Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Mansion keluarga Liu
Siang itu, udara hangat menembus tirai tipis di ruang tamu megah keluarga Liu. Aroma teh melati menguar, berpadu dengan kilau cahaya dari lampu gantung kristal yang memantul di lantai marmer.
Keluarga Zhang datang tepat waktu. Maximilian berjalan di belakang neneknya, Joanna yang anggun, dan diikuti Ekin Liu. Mereka dipersilakan masuk dengan sopan oleh pelayan, lalu dipandu ke ruang tamu utama.
Di sana, Liu Zhen—dengan setelan jas rapi—bersama Fanny dan Flora sudah menunggu. Senyum ramah menghiasi wajah mereka, seolah kedatangan ini adalah peristiwa penting yang telah lama dinanti.
Maximilian, meski penampilannya sempurna dengan setelan hitam elegan, hanya duduk di kursi panjang dan menyandarkan punggung dengan santai. Tatapannya datar, tidak tergerak oleh sapaan hangat yang mengalir padanya.
"Nyonya Zhang, suatu kebanggaan bagi kami karena Anda bertamu ke rumah kami," ucap Liu Zhen dengan nada sopan, sedikit membungkukkan tubuhnya sebagai bentuk penghormatan.
Nenek Maximilian tersenyum tipis, menyembunyikan keanggunan di balik wibawanya yang kuat.
"Nyonya Zhang adalah temanku," sela Fanny dengan nada akrab, menoleh pada Liu Zhen. "Kami sudah kenal cukup dekat. Ke depannya, kita akan menjadi satu keluarga."
Maximilian tetap tidak memberikan reaksi, hanya memainkan cincin di jari telunjuknya.
Flora yang duduk tepat di seberang pria itu, tak henti-hentinya menatap. Sorot matanya berbinar, senyumnya lembut namun penuh maksud.
"Maximilian sangat tampan," batinnya, bibirnya sedikit mengulas senyum. "Aku mengenal banyak pria, tapi tidak ada satu pun yang lebih baik darinya."
Ekin, yang duduk di sebelah Maximilian, melirik Flora dengan tatapan penuh curiga.
"Wanita ini sejak tadi tidak berhenti menatap kakak," gumamnya dalam hati. "Senyumannya juga penuh godaan. Mana mungkin kakakku bisa menyukai wanita tipe seperti ini."
"Hari ini kedatangan kami untuk membahas tentang pertunangan anak-anak. Sudah saatnya mereka bertemu dan menjalin hubungan lebih dekat," ucap Joanna dengan senyum anggun.
Fanny yang duduk di samping Flora mencondongkan tubuh sedikit, nada suaranya lembut namun sarat upaya untuk menyenangkan hati keluarga Zhang.
"Nyonya, Flora tidak akan mengecewakan Anda. Putri kami sangat pintar menjaga pergaulan. Dia juga tidak pernah mengenal pria mana pun. Bahkan, dia adalah idola di kampusnya."
Flora menatap Joanna dengan sorot mata percaya diri, jemari lentiknya saling bertaut di pangkuannya.
"Nyonya, aku akan menjadi menantu yang baik untuk keluarga Zhang," ucap Flora dengan senyum manis yang sudah ia latih berkali-kali.
Joanna tersenyum puas, nada bicaranya hangat seolah sudah menganggap Flora bagian dari keluarganya.
"Baiklah, Nenek percaya. Flora, panggil saja Nenek. Biar kita lebih dekat. Lagi pula, kita sudah menjadi satu keluarga."
"Nenek, terima kasih!" sahut Flora cepat, matanya berbinar.
Kamar Cat
Sementara itu, di lantai atas, Cat berdiri di depan cermin besar dengan baju tidur sederhana yang dilapisi jubah tidur biru muda. Rambutnya terurai, menutupi sebagian wajahnya yang cantik namun terlihat cuek.
"Kalian yang ada acara, untuk apa aku harus ikut keinginan kalian," gumamnya sambil menghela napas. "Lagi pula, pria itu adalah calon kakak iparku. Mereka tidak akan peduli pada penampilanku. Aku malah jadi penasaran, pria mana yang begitu malang menjadi pasangan Flora yang licik dan suka berpura-pura."
Tanpa berpikir panjang, Cat membuka pintu kamarnya dan melangkah keluar dengan semangat, menuruni anak tangga dengan cepat.
