Aditya Kalandra wiratmaja tidak pernah menyangka bahwa kekasihnya, Nathasya Aurrelia pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahannya. Dalam keadaan yang kalut ia dipaksa harus menerima pengantin pengganti yang tidak lain adalah adik dari sahabatnya.
Sementara itu, Nayra Anindhira Aditama juga terpaksa harus menuruti permintaan sang kakak, Nathan Wisnu Aditama untuk menjadi pengantin pengganti bagi Aditya atas dasar balas budi.
Apakah Nayra sanggup menjalani kehidupan barunya, dan mampukah dia menakhlukkan hati Aditya.
Ataukah sebaliknya, apa Nayra akan menyerah dan pergi meninggalkan Aditya saat masalalu pria itu kembali dan mengusik kehidupan rumah tangga mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MauraKim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terima Kasih
Aditya bangkit dari duduknya, ia lalu mengulurkan tangan ke arah Nayra "Ayo kita bersiap untuk resepsi."
Nayra menerima uluran tangan itu dan membiarkan Aditya membantunya berdiri.
Cahaya lampu kristal yang menggantung di langit-langit ballroom melemparkan kilauan lembut ke seluruh ruangan, memantul di atas kain transparan yang menyelimuti gaun pengantin Nayra gaun putih gading itu bagaikan tertabur bintang, dengan sulaman bunga-bunga kecil yang tampak hidup di bawah cahaya temaram.
Nayra duduk di sudut ruangan, dalam genggamannya ada buket mawar merah muda. Rambut hitam panjangnya menjuntai lembut, membingkai wajahnya yang sendu. Bahu kecilnya yang terekspos menambah kedan rapuh, namun di saat yang sama, ada keteguhan dalam caranya mengenggam bunga itu.
Di luar jendela ballroom, malam berbisik pelan. Angin sepoi-sepoi menyentuh permukaan kaca. Namun di dalam hatinya badai masih bergejolak.
Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Nayra. Seorang wanita dari tim tata rias masuk dengan senyum ramah.
"Nona Nayra, sudah waktunya keluar. Tuan muda Aditya sudah menunggu di luar."
Jantung Nayra berdegub sedikit lebih cepat. Ia menghela napas panjang, setelah itu mengangguk pelan.
Dengan langkah ringan ia keluar dari ruang rias, dan disana tepat di depan pintu Aditya berdiri dengan setelah formalnya.
Pria itu tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatapnya sekilas sebelum kembali mengalihkan pandangannya.
Tak ada pujian, tak ada kata-kata manis.
Hanya diam.
Aditya melangkah lebih dulu tanpa menoleh, seolah menganggap kehadiran Nayra sebagai bagian formalitas belaka. Pria itu bahkan sama sekali tidak mau repot-repot membantunya yang kesusahan berjalan karena gaun pengantinnya.
Nayra menunduk sedikit, sembari mengangkat ujung gaunnya ia mengikuti langkah Aditya dari belakang. Ada sedikit rasa sesak yang menyelinap di dadanya, tapi ia menepisnya cepat-cepat.
Sejak awal harusnya ia tahu.
Aditya tidak akan berubah hanya karena pernikahan ini.
Dan mungkin ia juga tidak boleh berharap apa pun.
Nayra berdiri di sisi Aditya, menerima ucapan selamat dari para tamu yang datang. Senyum sopan tetap terpatri di wajahnya, meski hatinya terasa kosong.
Aditya, seperti yang ia duga, pria itu tidak banyak bicara. Ia hanya sesekali mengangguk atau mengucapkan terima lasih singkat pada tamu yang datang.
Di tengah keramaian, seseorang mendekat.
Indra Wiratmadja.
Pria paruh baya itu berdiri dengan wibawa khasnya. Meski usianya sudah tak mudah lagi, tatapannya tetap tajam dan penuh kharisma.
"Nayra." suaranya dalam dan tegas.
Nayra segera menunduk sopan. "Iya, Om Indra."
Indra Wiratmadja menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berbicara lagi. "Terima Kasih, Nak."
Nayra mengangkat kepalanya, sedikit terkejut mendengar ungkapan terima kasih itu. "Terima kasih untuk apa, Om?"
" Karena sudah menikah dengan putra saya dan menyelamatkan nama baik keluarga saya," jawabnya dengan suara yang lebih pelan, tetapi penuh makna.
Ada sesuatu dari pria paruh baya itu, Rasa terima kasih? Atau mungkin, sedikit rasa bersalah? Entahlah Nayra tidak mengerti.
" Kami sungguh sangat berterima kasih, Nak." lanjutnya, "Karena kamu telah menyelamatkan keluarga ini dari kehancuran."
Nayra mengerti maksudnya.
