rendah, nyaris berbisik.

Nindya menegakkan bahu.

“Saya tidak bisa asal terima saya punya anak yang harus saya biayai.”

Andrew mengangguk, seolah sudah menduga jawabannya.

“Fair ...kamu butuh jaminan kalau soal gaji, jelas lebih baik benefit juga standar multinasional tidak perlu khawatir.”

Nindya menatapnya lekat ada kesungguhan di wajah Andrew yang jarang ia lihat sebelumnya. Namun justru kesungguhan itulah yang membuatnya semakin waspada. Apa benar ini murni profesional? Atau ada agenda lain?

Sepulang kerja, Nindya membuka laptop dan mulai menulis surat resign. Jari-jarinya berhenti di tengah jalan.

Kata-kata terasa berat. Ada rasa lega membayangkan terbebas dari tekanan hotel, tapi ada juga ketakutan meninggalkan zona aman.

Ia menatap layar lama, lalu menutup laptop. Belum sekarang, gumamnya.

Keesokan paginya, supervisor memanggilnya lagi. Nada suaranya dingin,

“Nindya, kami minta kamu lebih berhati-hati. Tamu reguler itu penting, tapi jangan sampai menimbulkan gosip.”

Kalimat itu menusuk bukan nasihat, tapi penghakiman. Saat keluar dari ruangan, Nindya merasa keputusannya mulai jelas.

.Keesokan Paginya Nindya melangkah ke kantor dengan sebuah map cokelat di tangan. Tangannya sedikit gemetar, tapi langkahnya mantap. Map itu berisi surat resign yang sudah ia tulis semalam.

Ia sempat duduk di meja resepsionis sebentar, menarik napas panjang.

Sekilas ia melihat rekan kerja yang ia curiga melaporkannya, melirik tajam sambil berbisik dengan yang lain. Gosip memang cepat menyebar, dan ia sudah lelah menjadi bahan obrolan.

Akhirnya, ia berdiri dan menuju ruangan supervisor. Ketukan pelannya disambut suara dingin,

“Masuk.”

Nindya menyerahkan map itu dengan kedua tangan.

“Saya ingin mengajukan resign, Bu.”

Supervisor itu membuka map, membaca sekilas, lalu menatapnya tanpa ekspresi. “Kamu yakin? Kinerja kamu bagus banyak yang berharap kamu bisa bertahan.”

Nindya menahan diri untuk tidak tersenyum miris. Bertahan? atau bertahan jadi bahan gunjingan? pikirnya.

“Saya yakin, Bu lingkungan kerja di sini sudah tidak kondusif bagi saya, saya tidak bisa bekerja di lingkungan toxic.”

Supervisor itu menghela napas, lalu menandatangani lembar penerimaan surat. “Baiklah.. kami terima pengunduran diri kamu, dua minggu ke depan masih masa transisi, tapi kalau kamu mau cepat, kita bisa bahas lagi.”

“Terima kasih,” jawab Nindya singkat.

Di pantry, beberapa rekan kerja langsung menodongnya dengan pertanyaan.

“Eh, beneran resign, Nind?”

“Kenapa sih? kan hotel kita ini tempat nyaman.”

"Atau, jangan-jangan gara-gara tamu itu…” bisik salah seorang sambil tertawa sinis

Nindya tidak menanggapi. Ia hanya merapikan barang-barangnya, lalu keluar dari ruangan itu tanpa menoleh.

Saat berdiri di luar gedung, menatap langit Batam yang cerah, ada rasa lega sekaligus cemas. Lega karena satu beban besar akhirnya ia lepaskan. Cemas karena masa depan kini sepenuhnya bergantung pada langkah berikutnya.

Ia memeluk erat tas kecilnya, berbisik pada diri sendiri, Aku tidak bisa terus di sini aku harus maju demi diriku demi anakku.

Sore itu, Nindya duduk sendirian di sebuah kafe kecil dekat pelabuhan. Ia baru saja keluar dari hotel untuk terakhir kalinya setelah menyerahkan barang-barang kerja. Ada rasa hampa yang aneh—seperti melepas identitas yang sudah lama ia kenakan.

Ponselnya bergetar. Nama Andrew muncul di layar.

Ia sempat ragu untuk mengangkat, tapi akhirnya menekan tombol hijau.

“Halo?”

“Nindya.” Suara Andrew terdengar tenang, tapi ada nada penasaran.

“Saya dengar kamu sudah resign?”

Nindya tersenyum miris.

“Betul saya baru saja resign hari ini, tepatnya tadi pagi.”

“jadi bagaimana dengan tawaran saya?”

“Saya pertimbangkanPak.”

“Good,” kata Andrew akhirnya.

“Artinya kamu sudah bebas sekarang kamu bisa memper.”

Nindya menghela napas.

“Saya masih bingung, Andrew saya takut kalau keputusan ini membuat saya terlihat… bergantung padamu.”

Andrew tertawa kecil, bukan mengejek, lebih seperti menenangkan.

“Kamu salah besar kalau mengira saya menawarkan pekerjaan karena rasa kasihan atau karena urusan pribadi. Di kantor, saya butuh orang dan saya tahu kamu punya skill.”

Kata-kata itu menusuk sekaligus membuka ruang.

Nindya menunduk, menatap ujung sendok di tangannya.

“Saya punya anak yang harus saya biayai, saya ingin sesuatu yang pasti.”

“Justru karena itu kamu harus ambil peluang ini.” Nada Andrew lebih serius.

“Gaji, benefit, jam kerja—semuanya lebih baik daripada yang kamu tinggalkan .”

Nindya menggigit bibirnya. Dalam hati ia tahu Andrew benar. Tapi ada suara lain yang berbisik, mengingatkan bahwa kedekatan ini bisa jadi pedang bermata dua.

“Berikan saya waktu beberapa hari lagi,” katanya akhirnya.

“Saya perlu menyiapkan segala sesuatunya.”

1
Uthie
Andrew niiii belum berterus terang dan Jujur apa adanya soal mualaf nya dia sama Ustadz nya 😤
Uthie
Hmmmm.... tapi bagaimana dengan ujian ke depan dari keluarga, dan juga wanita yg telah di hamilinya untuk kali ke dua itu?!??? 🤨
Uthie
semoga bukan janji dan tipuan sementara untuk Nindya 👍🏻
Uthie: Yaaa... Sad Ending yaa 😢
total 2 replies
partini
ini kisah nyata thor
partini: wow nyesek sekali
total 3 replies
Uthie
harus berani ambil langkah 👍🏻
Uthie
Awal mampir langsung Sukkkaaa Ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Uthie
apakah Andrew sudah memiliki Istri?!???
Uthie: 😲😲😦😦😦
total 2 replies
Uthie
Seruuuu sekali ceritanya Thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏🙏
total 1 replies
sukensri hardiati
mundur aja Nin...
sukensri hardiati
nindya....tagih dokumennya
Seroja86: terimaksih atas kunjungan dan dukungannyanya ... 😍😍
total 1 replies
sukensri hardiati
baru kepikiran...sehari2 yudith sama siapa yaa....
Seroja86: di titip ceritanaya kk
total 1 replies
sukensri hardiati
masak menyerah hanya karena secangkir kopi tiap pagi...
sukensri hardiati
betul nindya...jangan bodoh
sukensri hardiati
mampir
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!