Ruang Tamu
Liu Zhen menatap Joanna dengan ramah.
"Nyonya, tanggal berapa kita tetapkan hari baik untuk mereka?" tanyanya sambil tersenyum.
"Lebih cepat lebih baik," jawab Joanna tanpa ragu.
Ia kemudian menoleh ke arah Maximilian yang sejak tadi duduk tenang namun dingin.
"Max, bagaimana menurutmu?"
Maximilian mengangkat wajahnya sedikit, tatapannya tajam namun datar.
"Pertunangan ini tidak berarti bagiku," jawabnya singkat, membuat seluruh ruangan hening. Bahkan Flora yang tadi bersemangat, terpaksa menelan ludah.
Ketegangan itu buyar seketika ketika suara langkah cepat terdengar dari arah tangga. Semua kepala menoleh.
"Maaf, aku terlambat!" ucap Cat begitu sampai di ruang tamu.
Mata semua orang langsung membesar. Liu Zhen, Fanny, dan Flora nyaris tidak percaya melihat gadis itu muncul hanya dengan baju tidur.
Maximilian yang awalnya acuh, kini menatap lekat-lekat. Sudut bibirnya terangkat tipis.
"Gadis beracun," batinnya.
Fanny segera berdiri dan menghampiri Cat, nada suaranya setengah berbisik namun terdengar tegang.
"Cat, apa yang kau pakai? Kenapa tidak mengganti pakaian?"
"Beberapa hari ini hujan deras, pakaianku tidak ada yang kering," jawab Cat dengan wajah polos.
Ekin yang sejak tadi memperhatikan, mengerutkan dahi.
"Guang Zhou sudah dua bulan tidak hujan… bukankah ini gadis yang menyelamatkan aku?" gumamnya dalam hati.
"Cepat pergi ganti pakaianmu," ujar Fanny menahan emosi.
Joanna menatap Cat dengan rasa ingin tahu.
"Nona ini adalah?"
Maximilian berdiri, melangkah menghampiri Cat tanpa mengalihkan tatapannya.
"Dia adalah gadis yang menyelamatkan Ekin," jawabnya santai.
Flora menggertakkan giginya pelan.
"Sialan… kenapa anak desa ini berjasa pada mereka," batinnya, menahan rasa tidak suka.
Cat terbelalak kaget ketika akhirnya menatap wajah pria itu.
"Serangga cabul… kenapa berada di sini," pikirnya, langkahnya langsung melambat.
"Paman!" seru Cat dengan nada gugup.
Maximilian menyipitkan mata, senyumnya menyiratkan sesuatu yang hanya mereka berdua tahu.
"Paman? Apa kau sudah lupa apa yang terjadi di dalam mobil waktu itu?" ucapnya dengan nada tenang, meski di kepalanya terbayang jelas ciuman yang pernah mereka bagi.
"Cat, jaga sikapmu! Sapa Tuan Zhang, calon kakak iparmu!" tegur Fanny dengan nada tegas.
Maximilian semakin mendekat, membuat Cat terpaksa mundur beberapa langkah. Namun kakinya nyaris terpeleset di anak tangga.
Dalam sekejap, tangan Maximilian menahan pinggangnya, membuat jarak mereka semakin dekat.
"Adik ipar, hati-hati. Jangan sampai terjatuh. Kalau tidak, aku akan sakit hati," bisiknya, suaranya terdengar seperti ancaman yang dibungkus kelembutan.
Kedekatan Maximilian dengan gadis itu membuat semua orang di ruang tamu saling bertukar pandang. Keheningan yang menggantung terasa aneh, seperti ada sesuatu yang tak seharusnya mereka saksikan. Joanna menatap cucunya dengan kerutan di kening, sementara Ekin nyaris bangkit dari kursinya, tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Flora menggenggam erat ujung rok gaunnya, hatinya terasa seperti diremas. Fanny hanya berdiri kaku di tempat, tidak tahu harus menegur atau berpura-pura tidak mendengar.
Maximilian menunduk sedikit, wajahnya hanya beberapa sentimeter dari telinga Cat.
"Adik ipar," bisiknya dengan nada rendah namun jelas, "apakah kau tahu… kau sangat seksi hari ini."
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni