Ethan Hanyalah Pria Miskin, Pekerja Serabutan, Ngojek, Jaga Toko Bahkan Jadi Kuli Bangunan. Meski Semua Itu Sudah Dilakukan, Hidupnya Masih Sangat Menyedihkan.
Setiap Pagi Ia Bangun Dengan Tubuh Pegal Dan Isi Perut Kosong, Berharap Hari Itu Ada Pekerjaan Yang Bisa Menyambung Hidupnya Dan Ibunya Yang Sakit Parah Di Rumah.
Ibunya Hanya Bisa Terbaring, Sesak Napas Menahan Nyeri, Sementara Ethan Tidak Bisa Membeli Satu Obat Apapun.
"Ma...Aku Nyesel...Aku Beneran Nyesel..."
[DING!]
Dari Udara Yang Kosong, Muncul Panel Transparan Berpendar Biru, Melayang Tepat Di Depan Matanya Yang Separuh Terbuka.
[SISTEM KEKAYAAN TAK TERBATAS DIAKTIFKAN]
[Misi Awal: Dapatkan 10 RIBU! Dalam 10 Menit]
Hah..SISTEM? BAIKLAH!, Meski Hidupku Bagaikan Sampah, Tapi.. KUPASTIKAN! Status, Kekuasaan BAHKAN KEKAYAAN! AKAN JADI MILIKKU!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Proposal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KESEMPATAN!
"Satu dua tiga!"
Ethan menggerutu sambil mendorong daun jendela logam kuno toko buku itu ke atas.
Suara-suara itu berderak dan berdentang, memecah kesunyian pagi bagai drum timah di aula kosong. Ia mundur selangkah, mengatur napas, lalu terkekeh, meskipun sebenarnya ia tak ingin tertawa.
'Pantas saja sistem menilai kekuatanku begitu rendah,' pikirnya. 'Aku memang selemah itu.'
Ethan mengamatinya sejenak sebelum melangkah masuk ke dalam toko buku. Aroma familiar langsung menyambutnya—buku-buku tua bercampur dengan aroma samar karpet usang di bawah kakinya.
Itu adalah bau yang diasosiasikannya dengan ketenangan, rutinitas, dan semacam kenyamanan yang hanya bisa diberikan oleh keakraban.
"Aku punya kekayaan tak terbatas sekarang," gumamnya pelan sambil menyeberangi ruangan, "Aku bisa mengundurkan diri kapan saja aku mau, atau…" Kata-katanya terhenti ketika sebuah pikiran terlintas di benaknya, yang membuatnya berhenti di tengah jalan.
Bagaimana jika sistem ini tidak bertahan selamanya?
Gagasan itu mengirimkan sedikit rasa dingin ke dalam dirinya.
Bagaimana jika suatu hari tiba-tiba… menghilang?
Ethan mengerutkan kening, beban pikiran itu menimpanya.
'Saya perlu melakukan sesuatu yang dapat menghasilkan uang,' pikirnya.
Berinvestasi di saham atau mata uang kripto tampak seperti solusi yang jelas, tetapi ide itu membuatnya gelisah. Ia tidak punya pengalaman, tidak punya pemahaman yang mendalam tentang cara kerja hal-hal semacam itu.
Lalu ada masalah lain. Tidak ada jaminan. Setiap investasi mengandung risiko kegagalan, dan kegagalan kini terasa seperti kemewahan yang tak mampu ia tanggung.
Meski begitu, tekad yang tenang muncul dalam dirinya.
"Ada risiko dalam segala hal," renungnya, kata-katanya lembut tetapi tegas.
"Oh. Tunggu dulu. Siapa yang peduli dengan kegagalan? Selama itu terkait dengan uang, aku sanggup," gumamnya, tapi sambil menyeringai.
Hari ini akan berbeda. Ia bisa merasakannya. Perubahan tidak hanya datang; ia sudah ada di sini. Dengan sistem di tangannya, ia punya banyak hal yang bisa ia lakukan.
Namun, untuk saat ini, hal paling sederhana adalah menarik sebagian uangnya. Ia takut sistemnya tiba-tiba hilang. Lagipula, uang tunai tidak mungkin hilang begitu saja. Mungkinkah?
