Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26_Di Skor
Gemericik air hujan membuat siapa saja merasa tenang saat mendengarnya. Hanyut dalam pikiran, terbayang akan kenangan dimasa lalu. Berputar secara otomatis seperti cuplikan film. Angin terlihat kencang, membawa cairan bening itu dan menyisakan embun di dinding bening yang tak lain adalah kaca.
Terdiam dan tenggelam akan pikirannya, matanya mengedip pelan dengan tatapan lurus kedepan. Menikmati setiap suara hujan yang jatuh ke bumi, sangat menenangkan. Jendelanya sengaja dia buka, Matanya mulai memejam dengan perlahan lalu hidungnya menghirup rakus aroma menenangkan itu.
Saat angin membelai wajahnya sensasi dingin dan menyegarkan langsung terasa di kulitnya. Matanya kembali terbuka, melihat hujan yang masih berjatuhan " Apa gue bisa seperti hujan? Yang rela jatuh berkali kali namun tak pernah benci pada langit?"
Dia menunduk terkekeh pelan menertawakan dirinya sendiri. Dia memutar tumitnya menatap pada sosok gadis yang masih setia memejamkan matanya. Terlihat tenang dan damai. Raya seperti putri tidur yang tengah mimpi panjang. Hari semakin sore, gadis itu kembali tertidur setelah meminum obat yang diberikan oleh Dokter.
Tidak ada luka yang cukup serius, hanya memar dibagian punggung sampai bahunya. Dokter pun membolehkan Raya untuk pulang dan istirahat di rumah. Hito membawanya pulang, tapi tidak kerumah Raya melainkan pulang kerumahnya. Dengan begitu dia dapat mengawasinya selama 24 jam.
Terdengar decitan pintu, Hito menoleh cepat melihat si pelaku yang baru saja ikut bergabung bersamanya. Senyumnya mengembang, menggelengkan kepalanya perlahan " Muka Lo udah kaya badut!" Serunya menahan tawa.
Rian dan Ciko mendengus ikut bergabung duduk di sofa yang terdapat di kamar Raya " Ngaca Lo sebelum ngomong!" Seru Ciko membalikkan fakta. Wajah ketiga pria itu babak belur, berwarna biru di mana mana. Bahkan di sudut bibir kanan Hito luka itu masih menganga, membiarkan cairan merah itu merembes saat pria itu membuka mulutnya.
" Gimana keadaan Raya?" Tanya Rian.
" Sudah membaik."
" Syukurlah kalau begitu." Ucap Rian dan Ciko Lega. Ketiganya terdiam, hanyut pada pikirannya masing masing. Sampai akhirnya salah satu diantara mereka membuka suara membuyarkan lamunan mereka.
" Kalian lagi ngapain?" Raya terbangun dari tidurnya. Meskipun di luar hujan tapi tenggorokanya terasa kering, bukan itu saja bahkan bibirnya pecah pecah. Karena haus akhirnya Raya membuka matanya, dan kedua alisnya berkedut saat melihat ketiga sejoli itu berkumpul di kamarnya.
Hito segera mendekat saat melihat Raya menahan sakit di punggungnya, gadis itu ingin menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Dibantu Ciko dan Rian, akhirnya Raya bisa bersandar dengan nyaman " Makasih,"
" Lo mau apa?" Tanya Hito.
" Pengen minum." Jawabnya jujur. Hito pun segera mengambilkan air putih yang berada di nakas lalu menyerahkannya pada Raya.
" Ada lagi?" Tanya Hito setelah menerima gelas yang tersisa setengah. Raya menggelengkan kepalanya, lalu matanya melirik pada mereka secara bergantian.
" itu luka lukanya udah pada di obatin belum?"
" Udah. Lo nggak usah cemasin kita, kita baik baik aja kok. Terus punggung Lo gimana?" Tanya Ciko balik.
" Masih agak nyeri. Tapi udah nggak apa apa kok."
" Lain kali jangan ngelakuin hal konyol seperti tadi. Lo nyari mati namanya." Ketus Hito yang tiba-tiba kesal kembali atas ulah Jihan tadi.
" Gue masih idup," Seru Raya cepat.
" Tapi tadi pagi lo pingsan." Sahut Hito kembali.
" Ya manusiawi pingsan mah. Emang di dunia ini cuma gue doang yang pingsan? Enggak kan!"
" Udah udah. Kok malah ribut sih. Ray, mending Lo tiduran lagi aja ya? Biar cepat sembuh." Ujar Rian " Kalo Lo butuh apa apa panggil aja kita, kita di kamar Sebelah. Biasa cowok main Game." Ucapnya kembali.
Ciko dan Hito yang tak mengerti maksud dari perkataan Rian hanya saling tatap dengan kening yang mengkerut. Setelahnya pria itu menarik mereka untuk keluar dari kamar Raya.
" Tu...tunggu. G..gue mau ngomong dulu sama dia," Hito melepaskan cekalan Rian pada tangannya. Hito duduk di sisi ranjang berhadapan dengan Raya yang kini menunggunya untuk mengatakan sesuatu.
