Kelahiran bayi hasil pengkhianatan tunangan dan adiknya, membuat Nara merasakan puncak kehancuran. Rasa frustrasi dan kecewa yang dalam membuat Nara tanpa sengaja menghabiskan malam dengan seorang pria asing.
“Aku akan bertanggung jawab dan menikahimu.” -Daniel Devandra Salim
“Menikah dengan pria asing? Apakah aku bisa bahagia?”
“Seluruh kekayaanku, akan kugunakan untuk membahagiakanmu.”
Dalam pernikahan yang dikira menjadi jalan bahagia, Nara justru menemukan sebuah fakta yang mengejutkan tentang Devan yang tidak pernah dia sangka. Di saat yang sama, ipar alias mantan tunangannya mencoba meyakinkan Nara bahwa dia hanya mencintai wanita itu dan menyesal telah mengkhianatinya.
Akankah Nara berhasil mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahannya dengan Devan?
Ataukah dia mengalami kegagalan dan kembali pada mantannya?
*
*
Follow IG @ittaharuka untuk informasi update novel ini ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Papa Devan mengamati situasi dengan tenang. Ia melihat ketegangan antara Oma, Devan dan Nara.
Lalu, dia mengatakan dengan suara yang tegas, “Baiklah, kita bicarakan ini dengan tenang. Kita semua ingin yang terbaik untuk Devan, bukan begitu, Ma?” Ia menatap Oma dengan pandangan yang menunjukkan bahwa ia ingin menengahi situasi. “Mungkin kita bisa mencari waktu yang tepat untuk membicarakan ini lebih lanjut. Bagaimana jika kita makan siang terlebih dahulu?”
Mama Devan mengangguk setuju. Sama halnya dengan Devan yang baru ingat kalau dirinya dan Nara sama sekali belum makan.
“Nara, kita makan dulu ya, dari pagi kamu belum makan,” kata Devan setengah berbisik.
Oma tiba-tiba menyadari sesuatu. “Tadi malam kamu ke mana, Devan? Kamu juga sepertinya nggak kerja hari ini.”
“Em … aku pulang ke apartemen, Oma. Hari ini aku lebih santai, nggak ada kerjaan penting di kantor,” jawab Devan berdusta.
Lalu, mereka semua beranjak ke meja makan. Mamanya Daniel dengan hangat merangkul pundak Nara dan bersama-sama ke ruang makan.
Makan siang pun berlangsung dalam suasana yang agak tegang. Oma Devan hampir tidak menyentuh makanannya, tatapannya masih tertuju pada Nara dengan ekspresi yang sulit dibaca. Mama Devan mencoba mencairkan suasana, tetapi ketegangan masih terasa.
Setelah makan siang, Papa Devan mengajak semua orang ke ruang tengah. Ia ingin membahas masalah pernikahan Devan dan Nara dengan lebih serius.
Pria itu mengamati situasi dengan tenang, mencatat ekspresi dan bahasa tubuh setiap orang. Ia melihat kecemasan di wajah Devan dan ketegangan yang terselubung di balik kata-kata Oma.
“Baiklah,” kata papa Devan, suaranya tegas tetapi masih terdengar lembut. “Kita sudah tahu semua ingin yang terbaik untuk Devan. Namun, kita juga harus memperhatikan perasaan Devan dan Reinara. Devan, ceritakan pada kami bagaimana perasaanmu tentang Reinara, dan seberapa sungguh-sungguhnya kamu ingin menikahi gadis ini?”
Devan menatap Nara dengan mata yang seolah penuh kekaguman, kemudian berkata dengan suara yang tegas, “Pa, Ma, Oma … aku cinta Nara. Aku ingin segera menikahinya. Aku sudah lama menunggu untuk bisa membangun kehidupan bersama dia. Aku yakin dia adalah wanita yang tepat untukku yang juga banyak kekurangan ini.”
Oma Devan mengeluarkan suaranya dengan nada yang cukup keras. “Tapi oma masih keberatan! Keluarga Reinara … usaha mereka sedang mengalami penurunan, dan itu tidak setara dengan kita. Bagaimana pandangan orang-orang nanti terhadap keluarga kita?”