Pernikahan ini bukan hanya tentang dirinya dan Aditya. Ini juga tentang nama baik Wiratmadja yang di pertaruhkan.
Nayra tersenyum kecil. "Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan, Om."
Indra Wiratmadja mengangguk pelan.
Kemudian ia mengalihkan pandangannya pada sang putra, "Jaga Nayra baik-baik. Ingat, dia telah menyelamatkan nama baik keluarga yang telah di hancurkan oleh kekasihmu itu. Jadi jangan sekali-sekali kau menyakiti Nayra dan membuat papa kecewa padamu lagi."
Kemudian, pria paruh baya itu menepuk bahu Aditya pelan sebelum akhirnya melangkah pergi.
Nayra melirik Aditya, berharap melihat sedikit perubahan di wajahnya.
Tapi seperti sebelumnya, ekspresi pria itu tetap sama. Dingin dan tak terbaca.
Nayra menarik napasnya dalam.
Malam ini masih sangat panjang.
Dan kehidupan barunya bersama Aditya baru saja di mulai.
Setelah kepergian Indra Wiratmadja, Nayra masih berdiri di samping Aditya. Masih menerima ucapan selamat dari para tamu yang datang. Namun, tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya datang menghampirinya.
Mama Hanum.
Tatapan hangatnya menyapu wajah Nayra, sebelum akhirnya berhenti di tangan Nayra yang saling mengenggam jemarinya sendiri, menantunya itu tampak gugup.
"Nayra." panggilnya dengan suara lembut.
Mendengar panggilan ibu mertuanya, Nayra segera mengangguk "Iya, Mama."
Mama Hanum tersenyum tipis sebelum meraih tangan Nayra, menggenggamnya erat seolah ingin menyalurkan ketenangan.
"Aku tahu keadaan ini bukanlah hal yang mudah untukmu," ucapnya dengan suara lirih, cukup untuk di dengan Nayra saja. "Semua terjadi begitu mendadak, dan kamu pasti masih binggung dan mencoba memahami semuanya."
Nayra menelan ludahnya, kata-kata itu terasa begitu tepat dengan apa yang ia rasakan.
"Aku tidak akan memintamu untuk menerima semuanya dengan terburu-buru," lanjut Mama Hanum "Aku hanya ingin kamu tahu, rumah ini adalah rumahmu sekarang. Dan akan ada di sini jika kamu butuh tempat untuk bersandar."
Nayra tersenyum tipis. " Terima kasih, Ma."
Mama Hanum mengusap punggung Tangan Nayra dengan lembut. "Aditya mungkin sedang melewati masa yang berat. Aku harap kamu bisa bersabar dan memberinya waktu."
Nayra hanya diam, ia tidak tahu harus menjawab apa.
Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, suara lain ikut menyela.
"Hey, kenapa suasananya jadi serius seperti begini?"
Nayra menoleh dan menemukan seorang perempuan muda dengan gaun elegan dan senyum jahil menghampiri mereka.
Arsyila Putri Wiratmadja.
Adik perempuan Aditya yang baru di temuinya hari ini, meskipun Nayra sudah tahu sebelumnya bahwa Aditya memiliki seorang adik perempuan.
"Tidak ada yang serius," jawab Mama Hanum dengan nada lembut.
Arsyila mengangkat alis sebelum menatap Nayra dengan penuh minat. "Jadi ini kakak iparku yang baru?"
Nayra tersenyum kikuk. "Iya,,, aku Nayra."
Arsyila menyeringai. "Aku Arsyila. Satu-satunya saudara perempuan Aditya yang paling cantik dan tentunya yang paling menyenangkan di keluarga ini."
Nayra terkekeh pelan karena ucapan Arsyila. Ternyata sifat gadis di depannya ini sangat berbeda dengan sang kakak.
"Selamat datang di keluarga dingin ini." lanjut Arsyila santai. "Kakakku itu memang pendiam dan ekspresinya datar kayak patung. Tapi kalau nanti dia mulai nyebelin, bilang saja padaku. Aku bisa kasih dia pelajaran."
Nayra melirik sekilas ke arah Aditya, ternyata suaminya itu masih diam tanpa ekspresi.
"Aku akan ingat itu." jawab Nayra dengan berusaha menahan senyumnya.
Mama Hanum menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Arsyila, jangan buat Nayra berpikir buruk tentang kakakmu."
"Ah, tenang saja, Ma. Kak Aditya memang membosankan, tapi aku yakin Kak Nayra pasti bisa mengatasinya." jawab Arsyila santai.
"Arsyila." Aditya akhirnya bersuara, meskipun singkat.
"Baik, baik, aku diam." Arsyila tertawa kecil sebelum melirik Nayra sekali lagi. "Bagaimanapun, selamat datang di keluarga ini, Kak Nayra."
Izin yaa