(Identitas Tersembunyi) Inarah yang biasa di sapa Nara sudah dari dulu tak mengikuti jejak sang kakak dan sang adik yang masuk pondok pesantren, Nara memilih sekolah di SMA milik sang kakek.
Tak ada yang tau bahwa Nara adalah cucu dari pemilik SMA karena Nara memang tak menyombongkan diri, bahkan Nara yang penampilannya seperti anak pesantren justru menjadi hinaan oleh teman-teman sekolahnya dan jadi korban bullying.
Tapi itu hanya sesaat, ketika Nara sudah lelah berpura-pura menjadi lemah kini taring yang selama ini di sembunyikannya pun keluar juga bahkan membuat para bullying jadi ketakutan.
Ikuti ceritanya Nara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Iya, Non" jawab Mang Udin
Tiba di rumah, Nara bersyukur kedua orang tuanya saat ini tengah pergi ke sekolah TK milik uminya yang di bangunkan oleh sang kakek dulu yang memang mereka jadwalkan setiap hari ini memantau sekolah itu.
Nara segera masuk ke dalam kamar membersihkan tubuhnya yang penuh dengan tepung dan telur, selesai mandi Nara memasukan seragam sekolah dan jilbabnya yang kotor tadi ke dalam plastik.
"Mang, tolong antar ini ke laundry sekalian Mamang pergi ke tempat cuci mobil agar Abi gak tau apa yang sudah terjadi tadi di sekolah" titah Nara pada Mang Udin sembari menyodorkan plastik berisi seragam sekolah dan jilbabnya yang kotor tadi
"Baik, Non" jawab Mang Udin langsung menjalankan perintah anak majikannya itu,
Nara kembali masuk ke dalam rumah ingin menunggu kedua orang tuanya pulang sekalian Nara ingin minta solusi pada uminya, tanaman apa yang bagus untuk di bawa ke sekolah minggu depan.
Selang berapa menit terdengar deru mobil untuk kedua kalinya, yang pertama tadi Mang Udin yang telah selesai mencuci mobil dan kemungkinan yang sekarang kedua orang tuanya yang pulang.
"Assalamualaikum" ucap Erisa dan Rendi bersamaan menghampiri sang anak yang tengah menonton TV
"Walaikumsalam" jawab Nara kemudian mencium punggung tangan kedua orang tuanya
Ketika uminya duduk, Nara pun menceritakan tentang kejadian di sekolah tadi sekalian meminta saran. Uminya menyarankan untuk ke rumah sang kakek dan sang nenek karena di sana banyak jenis tanaman.
Sore hari setelah sholat ashar Nara pun pamit dengan kedua orang tuanya ingin pergi ke rumah sang kakek dan sang nenek dengan di antar oleh Mang Udin, hanya dua puluh menit untuk sampai di sana.
Ting Tong.....
Nara memencet bel satu kali, tanpa menunggu pintu utama segera di buka oleh seseorang dari dalam yang ternyata ART yang bekerja di rumah sang kakek dan sang nenek lalu Nara tersenyum ramah pada ART itu.
"Assalamualaikum, Bik Nur" ucap Nara
"Walaikumsalam, masuk Non. Kakek Nenek lagi duduk di halaman belakang, sedang menikmati angin sore di kursi taman"
Nara mengangguk sembari melangkah masuk ke dalam rumah kemudian berlari kecil menghampiri sang kakek dan sang nenek yang duduk di taman halaman belakang, menikmati angin sore.
"Kakek Nenek"
"Nara"
Nara langsung memeluk kedua pasangan lansia itu dengan penuh kasih sayang, bahkan Nara juga mencium pipi keduanya yang kulitnya sudah mulai keriput tapi keduanya masih tampan dan cantik.
Sebelum menyampaikan tujuannya datang ke rumah ini Nara menyempatkan diri untuk mengobrol pada sang kakek dan sang nenek karena merasa kangen, apalagi sudah hampir satu minggu tidak ke rumah ini.
Semenjak Nara mulai sibuk dengan sekolahnya sekarang, seperti tak punya waktu untuk meluangkan sekedar menemani sang kakek dan sang nenek yang kesepian soalnya anak mereka hanya uminya.
