Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tindihan
Saat aku sadar, aku berada di suatu tempat yang sangat cerah- sangat menyenangkan dan menenangkan, sejuk dan angin sepoi-sepoi. Terbentang langit biru tanpa awan, aku berdiri di atas Padang rumput yang di batasi oleh jurang. Dan dibelakang ada sungai kecil,tenang dan jernih. Tidak jauh didepanku ada seseorang berpakaian serba putih. Dia sangat tampan, tersenyum kepadaku.
"Nak," dia mengajakku berbicara. "Kok kamu ga pernah main ke rumahku?"
"Om siapa?" Jawabku.
"Aku adiknya bapakmu."
Setelahnya, suasana menjadi gelap. Dan aku terbangun dari tidurku. Cuma mimpi, tapi wajahnya, entah kenapa saat aku melihat wajahnya ada rasa kerinduan kepadanya.
2
Pagi harinya, hari Minggu. Bapak pulang dari ronda agak siang, dia bilang harus menjenguk temannya yang sakit.
"Pak." Aku memulai pembicaraan.
"Apa?" Jawabnya. "Kalo duit, ini tak kasih." Belum ngomong aja sudah dikasih. Alhamdulillah. Hehe
"Hehee, matur tengkyu pak." Aku cengengesan.
"Hehehee." Bapak menirukan sambil sedikit mengejek. "Awas kalo ga ngerjain PR lagi. Atau pulang main tengah malam. Tak hukum lagi kamu."
"Iya, iyaa. Tapi bukan itu maksudku."
"Ya sudah sini balikin duitnya."
"Hee, ini ya sudah jadi hak milikku lah." Aku nyengir kuda. "Kamu punya adik laki-laki ya?" Tanyaku kemudian.
Sebelumnya bapak tidak pernah bercerita apapun soal itu. Saat mendengar pertanyaan ku, tak di sangka dia menangis.
"Harusnya bapak punya adik Yon. Tapi dia meninggal saat dilahirkan."
Deg. Terdiam sesaat.
Bapak melanjutkan perkataannya. "Kamu tau darimana?"
"Tadi pagi aku mimpi didatangi om-om." Dan aku ceritakan mimpiku tadi.
"Woalah, iya. Kayaknya Prapto kangen sama bapak. Bapak sudah beberapa tahun tidak pernah berziarah ke makamnya. Nama om itu Prapto Yon, kamu harus ingat ya."
"Siap Ndan." Hehee
3
Sore harinya. Kami sekeluarga berkumpul di ruang tamu. Karena hari kamis depan sampai Sabtu bapak tidak ada jadwal ronda, kita berencana ke makam om Prapto di mergan, dan sekalian mampir kerumah salah satu keluarga kami di Kasin.
Ingat ya gaes. Aku tinggal di desa, jauh dari listrik, makanan, minuman modern dan sebagainya.
Jam sebelas malam, Erni tiba-tiba terbangun. Dia merengek minta di antara ke sungai, yah untuk ritual segala umat. Karena berisik aku ikut terbangun.
"Pak, anterin ke sungai. Kebelet e'ek." Kata dia.
"Iya." Jawab bapak.
Idih, kemarin-kemarin pas aku yang lagi ada hajat, dia di bangunin sulitnya minta ampun. Lha sekarang ini, Erni begitu mudahnya membangunkan bapak.
Mereka pun keluar. Tak lama kemudian aku ikut menyusul.
"Tunggu, aku itu juga." Kataku.
Dan pergi lah kami beramai-ramai ke sungai Gimun. Tapi beruntungnya, sapi penasaran itu tidak muncul.
4
Selesai menjalankan ritual segala umat, saat kamu beranjak pulang. Erni tiba-tiba berteriak.
"Hei. Sini, sini" sambil melambai ke arah sungai. Aku dan bapak menoleh, ga ada siapapun.
"Heh. Kamu ngomong sama siapa?" Bentak ku. Tapi bapak malah menyuruh diam.
"Biarin saja, adikmu memang bisa melihat makhluk halus."
"Lho, masa?"
"Dia punya teman khayalan, Kamu dulu juga begitu."
"Masa sih?" Tapi bapak ga menjawab pertanyaan ku. Dia memperhatikan Erni yang sekarang sudah berlarian menuju sungai.
