Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali dengan penuh kebohongan
Dengan langkah yang berat dan hati yang penuh dengan nestapa, sosok yang mengenakan kemaja slim fit abu-abu yang begitu lusuh serta celana kain hitamnya yang terlihat pincang tidak selaras mencoba menenangkan dirinya berkali-kali.
Sekitar lima menit sosok itu tidak sanggup untuk melangkahkan kaki jenjangnya menjauh dari mobil yang baru saja dia kendarai, ia terus menarik napasnya berulang kali tapi tetap saja tidak membuat perubahan emosi pada dirinya. Dia terus gelisah tangannya begetar pelan ada sedikit serangan panik saat ia tiba di tempat tinggalnya.
Aku tidak tau, aku tidak sanggup bagaimana ini Tuhan.
Walaupun penuh keraguan pria bertubuh atletis itu tetap melangkah pelan. Langkah demi langkah yang penuh doa dan harap. Kini ia telah sampai di depan daun pintu rumahnya.
Tidak seperti biasanya, hari ini ia pulang ke rumah tangganya dengan perasaan yang berkecamuk tidak lagi dengan perasaan bahagia, pria itu sudah mencoba menampilkan wajah sebaik mungkin wajah yang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Krieett….
Perlahan pintu kayu dengan warna putih gading sebagai pondasinya berhasil terbuka, kepalanya mengintip perlahan setelah dirasa tenang ia memberanikan diri untuk masuk dengan seluruh tubuhnya, “aku pulang!” Namun tidak ada jawaban hangat yang menyambut seperti biasanya.
“Lena? Suamimu pulang!!” Ulangnya lagi. Mengelilingi rumah tapi tetap saja sosok penuh kelembutan itu tidak ditemukan. Danendra mulai panik istrinya tidak di rumah, ia berteriak-teriak tetap nihil tidak ada jawaban hanya seekor kucing persia bewarna putih yang menyambutnya.
“Zuzu di mana ibumu?” Tanya Danen kepada kucing putih yang terus menatapnya bingung.
Danen merogoh saku celananya, ia segera berlari mencari colokan listrik untuk mengisi daya ponselnya, setelah beberapa saat ponsel itu kembali menyala. Ada banyak sekali pesan yang masuk tapi Danen mengabaikannya ia sibuk mencari nama sang istri dan segera menghubunginya.
“Sayang, kamu di mana?” Tanyanya dengan napas memburu.
“Kamu di mana cepat katakan?”
“Maaf, maaf pak saya-“ Saat Danen terus bertanya ia mengernyitkan keningnya, siapa ini, ini bukan suara yang diharapkannya. “Siapa kamu di mana istri saya?” Danen bertanya tergesa padahal orang yang dibalik ponsel tersebut belum menyelesaikan kalimatnya.
“Di mana istri saya kamu menculiknya?” Danen sangat panik apalagi suara yang dibalik ponsel tersebut bersuara berat, apa mungkin istrinya sedang bersama pria lain.
“Bapak tenang dulu, saya Bayu, saya tidak sengaja melihat istri bapak jalan sendirian di tepi jalan dan setelah beberapa menit saya melihatnya dia jatuh pingsan, saya ingin mencari bantuan tapi syukurlah bapak duluan menelpon.”
“Pingsan?”
Dengan berbekal alamat yang ia dapat Danen segela meluncur, itu tidak jauh dari kompleknya, ia mengemudi dengan kecepatan penuh tidak perduli dengan orang-orang yang protes karena jalannya dipotong.
Pria 20 tahunan itu terlihat bingung, ia sebenarnya akan interview kerja hari ini tapi di jalan yang sepi lalu-lalang kendaraan ia melihat seorang wanita berjalan sendiri dengan langkah kaki yang mengkhawatirkan, dan tidak lama dari kaca spion motornya pria itu melirik kebelakang dan tiba-tiba wanita itu jatuh pingsan dengan rasa kemanusiaannya ia langsung berbalik jalan dan segera menolong.
Belum sempat ia mencari bantuan ponsel berdering, ini dering dari ponsel yang tergeletak tidak jauh dari tempat wanita itu jatuh pingsan.
Karena suami dari wanita itu berkata akan segera menyusul jadi ia memutuskan menunggu sebentar, padahal ia terburu-buru tapi cukup mengkahwatirkan jika ia lepas tanggung jawab dari wanita yang tergeletak ini.