Ethan tersenyum tipis menyadari absurditas pikirannya sendiri. Bahkan beberapa miliar dolar pun tetaplah jumlah yang sangat besar.
Namun, seberapa banyak yang cukup? Seberapa banyak yang terlalu banyak?
Rencana itu sudah terbentuk di benaknya. Ia akan berbicara dengan atasannya hari ini, menyerahkan surat pengunduran dirinya, dan meninggalkan rutinitas ini.
Libur semester berlangsung selama empat minggu. Waktu itu cukup untuk mulai membentuk kehidupan yang diinginkannya, meskipun beratnya tugas masih menghantuinya bagai gunung yang belum didaki.
Ethan tersadar kembali ke masa kini oleh bunyi bel pintu depan yang lembut. Ia lupa bahwa ia telah memutar tanda "BUKA". Yang lain belum datang.
Meski begitu, ia perlu menyapa dan mentraktir siapa pun yang memasuki toko buku.
"Selamat datang," sapa Ethan.
Seorang pelanggan masuk, menepis udara pagi yang dingin dengan gerakan yang terlatih.
Ethan mendongak, melihat seorang pria paruh baya, berpakaian rapi namun tampak lelah. Pria itu mengenakan setelan jas yang disetrika rapi dan sepatu yang dipoles. Ia memancarkan aura profesionalisme.
Namun, ada sesuatu yang mengkhianati penampilannya. Ada garis-garis lelah di sekitar matanya yang menandakan malam yang panjang dan kurang tidur.
"Selamat pagi," kata pria itu dengan suara parau, suaranya serak seolah-olah lelah karena terlalu banyak bicara—atau berteriak. "Saya perlu mencetak empat salinan ini. Cepat."
"Tentu, aku akan mengurusnya untukmu," jawab Ethan sambil melangkah maju untuk mengambil map itu.
Dia berbalik dan menuju ke mesin fotokopi kecil di belakang, sementara lelaki itu bergumam di belakangnya.
"Astaga. Kok aku bisa lupa ngeprint ini tadi…" gerutu pria itu, setengah pada dirinya sendiri, nadanya mengandung campuran rasa frustrasi dan lega.
Dia tampak bersyukur bahwa toko buku tersebut masih menawarkan layanan seperti itu—sebuah penyelamat kecil di dunia yang semakin digital.
Ethan memasukkan kertas-kertas itu ke dalam mesin fotokopi, mesin itu berdengung pelan saat mulai bekerja. Penasaran, ia melirik lembar paling atas.
[Aplikasi Pengiriman Makanan Kota Novan: Proposal Pendanaan.]
Judulnya langsung menarik perhatiannya. Mata Ethan terpaku sejenak pada halaman itu sebelum beralih ke halaman-halaman lain di bawahnya.
Secara keseluruhan, proposal yang disusun rapi tersebut merinci persyaratan untuk meluncurkan aplikasi.
Minat Ethan semakin dalam saat ia membaca sekilas. Sebuah aplikasi pesan-antar makanan yang dirancang khusus untuk Novan City—sebuah kota metropolitan yang penuh potensi untuk layanan semacam itu—tampaknya tidak hanya menjanjikan tetapi juga tepat waktu.
Kemudian, matanya tertuju pada total dana yang dibutuhkan: $500.000.
Jumlah yang sangat besar bagi kebanyakan orang.
Tapi bagi Ethan? Itu bukan apa-apa. Bahkan tidak sepersekian pun dari apa yang bisa ia akses melalui sistem.
'Pendanaan... Ini bisa jadi cara untuk berinvestasi,' pikirnya, pikirannya berpacu. 'Proyek seperti ini bisa menjelaskan keterlibatanku tanpa menimbulkan pertanyaan tentang kekayaanku.'
Namun keraguan muncul. Bagaimana mungkin seorang pemuda yang bekerja di toko buku dianggap serius? Ia kurang pengalaman, kurang otoritas, dan kurang kredibilitas dalam hal-hal seperti ini.
Lalu, hanya memikirkan untuk memulai percakapan tentang hal itu saja sudah membuat perutnya mulas. Namun… ide itu tak kunjung meninggalkannya.
"Astaga, aku harus bicara dengannya. Cari cara untuk menghubunginya." Ethan tak bisa mengabaikannya lagi.