Devan menjawab dengan suara yang juga keras, “Oma, itu bukan masalah! Aku bisa mencukupi kebutuhan keluargaku sendiri. Aku tidak mempermasalahkan latar belakang keluarga Nara. Kami yang akan menjalani pernikahan, bukan orang lain. Yang penting bagiku adalah cinta dan kesetiaan kami. Aku mohon Oma mau sedikit mengerti dan memberi restu.”
Mama Devan mencoba menengahi, “Ma, kita harus mempertimbangkan perasaan anak-anak. Devan sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri. Kita seharusnya mendukung keputusan itu.”
Papa Devan berbicara, “Ma, aku memahami kekhawatiran Mama. Tapi, aku rasa kita sedikit terburu-buru. Bagaimana kalau kita beri waktu untuk mengenal Reinara lebih dekat. Aku ingin memahami kepribadiannya lebih mendalam sebelum kita membuat keputusan yang penting ini.” Ia menatap Nara dengan tatapan yang ramah, tetapi menyelidik. “Reinara, bagaimana menurutmu?”
Devan menatap Nara, dan gadis itu mengangguk setuju. Ia memahami bahwa perlu waktu untuk meyakinkan keluarga Devan.
Setelah obrolan serius itu, Devan mengantarkan Nara pulang. Ia masih memiliki misi untuk bertemu orang tua Nara.
Sementara itu, diam-diam, Papa Devan menghubungi seseorang yang dipercaya untuk melakukan penyelidikan terhadap Nara. Ia ingin memperoleh informasi yang lebih lengkap dan obyektif tentang gadis yang dicintai putranya itu.
**
**
Mobil Devan berhenti di depan rumah Nara. Suasana hangat dan penuh dukungan yang dirasakan Nara di rumah Devan tadi sirna seketika, begitu Nara dan Devan masuk rumah. Mama Nara menyambut mereka dengan tatapan tajam dan kesal, berbeda sekali dengan sambutan hangat Mama Devan.
“Dari mana kamu, Nara? Kamu nggak pulang dari kemarin?” suara Mama Nara keras dan tajam, tanpa sedikit pun nada keprihatinan.
Nara menghela napas berat. Ia merasa lelah dan sakit hati. Kejadian dengan adiknya masih sangat menyakitkan, dan ia tidak mendapatkan simpati dari ibunya. Rasanya ibunya sama sekali tidak peduli dengan rasa sakit hatinya.
“Aku sama Anya,” jawab Nara singkat, suaranya datar dan tanpa emosi.
Devan, yang seakan memahami perasaan Nara, menjangkau tangan Nara dan mengusapnya dengan lembut. Sentuhan Devan memberikan sedikit kehangatan di tengah suasana yang dingin.
Nara menoleh ke arah Devan, tatapan mata mereka bertemu. Dalam tatapan itu, Nara merasakan dukungan dan kekuatan dari Devan. Tatapan Devan seolah mengatakan bahwa ia selalu ada untuk Nara.
Saat itulah, Mama Nara kembali bertanya, suaranya masih keras, “Kamu sama siapa?” Tatapannya tertuju pada Devan, penuh dengan kecurigaan.
Devan memperkenalkan diri secara resmi kepada Mama Nara, suaranya tenang namun percaya diri. “Selamat sore, Tante. Saya Devan, pacar Reinara.” Ia menyerahkan sebuah kantong belanja bermerek ternama kepada Mama Nara. “Ini sedikit buah tangan untuk Tante. Maafkan saya jika tidak tahu selera Tante seperti apa.”
Mama Nara awalnya masih terlihat ragu dan sinis, tetapi tatapannya berubah drastis ketika ia melirik isi kantong belanja tersebut. Alisnya terangkat tinggi, dan matanya terbelalak lebar.
Di dalam kantong itu terdapat sebuah tas tangan dari merek mewah yang sangat terkenal, dengan desain klasik yang elegan. Tas itu terlihat asli, dengan kualitas yang sangat baik dan harga yang fantastis.
Mama Nara mengucapkan terima kasih dengan nada yang terdengar lebih lembut dari sebelumnya, meskipun masih terdapat sejumlah keraguan di suaranya. “Terima kasih … Devan, ya?”