" Kenapa?" Akhirnya Raya bertanya karena Hito belum juga membuka suaranya.
" Enggak ada apa apa. Gue cuma mau mastiin kalo Lo bener bener udah baikkan."
" Gue kira apaan," Jawabnya dengan tersenyum tipis " Udah gih kalo mau main mah, gue udah nggak apa apa. Suerr deh!" Ucapnya kembali dengan tangan membentuk huruf V.
" Iya gue percaya, jangan lupa selimutnya dipake cuacanya lagi dingin." Seru Hito sebelum dia benar benar keluar dari kamar Raya.
Ketiga pria itu terlihat sedang mengobrol dengan serius. Ketiganya tengah duduk, menghadap keluar jendela yang masih diguyur hujan. Hito menyandarkan punggungnya, berusaha menenangkan pikirannya " Sorry To gara gara gue kita di skor." Sesal Rian.
Setelah kembali dari Rumah Sakit Rian dan Ciko di panggil oleh Bu Dona. Mereka disuruh menghadap keruang BK untuk bertemu dengan pak Kumis. Dan benar saja karena keributan di lapangan basket tadi, mereka termasuk Hito juga di Skor selama dua hari. Begitupun dengan Dirga si mantan ketua osis, pria itu dengan kedua temannya ikut kena Skor juga.
" Jihan?" Matanya berubah menjadi dingin saat merafalkan nama gadis itu. Rahangnya tiba tiba mengeras dengan urat yang menonjol.
" Seperti biasa, Dia lolos."
"CK. Semua orang pada Buta atau oon sih? Enggak ngerti sama jalan pikiran mereka. Di sumpel berapa duit? Gue pengen banget namparin mereka satu satu." Ujar Hito tersulut emosi.
" Gue udah berusaha jelasin masalah ini juga sama pak Kumis. Tapi dia nggak percaya." Seru Ciko.
" Bener To, lo tau sendiri cewek itu bermuka dua, nggak gampang buat bikin para guru percaya sama kita yang notabennya anak nakal di sekolah." Imbuh Rian.
" Cewek munafik kaya dia lama lama kedoknya bakal kebongkar. Kali ini gue nggak bakal lepasin dia!"
" Terus Raya gimana?" Tanya Ciko.
" Selama gue di skor dia pun nggak boleh masuk sekolah dulu. Gue takut cewek iblis itu ganggu Raya lagi."
Rian mengangguk membenarkan perkataan teman nya itu" Lo bener banget. Cewek itu udah gila. Lebih baik kita nyari aman dulu."
Ucapan mereka terhenti saat mendengar nada dering yang berasal dari ponsel Hito. Diraihnya dengan cepat benda pipih itu lalu Hito menempelkannya pada daun telinganya.
" Iya ka ada apa?"
" nggak usah pura pura bego To. Gue udah tau semuanya. Gimana keadaan Raya sekarang?" Tanya Intan to the point.
Hito mengesah pelan, Ka Intan sepupu dari Raya ini seperti detektif selalu menjadi yang pertama sebelum Hito memberitahukannya sendiri " Raya baik baik aja ka."
" Terus Lo sendiri gimana? Minta mbok Jum buat ngobatin luka lo. Orang orang dari gue bakal terus mantau To, meskipun gue jauh dari kalian gue tau semuanya. Jadi jangan nutupin apapun dari gue!"
" Iya ka." Saut Hito secukupnya
" Terus sekarang Raya lagi ngapain? Gue pengen ngomong sama dia." Pinta Intan.
" Tadi sih lagi duduk duduk aja ka, Tar gue cek dulu." Hito beranjak dari duduknya berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar Raya.
Hito membuka pintu itu dengan pelan takut jika si empu terganggu karena kedatangannya. Kepalanya menyembul melihat kearah tempat tidur, Gadis itu tengah tertawa, memamerkan deretan gigi putihnya menghadap ke layar ponselnya.
Tersenyum dengan manis. Tertawa dengan lepas. Harusnya Hito bahagia namun hatinya terasa nyeri " Ka tar aja ya ngomongnya, Ray anya lagi tidur."
" Emmm. Yaudah kalo gitu. Tante Helma sama nyokap Lo masih di bandara. Penerbangannya di tunda, Lo tau sendiri cuacanya lagi buruk!"
" Iya ka. Yaudah gue tutup dulu ya."
" Lo lagi bohongin gue?" Curiga Intan di seberang sana.
" Nggak ka, Gue ngerasa capek aja pengen istirahat." Elak Hito menyangkal.
Intan yang berada di seberang sana langsung percaya saja. Karena dia juga tahu jika Hito pun wajahnya babak belur dan mungkin benar pria itu membutuhkan istirahat" Yaudah gue tutup. Gue titip Raya." Sambungan telpon itu terputus. Hito tak beranjak dari posisinya. Diam sesaat lalu menyandarkan punggungnya pada daun pintu. Hito mengesah menatap lurus kedepan dengan mata yang menerawang jauh entah kemana.
" Demi Lo ndut. Jika dia bikin lo bahagia. Gue bakal singkirin cewek iblis itu." Ucap Hito berjanji pada dirinya sendiri.