Ethan menarik napas dalam-dalam. Ia mengerahkan segenap keberanian yang bisa ia kumpulkan. Yah, memang bukan dia yang memulai percakapan. Tapi ini kesempatan yang tak boleh ia lewatkan.
Yang mengejutkannya, suaranya terdengar lebih tenang dari yang ia duga.
"Maaf, Tuan," kata Ethan dengan tenang.
Pria itu mengangkat alisnya, "Apa?"
"Maaf saya bertanya, tapi... apakah Anda masih mencari pendanaan untuk aplikasi pengiriman makanan Anda?" Ethan menanyakan pertanyaan yang sudah jelas.
Pria itu mendongak tajam. Ia sungguh tidak suka jika orang-orang ikut campur urusannya. Ia tak bisa menahan diri, tetapi raut wajahnya berubah menjadi campuran rasa jengkel dan penasaran.
"Ya," katanya, nadanya tercekat. "Memangnya kenapa?"
Ethan menelan ludah, jantungnya berdebar kencang. "Sebenarnya, aku seorang programmer," ia memulai dengan hati-hati, merasa kata-katanya terlontar sebelum ia sempat menghentikannya. "Aku pernah mengerjakan beberapa proyek aplikasi sebelumnya. Sesuatu seperti ini... yah, kurasa ini bisa sangat sukses di Novan City."
Ethan melanjutkan. Ia mulai percaya diri. "Apakah kamu masih mencari pengembang? Atau... investor?"
Pria itu menatapnya dengan mata lelah yang menyipit. Sedikit saja. Seolah-olah ia sedang menilai pemuda di depannya dan kata-katanya. Melihat ekspresi pria ini, Ethan bertanya-tanya apakah ia telah melakukan kesalahan.
Pria itu menjawab, "Ya, benar. Tapi... jangan tersinggung, kenapa kau harus khawatir? Kau sepertinya tidak punya uang untuk berinvestasi dalam hal seperti ini."
Kata-katanya mengandung nada yang lebih tajam daripada yang mungkin ia maksudkan. Itu bukan kekasaran, tepatnya—lebih seperti kelelahan seorang pria yang terlalu tipis. Kelelahan telah mengikis polesan sopan santunnya, hanya menyisakan ketumpulan pikirannya.
Ethan tertawa gugup, berharap bisa meredakan ketegangan. "Yah," ia memulai, "aku mungkin tidak terlihat seperti itu. Tapi aku kenal seseorang yang mungkin tertarik dengan proyek semacam ini."
Ethan terdiam sejenak, membaca ekspresi pria itu sebelum menambahkan, "Oh. Aku cukup dekat dengannya."
Alis pria itu sedikit terangkat, secercah rasa ingin tahu melintas di wajahnya. "Oh? Dan siapa dia?"
Ethan ragu sejenak, pikirannya berpacu untuk mengarang cerita tentang orang ini.
"Profesor universitas saya," katanya, kata-kata itu terucap cepat. "Beliau terlibat dalam beberapa proyek besar akhir-akhir ini. Saya rasa beliau mungkin bersedia mendanai sesuatu seperti ini."
Kebohongan itu ternyata lebih mudah dari dugaannya, dan lega rasanya, pria itu tampaknya menerimanya. Dengan semangat, Ethan melanjutkan. "Dan saya sudah mengerjakan beberapa pemrograman untuk universitas—kebanyakan untuk proyek-proyek kecil, tetapi juga beberapa proyek pribadi. Saya bisa menangani sisi pengembangannya."
Pria itu mendesah dan sedikit bersandar. Namun, tatapannya tetap tajam saat ia mengamati wajah Ethan. Tentu saja, keraguan di matanya terlihat jelas, dan ada sesuatu yang lain juga—sekilas rasa ingin tahu, mungkin bahkan harapan.
"Kau serius?" tanyanya. Untuk pertama kalinya, Ethan bisa merasakan nadanya melembut.
"Tentu saja," jawab Ethan. Sepanjang percakapan, Ethan benar-benar terkejut dengan ketenangan suaranya sendiri. "Aku bisa menghubungkan kalian semua."
"Sambil membahasnya, silakan lihat beberapa karya saya jika Anda tertarik," tambah Ethan. "Saya harap Anda bisa melihat saya sebagai bagian dari tim pengembangan."
