Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergian ayah
Entah berapa lama Alia menangis ditengah derasnya hujan. Tubuhnya sudah mulai menggigil, dan kepala berdenyut pening. Seketika tatapannya buram sehingga ia tak ingat apapun lagi.
Alia membuka matanya saat terdengar suara berisik. Netranya menatap ruangan yang sudah tak asing lagi baginya. Ya, ini adalah kamarnya sendiri. Siapa yang membawanya pulang? Bukankah tadi ia sedang berada dibawah guyuran air hujan?
Hati wanita itu bertanya-tanya sendiri sembari mendengarkan suara ribut-ribut di luar kamarnya.
"Anak itu benar-benar telah membuat malu keluarga!" bentak Ibu tiri Alia pada ayahnya.
"Apa yang dia perbuat sehingga kamu menjadi malu? Cukup sudah, Irma! Kamu jangan selalu mencari kesalahan putriku!" bentak ayah dengan emosi.
"Oh, ternyata kamu tidak mendengar ucapan orang yang telah mengantarkannya pulang tadi, Oya, aku lupa bahwa kamu itu kerjaannya hanya tidur, makan, buang kotoran. Hanya itu yang kamu tahu, bahkan kamu tidak tahu apa yang diperbuat oleh putri kesayanganmu itu di luar sana!"
"Cukup Irma! Jangan lagi mengatakan hal buruk tentang putriku!"
"Aku tidak akan diam sebelum kamu mengetahui yang sebenarnya bahwa putri kesayanganmu itu sekarang sedang hamil dua bulan. Kamu puas!" tekan wanita baya itu dengan lantang.
"A-apa! kamu jangan mengada-ada, Irma!" Seketika Jantung pria itu berdegup kencang dan nafasnya mulai tak beraturan, rasanya seperti ada benda yang sedang menghimpit begitu berat sehingga sulit bernafas.
"Pak, kamu kenapa!" pekik wanita itu tampak panik saat melihat suaminya sudah tak sadarkan diri.
Alia yang sedari tadi mendengarkan di belakang pintu, ia segera berlari keluar untuk melihat apa yang terjadi pada ayahnya.
"Ayah!" teriaknya sambil berlari mendekap tubuh lemah yang telah terkulai di kursi roda.
"Ayah, bangun! Ayah... Hiks..." Tangis Alia pecah sembari memeluk tubuh sang ayah.
"Sekarang kamu puas? Kamu telah membunuh ayahmu sendiri!" bentak Ibu tirinya menyalahkannya.
"Tidak, ayah tidak mungkin meninggal. Ayah pasti masih bisa di selamatkan!" Alia segera berlari keluar rumah untuk meminta pertolongan pada tetangganya.
Salah satu warga memeriksa denyut nadi sang ayah, dia mengatakan bahwa lelaki baya itu telah meninggal dunia.
"Innalilahi Wa innailaihi Raji'un. Pak Bagas sudah meninggal dunia," ucapnya yang membuat Alia menangis histeris.
"Tidak! Ini tidak mungkin... Ayahku pasti masih hidup, Pak tolong periksa sekali lagi." Gadis itu masih belum percaya dengan kenyataan yang ada. Ia tak dapat membayangkan jika ayah telah pergi meninggalkannya.
"Maaf, Alia, tapi ayahmu memang sudah meninggal dunia," jelas orang itu kembali.
Seketika Alia terduduk lemas. Rasa sedih yang begitu dalam sehingga membuatnya kembali tak sadarkan diri. Mungkin wanita hamil itu kekurangan asupan, karena sedari pagi hingga sore ia tak memakan apapun.
Warga setempat yang mengetahui tentang kematian Pak Bagas, maka mereka segera melakukan prosesi pemakaman. Sementara itu Alia yang masih belum sadarkan diri, ia tak dapat hadir dalam prosesi itu.
Sore menjelang magrib, Alia kembali membuka matanya, seketika ia duduk dan berlari keluar kamar demi ingin melihat wajah ayahnya untuk yang terakhir kali. Namun, saat ia keluar, semua mata menatapnya dengan tatapan benci dan menjijikkan.
"Ayah! Bu, mana Ayah?" tanya Alia kembali menjatuhkan air matanya.
"Untuk apa kamu masih mencari ayahmu? Bukankah kamu sudah senang telah membuatnya mati?" sentak ibunya dengan wajah kesal.
"Hiks, Ibu, kenapa ibu tega bicara seperti itu. Mana mungkin aku tega melakukannya. Ibulah yang membuat ayah meninggal dunia," lirihnya tak terima disalahkan. Andai saja ibunya tak memberi tahu tentang kehamilannya, tentu saja ayahnya masih hidup.