Bayu pria baik hati tadi berinisiatif ingin menggendong wanita itu, memindahkannya ketepi ke tempat yang lebih baik.
Bugh!
Tiba-tiba satu pukulan diterimanya. Dengan refleks wanita yang berada dalam gendongannya hampir terjatuh.
“Beraninya kau menyentuh dia!” Setelah menghujamkan orang asing dengan satu kepalan tinju Danendra segera menghampiri istrinya lalu menggendongnya dan membawanya pergi.
Pria yang bernama Bayu itu masih terkejut karena tiba-tiba dipukul oleh orang asing, dan tanpa berkata apa-apa lagi orang itu langsung pergi.
“Apa begini cara orang kaya berterima kasih?” Sambil memegang wajahnya yang sakit Bayu bergumam bingung melihat mobil mewah melaju begitu saja meninggalkannya. Dengan sedikit kesal dan bersumpah serapah Bayu kembali menghampiri motornya, “kasian sekali wanita cantik seperti dia bersuami pria pemarah seperti itu.”
*****
Danen kalang-kabut sudah 2 jam tapi istrinya belum menunjukkan tanda akan bangun dari pingsannya. Ia merawatnya sendiri ia tahu ini terjadi pasti karena Alena tidak tidur semalaman, seharusnya ia balas saja pesan Alena agar wanita itu tidak berkeliaran mencari dirinya yang tak kunjung pulang.
Setelah memberi Alena beberapa suntikan Danen meninggalkannya sendiri, ia sudah terlihat lebih baik bibir ayunya tidak lagi pucat sudah mulai bewarna, Alena saat ini tertidur tenang bukan lagi dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Sementara istrinya beristrirahat, Danen sibuk di dapur ia sedang menyiapkan makan siang untuk mereka. Semangkuk ayam semur hitam tertata rapi di atas nampan tidak lupa dengan sayur bayam jagung kesukaan Alena.
“Sayang, ayo bangun!” Danen mengecup lembut dahi istrinya, “maaf jika tidurmu terganggu tapi kamu harus makan siang dulu!”
Kelopak mata yang cantik itu dengan bulu mata yang lentik perlahan terbuka, wanita yang tertidur itu sedikit mengerang tidak nyaman saat ia berusaha mengumpulkan kesadarannya.
Dengan samar bola matanya berhasil menangkap bayangan orang yang dirindukannya, “Danen?” Tanpa menunggu lama wanita itu segera berhambur memeluk pria ini.
“Iya sayang, ini aku Danen.” Danen membalas pelukan itu tidak kalah hangat.
“Kamu kembali, aku takut!” Sang wanita mulai terisak, “kamu keterlaluan aku takut kamu tidak kembali, aku takut sekali!”
“Tenang ya, jangan menangis aku kembali aku tidak ke mana-mana.”
Danen berusaha menenangkan Alena yang terus menangis dalam pelukannya, pria itu terus meyakinkan bahwa ia baik-baik saja, tidak perlu ditangisi. Setelah melihat Alena sedikit tenang sang suami menyodorkan nampan.
“Makan ya cantik, ini hampir jam satu, kasian perut kamu belum ngisi sama sekali.” Danen berusaha menyodorkan satu suapan ke Alena, tapi istrinya menutup rapat bibirnya dan terus mengelak dari suapan itu.
“Sayang tolong buka mulutnya!” Tetap saja tidak bergeming sama sekali Alena tetap tidak mau menerima satu suapan pun dari suaminya ini.
Danen menghela napas, “koq gitu sih?” Tanya Danen pelan sekali, dia merasa bodoh sudah tahu dan paham situasi bawah istrinya sedang marah dan merajuk tapi dirinya malah banyak memaksa dan meganggunya.
“Sayangku istriku yang cantik, aku ngerti. Kamu boleh marah atau apa pun tapi tolong kali ini saja ayo makan, nanti kamu sakit aku takut cantikku sakit.”
“Aaaa buka mulutnya!”
“Siap-siap, aaaa…” Danen jadi bingung sendiri, wajah Alena terlihat murung ia bingung harus apa, tapi saat ini istrinya memang harus makan wanita itu keras kepala sekali. Danendra tidak menyerah dengan selembut mungkin ia masih berusaha menyodorkan satu suapan nasi, tapi─bahu Alena malah bergetar dan disusuli oleh isak tangis.