Pria itu tetap diam dan tidak langsung menjawab, seolah sedang mengamati Ethan, mencari celah dalam ketenangannya, tanda-tanda ketidakjujuran atau kesombongan. Akhirnya, ia mengangguk kecil, memberi isyarat agar Ethan melanjutkan.
Sebenarnya, pria itu tidak terlalu tertarik dengan kemampuan pemrograman Ethan. Yang membuatnya penasaran adalah kemungkinan adanya profesor misterius ini, calon investor yang mungkin akhirnya bisa mewujudkan proyeknya.
Pendanaan untuk aplikasi ini selalu menjadi kendala. Usaha ini membutuhkan modal yang signifikan. Tidak hanya untuk pengembangan, tetapi juga untuk pemasaran dan infrastruktur yang dibutuhkan agar benar-benar kompetitif.
Pria itu sempat mempertimbangkan untuk mendirikan perusahaannya sendiri untuk mengawasi proyek tersebut, tetapi pikiran itu terasa berat. Bukan hanya uangnya; melainkan waktu, manajemen, dan energi yang dibutuhkan untuk meluncurkan sesuatu sebesar ini.
Dia sudah punya banyak hal yang harus dikerjakan.
Dia tidak tertarik mengendalikan setiap detail aplikasi atau membangun kerajaan teknologi besar. Ambisi semacam itu dimiliki oleh orang yang berbeda, dan dia tahu itu bukan untuknya.
Sebaliknya, ia lebih suka membiarkan pihak ketiga menangani sisi operasionalnya. Fokusnya bukan pada mekanisme manajemen. Namun, dampak yang dapat diberikan aplikasi ini adalah memberdayakan vendor dan penumpang dengan menyediakan platform yang adil dan menguntungkan.
Bukan keuntungan atau gengsi yang memotivasinya. Melainkan gagasan untuk menciptakan sesuatu yang bermakna. Sebuah sistem di mana para pedagang dapat berkembang, para pengendara dapat memperoleh penghidupan yang layak, dan pelanggan dapat menikmati layanan yang lebih baik.
Dengan bermitra dengan tim manajemen yang andal, pria itu dapat memastikan aplikasi berjalan lancar tanpa terjebak dalam detail rumit operasi sehari-hari.
Ia memahami kekuatan dan keterbatasannya. Bekerja di balik layar memungkinkannya untuk fokus pada hal yang paling penting—menjaga nilai-nilai inti aplikasi tetap utuh sambil menyerahkan pelaksanaannya kepada mereka yang lebih tepat.
"Tunjukkan padaku apa yang kau punya," kata pria itu.
Ethan segera melihat contoh-contoh proyek aplikasinya di masa lalu di ponselnya. Kebanyakan berupa aplikasi sederhana yang dikembangkan selama kuliah atau eksperimen pribadinya. Namun, aplikasi-aplikasi tersebut tampak profesional dan terpoles, jenis karya yang sudah teruji.
"Ini salah satu contohnya," kata Ethan sambil menyerahkan ponselnya. "Ini aplikasi untuk memesan aula serbaguna dan pusat olahraga universitas."
Ekspresi pria itu melembut saat ia menggulir aplikasi, skeptisismenya yang sebelumnya tergantikan oleh rasa ingin tahu yang tulus. "Lumayan," gumamnya, hampir seperti pada dirinya sendiri. "Sama sekali tidak buruk."
Untuk pertama kalinya, Ethan merasakan secercah harapan. Pria itu tidak hanya melihat karyanya—ia benar-benar melihatnya. Ia tampak menyadari profesionalisme dan keterampilan di balik proyek-proyek Ethan, dan dengan kesadaran itu, terjadilah perubahan dalam percakapan.
Pikiran pria itu berubah menjadi praktis, hampir strategis. Ia dapat melihat bagaimana prototipe dapat mempermudah menarik calon investor, sebuah alat untuk menjembatani kesenjangan antara visi dan kenyataan.
Ethan sedang merenungkan bagaimana caranya agar semuanya berjalan sesuai keinginannya. Ia tahu bahwa ia perlu memberikan kesan terbaik di sini.
Dia menenangkan diri dan berkata dengan suara lebih tenang, "Seperti yang sudah kubilang, aku bisa menangani sisi pengembangannya. Aku hanya butuh waktu untuk mengatur pertemuan dengan profesorku. Kalau kita dapat dananya, kita bisa langsung mulai."