Dulu uminya punya kembaran namun tak bisa di selamatkan, terus uminya juga punya kakak angkat namun sudah meninggal dunia juga makanya hanya uminya yang kini menjadi anak tunggal.
Syukurnya uminya di karuniai anak tiga, meski hanya Nara yang ada di dekat mereka sedangkan sang kakak dan sang adik sekolah di pondok pesantren yang ada di Jawa, pulang setengah tahun sekali.
"Nenek, Nara boleh gak minta tanaman punya Nenek. Nara punya tugas untuk bawa tanaman buat di bawa ke sekolah?" tanya Nara dengan raut wajah memohon
"Tentu boleh donk sayang, tapi siapa yang nyuruh kamu bawa tanaman segala?" tanya Sang kakek yang tak lain Dokter Perdi atau pemilik sekolah SMA tempat Nara sekolah
Nara kembali menceritakan tentang kejadian tadi di sekolah karena Nara tak bisa ikut olahraga, Nara juga tak mempermasalahkan apalagi Pak Galang hanya memintanya untuk membawa tanaman.
"Kamu baik-baik saja kan selama sekolah di sana? Gak ada yang ganggu kan? Kalo ada kasih tau Kakek biar Kakek keluarin mereka dari sekolah dan tak akan bisa masuk ke sekolah mana pun"
"Gak kok, Kek. AMAN" kata Nara sembari mengacungkan jari jempol
Nara sudah punya cara sendiri untuk memberi pelajaran pada Selina dan geng-nya, Nara ingin bermain cantik yang tentunya tidak terlihat oleh siapapun kalau sebenarnya Nara bisa memberi pelajaran pada mereka.
Setelah itu Nara pamit pulang pada sang kakek dan sang nenek, Nara kembali ke rumah dengan sebuah tanaman bunga yang kata sang nenek tadi harganya sampai puluhan juta.
.
.
Hari yang di tunggu tiba untuk kali ini Mang Udin mengantar Nara sampai di depan gerbang, sekalian Mang Udin membantu membawakan tanaman yang di suruh oleh Pak Galang minggu kemarin.
"Wah, Nara ini tanaman yang kamu bawa. Ini bunga langkah loh, gak di jual di pasaran kalaupun ada pasti mahal sampe sepuluh juta. Terim kasih, ya" kata Pak Galang yang berbinar melihat bunga yang sangat langkah itu kini ada juga murid membawa bunga itu ke sekolah
"Sama-sama, Pak. Terima kasih juga sudah mentoleransi saya minggu kemarin, ini gak seberapa karena banyak di rumah nenek saya"
"Wah ternyata Nara buat kesalahan makanya di hukum suruh bawa tanaman, akhh cuma gini doank di rumah saya juga banyak" kata Selina yang tiba-tiba sudah berada di dekat Nara dan Pak Galang
"Membawa tanaman bukan berarti karena di hukum kan Selin, jaga bicara kamu" kata Pak Galang sedikit menaikan nada bicaranya bahkan menatap Selina dengan tajam
Selina memilih pergi karena malas melihat Nara yang di juluki Selina si karung goni itu mencari perhatian semua orang, Selina tau bunga anggrek yang di bawa Nara tadi memang mahal.
Terlihat dari kejauhan Pak Galang meletakkan tanaman yang di bawa Nara di halaman depan ruang OSIS, entah apa maksud Pak Galang harus meletakkan tanaman bunga anggrek itu di sana.
"Ini sengaja Bapak tanaman disini, biar bisa kalian siram setiap hari. Tolong di jaga, jangan sampai rusak. PAHAM"
"Siap Pak" ucap Seluruh anggota OSIS
Mang Udin yang telah selesai membantu membawakan tanaman anak majikannya pamit pulang, begitu juga dengan Nara yang telah selesai urusannya dengan Pak Galang pamit hendak ke kelasnya.
Hari ini guru masuk kelas hanya sebentar, anak murid kelas X.IPA.1 di beri buku paket untuk mencatat rangkuman dan tugas masing-masing, awalnya kelas sepi karena semuanya sibuk mencatat.
Apalagi guru mata pelajaran Kimia sangat galak, biasanya jika beliau masuk kelas. Anak murid kelas X.IPA.1 akan diam seperti tak ada penghuninya namun kali ini terdengar suara cempreng Adi si bencong.