Danen meletakkan kembali sendoknya, “maaf Alena maaf, aku salah!” Ujarnya serius penuh penyesalan.
“Kamu ke mana, kenapa tidak pulang?” Dengan suara sengguk yang khas Alena mulai bersuara.
“Aku… ” Danen tergagap saat matanya tidak sengaja menatap mata Alena yang penuh ketulusan,
“Aku kemarin mabuk berat sayang, dan aku udah gak sanggup lagi untuk nyetir kepalaku berat sekali, jadi aku memutuskan untuk tidur sebentar di mobil tapi bangun-bangun udah pagi. Kamu taukan aku jarang minum, makanya sekali minum aku langsung pusing.”
Alena mendongak menatap suaminya yang menghindari kontak mata, “beneran?” tanya wanita itu dengan penuh kepolosan.
“Iya sayang bener, aku gak mungkin bohongin kamu.” Jawab Danen dengan sedikit terbata dan suara cukup berbisik seakan enggan untuk mengucapkan kata itu, rasanya sakit sekali harus berbohong seperti ini.
“Terus kenapa kamu gak jawab teleponku?”
“Maaf ya, HP-ku silent dan tadi pagi pas aku sadar HP-nya malah kehabisan batrai.”
Alena memicingkan matanya, “tumben di silent, rasanya kamu jarang silent deh?”
“Anu, aku cuman itu… “
“Eemmh, aku cuman mengikuti peraturan, ya peraturan.” Danen mencoba mencari alasan yang masuk akal tapi Alena semakin menatapnya ragu.
“Peraturan Lena, jadi anak-anak sepakat saat kumpul HP harus silent gitu, ya biar gak sibuk main HP aja katanya.”
Alena menerawang pupil mata suaminya yang terus bergerak menghindari kontak mata dengannya, memang sedikit mencurigakan tapi wanita itu tidak punya pilihan lain selain harus percaya lagi pula selama lima tahun terakhir suaminya jarang berbohong. Alena akhirnya tersenyum wanita itu mencoba berpikir positif dan membuang semua firasat buruk yang menganggunya semalaman, lagi pula ia sudah cukup bersyukur suami tercintanya pulang tanpa kurang satu apa pun.
Melihat istrinya sudah mulai tenang Danen kembali menyuguhi satu suapan nasi, dan Alena mau menerimanya. Dengan sabar dan penuh cinta Danen terus menyuapi sang istri sendok per sendok hingga piringnya bersih.
“Yeeyy anak pintar makannya habis.”
“Karena sudah makan sekarang kamu boleh tidur lagi ya, kasian istriku semalaman gak tidur.”
Setelah selesai mencuci piring dan melakukan beberapa pekerjaan rumah Danen segera menyusul sang istri yang sudah tertidur pulas, ia merebahkan tubuhnya di samping Alena, dan dengan perlahan ia mencoba memeluk tubuh ringkih itu.
Tanpa sadar Danen meneteskan air matanya, ia merasa berdosa sekali kepada istrinya. Semakin ia tatap wajah yang terlelap damai itu hatinya semakin menohok tajam. Ini semua di luar kendalinya, berulang kali ia memohon ampun telah berbohong kepada wanita di sampingnya.
“Maafin aku Alena, aku tidak bermaksud seperti ini.”
“Aku sungguh mencintaimu, aku tidak pernah sedikit pun beniat mengkhianati pernikahan kita.” Danen terus berbisik lirih dengan terus memandangi wajah cantik Alena.
Danen berusaha untuk terlelap tapi rasanya tidak sanggup, ia dihantui wajah calon kakak iparnya yang nelangsa. Sampai detik ini Danen masih tidak menyangka bahwa dialah pria yang tega merusak wanita itu, selain itu ia juga khawatir bagaimana nanti ia akan menghadapi Aleon.
Ini benar-benar gila, apa mungkin ia akan kembali lagi dihajar oleh pria itu, rasanya bukan hanya dihajar Danen yakin sekali jika Aleon sudah tahu kejadian ini ia akan segera merenggang nyawa di tangan kakak iparnya.
Alena sepertinya kamu akan segera menjadi janda, bisakah kamu tolong aku, aku tidak berdaya istriku.
Bersambung.