Seolah-olah memang bermain dengan seorang teman, dia tertawa cekikikan sendiri, main air di sungai.
Anak-anak memang terkenal bisa melihat makhluk halus, bahkan sampai sekarang pun masih banyak. Jaman sekarang disebut sebagai anak indigo.
"Kalau kamu sudah capek, kamu pulang duluan saja Yon." Kata bapak.
"Engga deh, aku ikut menunggu juga. Takut sapi penasaran." Jawabku.
"Ha? Sapi Penasaran?" Bapak bertanya penasaran. "Penasaran sama siapa.?"
Cih, kok malah mirip omonganku ke Udin sih. "Sapi Pak Komat yang mati beberapa Minggu lalu itu arwahnya gentayangan."
"Astaga. Ada-ada saja kamu Yon. Memangnya gentayangan dimana?"
"Ya disini." Dan aku menceritakan kejadian sapi penasaran ke bapak.
5
"Temanmu siapa namanya Er?" Tanyaku saat berjalan pulang.
"Namanya Elly, dia cantik sekali lho." Jawab Erni.
"Wah, cantik mana sama Mbak Efi?"
"Cantik Elly lah."
"Sekarang dia di mana?"
"Itu, dia menggandeng tangan Mas Riyon." Dia berbicara sambil menunjuk ke arah tanganku, aku pun langsung membeku.
6
Kulihat bulan bersinar terang terpantul di atas sungai, akan tetapi, cahaya rembulan itu terasa aneh. Bukan warna putih keperakan seperti biasanya. Tapi ini berwarna ungu kehitaman. Sekarang aku duduk di pinggiran sungai, di sebuah batu besar. Gemericik air membuatku tenang. Ada air terjun rendah di sebelah kanan ku, dan di sebelah kiri ku ada jalan setapak di pinggir sungai. Entah kenapa tiba-tiba saja aku sudah berada di sana. Sungai ini terasa tidak asing, tapi sepertinya ini pertamakali nya aku berada di sini. Aku berdiri, aku tidak punya kuasa atas tubuhku. Aku berjalan ke arah kiri menyusuri jalan setapak itu. Terlihat di ujung sana terlihat bendungan, ah sangat familiar sekali bendungan ini. Bendungan seperti baru saja selesai di bangun, terlihat di batu-batu pondasi yang menjual tinggi itu masih belum berlumut sama sekali.
Benar, aku kenal bendungan ini, ini kali Lanang tempat aku mandi bersama teman-temanku. Tapi yang membedakan airnya, air sungai yang aku kenal itu airnya agak keruh sedangkan sungai ini sangat jernih, tidak ada sampah sama sekali terlihat.
Seingat ku, tadi aku ke sungai untuk buang hajat rame-rame sama bapak dan Erni. Tapi kenapa tiba-tiba aku berada di sini?
Aku terus berjalan dan terus berjalan. Ini mimpi, iya ini pasti mimpi.
Di sebelah tanggul ada gazebo terbuat dari bambu, di terangi lampu templek dan beberapa obor di depannya. Ada seseorang disana. Aku mendekat, semakin dekat sehingga aku bisa melihat dengan jelas orang itu. Dia seumuranku, berambut pirang keemasan, kulit putih pucat. Anak keturunan Belanda ku kira.
Dia sadar kehadiranku, menoleh ke arahku. Kulihat juga matanya, matanya bewarna biru laut. Cantik sekali dia.
"Eh Riyono." Sapa dia.
"Hai." Jawabku "tahu namaku dari siapa?"
"Erni."
"Adikku?"
"Ya." Lantas dia memegang tanganku. Aku jadi teringat kata Erni tadi pas di sungai. 'itu, dia menggandeng tangan mas Riyon.' "Namaku Elly, salam kenal." Lanjut dia.
"Ah i. Iya." Aku tergagap. "Ini dimana?"
"Lho, bukannya kamu hampir setiap hari kesini bareng Udin dan yang lain."
"Sungai Lanang?
"Mana lagi kalo bukan itu."
"Lantas kenapa suasananya berbeda dari biasanya? Airnya sangat jernih, dan batu pondasinya juga masih terlihat baru."
"Ini sungai Lanang, tapi sungai Lanang yang lain."
