Tolong berhentilah menebar pesona hanya mata terpejam bisa kurasakan, jangan biarkan cahayamu membutakan banyak hati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angguni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengkhitbah
Bobby melangkah menuju kelasnya. Desi hanya mengikuti dari belakang karena mereka sekelas.
Baru saja masuk kelas, suara Rio sangat nyaring menyambut kedatangan Bobby.
"Woy,Bob, apaan tuh? Sejak kapan lo suka Pink pink kayak begitu? Hahaha".
Tawa Rio seolah merobek gendang telinga Desi. Gadis itu langsung ke mejanya yang terletak di depan.
" Lo udah sarapan? "tanya Bobby pada Rio mengabaikan pertanyaan sekaligus hinaannya.
" Belum, kenapa? Lo mau traktir gue? "
"Nih.... " Bobby menyodorkan kotak pink pada Rio
Melihat itu, Desi sontak berdiri. Kebetulan Bobby masih berdiri di depan mejanya.
"Serius lo, Bob? Jadi ini alasan lo gak pernah pacaran? Jadi lo naksir gue? " Suara Rio berhasil menarik tatapan seisi kelas ke arah mereka berdua, tapi tidak dengan laki-laki berkaca mata di pojok kelas, matanya nanar menatap ke arah Bobby dan Desi dengan tangan mengepal keras.
Dia sudah terlalu sering bersabar melihat Desi selalu mengejar Bobby namun di abaikan begitu saja.
"Gila lo? " Gue normal. Ini dari Desi. Berhubung gue udah sarapan, jadi buat lo aja ".Jawab Bobby dengan cuek tanpa merasa bersalah pada Desi, sementara mata Desi sudah memerah.
" Thanks ya, Desi. Sering sering aja, hahaha ".
Ucapan Rio tidak di respon oleh Desi. Bobby keluar kelas setelah meletakkan tasnya. Desi menyusulnya.
" Bob, kenapa kamu kasih ke Rio? Aku masak buat kamu ".
" Aku tadi bilang, aku udah sarapan. jadi... kalau aku kasih ke Rio, gak salah, kan? "jawab Bobby dengan nada cuek
" Tapi setidaknya.... cobain kek dikit. Hargain usahaku belajar masak buat kamu ".
" Belajar masak buat aku? Seharusnya kamu masak buat suami kamu aja ntar".
"Ya, dan aku harap itu kamu, Bob", kata Desi dengan suara mulai melemah.
" Kamu gak lagi mengkhitbah aku, kanDesi? "
Desi diam. Entah kenapa lidahnya kelu. Dengan begitu bodohnya, dia berkata seperti itu kepada Bobby.
"Kalaupun kamu mengkhitbah aku, aku takkan menerimanya.... Karena aku bukan Nabi Muhammad dan kamu bukan Khadijah kan? "
Semua mata memandang ke arah mereka berdua. Bobby geleng geleng kepala, kemudian meninggalkan Desi sedang di hujani tatapan dari setiap mata orang yang ada di sana. Tatapan mengejek dari gadis gadis yang bisa di pastikan penggemar fanatik dari seseorang Bobby Nauval Abiyyu.
Air mata mulai membasahi bantal Desi. Dia belum bisa tidur. Dilihatnya Wulan tertidur sangat nyenyak dengan senyuman di bibirnya.
"Beruntung sekali kamu, dek, bisa bersanding dengan Bobby dan di perlakukan sangat manis oleh dia" gumam Desi.
Desi mengusap lembut rambut Wulan. Ada senyum yang di paksakan di sana, senyum penuh luka.
"Semoga kalian bahagia. Mba janji gak akan sedikit pun merusak hubungan kalian. Mba bakal coba ngelupain Bobby demi kamu, dek".
Desi mengecup lembut kening Wulan, kemudian mencoba memejamkan mata.
Keputusan besar sudah di buat Desi. Dia yakin ini yang terbaik untuk dia, Wulan dan Bobby. Desi akan pulang ke Makassar besok. Dia tidak ingin menghancurkan acara pertunangan Wulan dengan menangis saat Bobby memasangkan cincin di jari Wulan.
itu sangat konyol dan Desi tidak mau itu terjadi.
Desi memutuskan jalan jalan dulu di kota ini sebelum besok kembali ke Makassar. Dia benar-benar bertekad tak akan lagi menginjakkan kaki di kota ini.
Desi duduk di bangku tempat penjual wedang. Jangan tanya dengan siapa. Sudah pasti sendiri karena Wulan sedang membeli cincin dengan Bobby. Mengingat itu, air mata kembali menetes di pipi bulatnya
"Hobby banget ya nangis di tempat umum? Nih.... " Laki-laki yang tak lain adalah Dhika menyodorkan sapu tangan pada Desi.
Desi tak menggubrisnya. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Mas juga hobi banget nge buntutin saya.... "
"Hahaha.... "
Desi menggeser posisi duduk karena terlalu dekat dengan laki-laki itu.
"Aku enggak nge buntutin kamu. Cuma gak sengaja aja ketemu kamu lagi nangis melulu. Mungkin jodoh, hahaha".
Desi menatap horor ke arah Dhika yang langsung menghentikan tawanya. Dia balik menatap bingung Desi.
" Kenapa? benar, kan? Mungkin memang aku yang di ciptakan Allah untuk menghapus air mata mu? ".
" Laki-laki aneh! "
Desi beranjak meninggalkan Dhika yang menahan tawa karena geli melihat tingkah gadis itu.