Pria itu mengetuk dagunya sambil berpikir, raut wajahnya melembut saat ia merenungkan kata-kata Ethan. Lalu, dengan gerakan tegas, ia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah kartu nama, lalu menyerahkannya kepada Ethan.
"Mari kita rencanakan pertemuan itu," katanya, nadanya lebih hangat dari sebelumnya. "Nama saya David Turner. Saya bekerja sama dengan bisnis lokal untuk membantu meningkatkan perekonomian kota."
Nama "David Turner" menyentuh hati Ethan. Ia terdiam, beban pengenalan mulai menyelimutinya.
David Turner adalah tokoh terkenal di Kota Novan, dan ia dipuji atas usahanya yang tak kenal lelah untuk mendukung bisnis lokal dan mengangkat wirausahawan kecil.
Inisiatifnya telah mengubah kehidupan banyak orang, mendorong pertumbuhan di area yang sering kali tertutupi oleh perusahaan besar.
"Saya sudah banyak mendengar tentang Anda, Pak Turner," kata Ethan. Ia tak bisa sepenuhnya menyembunyikan kekagumannya. "Anda telah berbuat banyak untuk kota ini. Terima kasih."
Wajah David berseri-seri karena bangga. "Saya melakukan apa yang saya bisa," ujarnya singkat. "Tapi selalu ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Aplikasi ini bukan hanya tentang pengiriman makanan, tetapi tentang memberi peluang bagi usaha kecil."
Ia menghela napas berat. "Jika berhasil di sini, kita bisa menciptakan model yang membantu kota-kota di seluruh negeri."
"Tentu saja. Saya akan memastikan profesor saya bisa datang untuk rapat sesegera mungkin, Pak Turner," jawab Ethan, sambil hati-hati memasukkan kartu itu ke sakunya. "Dan saya akan mencoba membuat prototipenya sementara waktu. Saya yakin kita bisa mewujudkannya."
David tersenyum tipis dan melambaikan tangan. "Lupakan formalitasmu. Aku tidak suka itu. Panggil saja aku David... Dan siapa namamu, anak muda?"
"Ethan Cole," katanya sambil tersenyum balik.
"Ethan Cole..." David mengangguk, secercah energi terpancar dari wajahnya. "Bagus. Aku tak sabar melihat apakah kau bisa menepati janjimu, Ethan."
"Aku akan segera memberi kabar baik untukmu," jawab Ethan, meskipun menyebut nama David dengan santai terasa canggung di lidahnya. "Hanya perlu satu panggilan telepon dari profesorku."
Saat David keluar dari toko, Ethan berdiri terpaku di tempatnya, merasakan beratnya komitmen yang baru saja ia jalani. Ini bukan lagi sekadar ide abstrak.
Itu nyata. Sebuah proyek yang mampu mengubah kehidupan di Novan City dan mungkin jauh di luarnya. Itu adalah kesempatan untuk mengamankan sesuatu yang lebih nyata daripada kekayaannya dari sistem, jaring pengaman ciptaannya sendiri seandainya sistem itu gagal atau lenyap sama sekali.
Toko buku itu tiba-tiba terasa lebih kecil bagi Ethan, dinding-dindingnya yang familiar menekan seolah ia telah melampauinya dalam satu pagi. Pikirannya untuk mengundurkan diri pun sirna, dikalahkan oleh kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh jalan baru ini.
Sesaat, ketidakpastian menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan semua ini?
Namun, di saat berikutnya, tekad yang tenang menyelimutinya. Dengan dukungan sistem, ia merasa hampir segalanya mungkin. Saat ia berdiri di sana, tenggelam dalam pikirannya, sebuah lonceng lembut memecah lamunannya.
Itu adalah pemberitahuan dari sistem.
\=\=\=\=\=
[Misi Baru]
[3. Memberikan Kesuksesan]
Tujuan: Berhasil mengembangkan prototipe Aplikasi Pengiriman Makanan Kota Novan.
Hadiah:
5.000 EXP
20 Titik Kenaikan
\=\=\=\=\=
"Sepertinya aku tidak punya pilihan lain," gumam Ethan, senyum kecil terbentuk saat rasa tenang menyelimuti dirinya.