"Tutup mulutmu Alia! Kamu lah penyebab kematian ayahmu! Ayahmu mati karena mengetahui bagaimana prilaku anaknya yang munafik ini. Sungguh aku tidak menyangka ternyata kamu adalah wanita murahan!"
"Tidak! Aku bukan yang seperti ibu pikirkan!" sanggah Alia.
"Hng! Jika kamu bukan seperti itu, mana mungkin kamu hamil diluar nikah. Mau mengelak bagaimana lagi kamu?"
Seketika wajah Alia memerah saat semua mata menatapnya dengan tatapan marah.
"Sungguh kami tidak menyangka bahwa kamu adalah wanita nakal. Kami kira kamu wanita baik-baik selama ini. Ternyata apa yang dikatakan oleh ibumu adalah benar!" ujar salah seorang tetangga menimpali.
Alia menghapus air matanya, percuma menjelaskan bila semua orang telah berpikiran buruk padanya. Bagaimana mungkin ia mengatakan yang sebenarnya, bahwa janin yang ada di rahimnya adalah hasil pemer kosaan oleh seorang Dokter terhormat. Dan tentu saja mereka tidak akan pernah percaya. Dan ia juga tak yakin, karena tak ada bukti yang bisa ia bawa ke pengadilan.
Alia segera keluar dari rumah itu menuju pemakaman umum, tempat dimana ayahnya di kebumikan. Setibanya di TPU, Alia mencari nama sang ayah di papan nisan.
Seketika netranya melihat sebuah makam yang masih merah. Ia berjalan mendekati makam itu. Dengan perlahan Alia duduk bersimpuh di samping makam itu. Air matanya jatuh berderai sembari mengusap papan nisan sang ayah.
"Ayah, maafkan aku, sungguh aku tak bermaksud untuk membuat ayah terluka dan kecewa. Ayah, aku ingin mengatakan yang sebenarnya, aku tidak pernah melakukan hal tercela seperti yang orang tuduhkan padaku. Aku hanya korban perbuatan lelaki durjana itu. Hiks... Maafkan aku ayah."
Wanita itu kembali menangis menumpahkan air matanya sembari memeluk tanah kubur sang ayah.
Setelah cukup puas menumpahkan tangis dan mengatakan yang sejujurnya pada gundukan tanah kubur ayahnya. Alia merapalkan Do'a sebelum meninggalkan TPU.
Kini gadis itu menuju kediamannya, namun, setibanya di sana, semua pakaian dan barang-barang miliknya telah berserakan di luar. Alia memunguti dengan hati begitu perih atas perbuatan ibu dan saudara tirinya.
"Sekarang kamu pergilah dari rumah ini! Jangan pernah kembali lagi. Karena semua orang tidak mau menampung wanita j4l4ng seperti dirimu!" Bentak ibu tirinya dengan suara lantang sehingga menjadi tontonan tetangga sekitaran.
Bermacam cacian, makian, mereka serukan, dan tuduhan-tuduhan keji begitu menyakitkan telinganya. Alia hanya bisa bersabar dan berusaha tegar. Kini hidupnya sudah berantakan dan hancur, namun ia tak ingin mengorbankan janin yang ada di rahimnya.
Alia menyusuri jalanan, ia tak tahu harus kemana. Teringat sepeda motornya yang ia tinggalkan di kediaman dokter itu, namun, hatinya terlanjur sakit dan bersumpah untuk tak lagi bertemu dengannya. Maka ia membiarkan saja.
Alia mendatangi Cafe tempatnya bekerja, ia ingin meminta sisa gajinya yang tak seberapa untuk pegangannya. Sebenarnya ia masih ingin bekerja disana, tetapi, ia takut bila nanti akan bertemu lagi dengan lelaki itu.
Untuk saat ini ia ingin pergi jauh dari kehidupan Hanan. Ia sudah tak berharap lagi tanggung jawab dari lelaki yang tak mempunyai hati itu. Jika dia tak ingin bertanggung jawab saja, mungkin masih bisa ia maafkan, tetapi saat dia ingin membunuh janinnya, maka rasa benci dihatinya seketika menyala.
Bersambung..
Nb. Jangan lupa dukungannya untuk para reader. Karena dukungan dari kalian menentukan novel ini tetap lanjut atau tidak. Karena sekarang sudah ada peraturan baru, maka membuat setiap karya author tergantung dengan dukungan para pembaca.
Sebelumnya author ucapkan terima kasih untuk dukungannya.🙏🥰🤗
Happy reading 😍