Senyum halus tersungging di bibir Devan. “Iya, Tante. Semoga Tante suka.” Ia tahu bahwa hadiah itu telah sedikit berhasil mencairkan suasana. Meskipun ia tidak tahu pasti selera Mama Nara, ia yakin bahwa sebuah tas dari merek ternama akan disukai oleh sebagian besar wanita.
Mama Nara, yang sudah sedikit mencair hatinya karena hadiah dari Devan, menyarankan Nara untuk mengajak Devan masuk. “Masuklah, Devan. Papanya Nara sedang ada di dalam.”
Nara mengajak Devan masuk ke rumah. Mereka bertemu dengan Papa Nara di ruang tamu.
Papa Nara, seorang pria berwajah tegas tetapi bersikap ramah, menyambut kedatangan mereka dengan sopan. Setelah perkenalan singkat antara Devan dan Papa Nara, Devan langsung menyatakan maksud kedatangannya.
“Om, Tante,” kata Devan dengan suara yang jelas dan percaya diri, “Saya datang ke sini ingin memperkenalkan diri secara resmi dan meminta restu dari Om dan Tante untuk menikahi Nara.”
Pernyataan Devan itu sontak membuat orang tua Nara terkejut. Mama Nara menatap Devan dengan tatapan yang campur aduk antara kaget, heran, dan sedikit tak percaya.
Sementara itu, Papa Nara menunjukkan ekspresi yang lebih tenang. Akan tetapi, sorot matanya menunjukkan bahwa ia juga sangat terkejut dengan pernyataan Devan yang tiba-tiba itu. Suasana ruang tamu menjadi hening sejenak, diisi hanya dengan detak jantung yang berdebar-debar.
Papa Nara, yang tampak lebih tenang dibandingkan Mama Nara, menunjukkan sikap yang lebih terukur. Ia tidak langsung menolak atau menerima permintaan Devan, melainkan mengajukan beberapa pertanyaan. “Baiklah, Nak Devan,” kata Papa Nara dengan suara yang tegas. “Bisa kamu ceritakan sedikit tentang pekerjaanmu? Dan bagaimana kamu akan membahagiakan Nara?”
Devan menjawab dengan tegas dan penuh keyakinan.“Saya bekerja di DC Corporate, Om. Saya akan bertanggung jawab penuh terhadap kehidupan Nara dan menjamin kebahagiaannya. Saya akan memberikan yang terbaik untuknya.” Ia kemudian menyerahkan kartu namanya kepada Papa Nara sebagai bukti dari pekerjaannya.
Saat Papa Nara membaca nama perusahaan “DC Corporate” di kartu nama Devan, Mama Nara langsung berceletuk dengan nada yang sedikit curiga, “Bagaimana kalian bisa berhubungan? Nara tidak pernah cerita apa pun!”
Nara menjawab dengan suara yang sedikit gemetar, “Ma … aku sengaja merahasiakan hubunganku dengan Devan karena aku takut. Aku takut hal buruk akan terjadi lagi seperti kejadian dengan Renata. Tapi Devan sudah sangat serius, dan aku rasa sudah waktunya aku memperkenalkan dia pada orang tua ku.” Ia menatap orang tuanya dengan sorot mata yang dipenuhi sindiran.
Suasana menjadi semakin tegang. Papa dan Mama Nara saling bertatapan tanpa mengeluarkan suara.
Devan, melihat kesempatan itu, menambahkan suaranya dengan nada yang penuh keyakinan dan kehangatan. “Jadi, Om, Tante,” katanya, tatapannya beralih dari Papa Nara ke Mama Nara, “apakah Om dan Tante akan memberikan restu untuk kami? Saya sudah sangat siap untuk menikahi Nara dan menjadikannya wanita paling bahagia di dunia ini. Saya akan menjaganya dan membuatnya merasakan cinta dan kebahagiaan yang seutuhnya.” Ia menambahkan dengan senyum yang tulus, “Saya janji.”
***
Awas ya Bang kalau meleset janjinya 🙂↔️ nanti ditimpuk dayang²nya Nara di sini loh 😙😙
kak semangat up nya,,klo bisa yg banyak up nya😁
udah dilarang bejerja di oerusahaan suami tapi tetap dilanggar