"Maksudnya?"
"Ini sungai Lanang di alamku, kalian menyebutnya alam gaib. Aku membawamu kesini saat kamu tertidur, bisa dibilang ini juga alam mimpi."
Benarkan, ini cuma mimpi. Tapi mimpi ini terlalu nyata, walaupun aku tidak bisa mengontrol tubuhku sendiri juga aku bicara, tapi seolah bukan aku yang sedang berbicara.
"Ayo ikut." Dia berbicara begitu, lantas menyeret ku terjun ke bawah tanggul.
"Waaaaaaah.!!!"
"Bruk!!" Aku terjatuh dari tempat tidurku. Benar kan? cuma mimpi tadi. Aku pun berdiri dan naik ke atas kasur, mau melanjutkan tidurku karena kulihat sekelilingku masih gelap. Aku kembali tertidur.
7
"Waaaahh..!!" Aku berteriak, aku dan Elly melompat dari atas tanggul. Air sungai di bawah, sangat dalam. Lebih dalam dari sungai Lanang yang aku kenal. Elly menarikku kebawah, dan terus kebawah. Sesak nafasku.
Sial, mimpi kok bisa bersambung juga sih. Lagian ini mimpi kenapa terasa sangat nyata?.
Aku mulai kehabisan nafas, dan mencoba berenang keatas. Tapi tarikan Elly lebih kuat, semakin kuat malah. Tanganku yang dia cengkeraman terasa sangat sakit, seolah mau patah.
Karena tenggelam dadaku benar-benar sesak, pandang ku semakin gelap. Dan tubuh semakin lemah, benar-benar tersiksa karena kehabisan nafas. Aku mulai meronta-ronta, bergerak tak karuan. Leherku tercekik, dadaku panas. Aku menelan banyak air, dan banyak juga air masuk ke paru-paru ku sehingga dadaku semakin sakit.
Mati, aku pasti akan mati. Aku belum mau mati, aku masih 12 tahun. Masih ingin bermain sama yang lain. Tidak. Tidak! TIDAAK!!
pandanganku pun semakin gelap, dan aku pun tidak sadarkan diri.
8
"Gimana rasanya mati tenggelam?" Elly bertanya padaku.
Saat sadar, aku sudah berada di atas tanggu lagi. Tubuhku kering, tidak ada basah sama sekali.
"Ga enak kan?" Dia melanjutkan ceritanya. "Dulu pas bermain sama temanku, sama-sama keturunan. Dia mengajakku berenang. Tapi aku berbohong kalau aku bisa berenang padahal tidak. Hahaha sial, siapa sangka dia mengajakku ke atas tanggul dan menarikku lompat kebawah - seperti yang ku lakukan padamu-. Karena aku ga bisa berenang, aku pun tenggelam. Dan mati deh." Dia bercerita seperti seolah ceritanya itu lucu.
"Setelah itu gimana.?" Aku balik bertanya.
"Setelahnya, aku tidak ingat apa-apa setelah aku mati. Aku hanya ingat saat-saat kematian ku, itu saja."
"Itu saja?"
"Ya." Dia menarik tanganku lagi. "Aku suka sama kamu Yon."
Dia pun menarik ku lagi, dan kita terjun ke sungai di bawah tanggul.
Lagi dan lagi. Merasakan tenggelam lagi dan lagi.
9
"Yon bangun Yon." Ibu membangunkan aku. "Kamu kenapa teriak-teriak.?"
Tindihan, ya mimpi buruk. Alhamdulillah, aku kira bakalan di ajak mati terus berulang kali sama Elly.
"Ini air putih. Kamu biar tenang." Kata ibu, dia benar-benar cemas. Baru kali ini dia cemas kepadaku. Mengingat itu pun aku langsung memeluknya dan menangis sejadi-jadinya.
Ini mimpi buruk paling nyata yang pernah aku alami.
"Mas Riyon kenapa Mak?" Tanya Erni seraya masuk kamarku.
"Ga kenapa-napa kok, dia cuma mimpi buruk aja."
"Oh. Ya sudah, aku balik tidur dulu." Dan Erni keluar kamarku. "Elly, ayok balik tidur."
'Deg' jantungku serasa berhenti berdetak.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