Untuk melunasi hutang Ayahnya, Silvi terpaksa menikah dengan Andika. Sejak saat itu hidupnya seperti di neraka. Dia hanya menjadi pemuas Andika yang memang seorang casanova itu. Meski sudah memiliki Silvi tapi dia masih saja sering mengajak wanita lain ke apartemennya.
Silvi merasa tidak sanggup lagi dengan kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan Andika, akhirnya dia kabur. Andika terus mencari dan ingin membawanya kembali. Di saat itulah Andika merasa kehilangan.
Berbagai cara sudah Andika lakukan untuk mendapatkan Silvi lagi. Apakah Silvi mau kembali dengan Andika atau Silvi lebih memilih bersama Dion, sahabat yang selalu setia menemaninya dan juga mencintainya dengan tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
"Kalau harus berobat gak akan keburu. Gue harus tetap ikut kompetisi ini, apapun yang terjadi. Gue akan tahan rasa sakit ini. Gue harus bisa..."
Dion kini membuka tasnya dan mengambil hot in cream yang sering dia bawa di saat dia akan melakukan kompetisi seperti ini.
Kemudian dia oles pergelangan kaki Silvi yang terlihat memar itu lalu memijatnya pelan. "Gue gak begitu paham soal ginian tapi semoga ini bisa membantu."
Silvi menggigit bibir bawahnya saat menahan rasa sakit. "Dion udah, sepertinya peserta nomor satu sudah masuk panggung. Gue mau siap-siap dulu."
Dion membantu Silvi memakai sepatunya lalu dia membantu Silvi berjalan menuju ruang ganti. Dia kini menunggu Silvi di luar ruang ganti.
Setelah Silvi selesai berganti kostum, mereka segera berjalan ke belakang panggung dan menunggu panggilan dari pembawa acara.
Setelah mendapat aba-aba, Silvi dan Dion naik ke atas panggung. Musik pun diputar. Mereka mulai bergerak lincah mengikuti alunan musik.
Semakin lama kaki Silvi semakin terasa sakit. Silvi berusaha menahan rasa sakit itu hingga keringat membasahi pelipisnya.
Aku harus bisa tahan sakit ini. Aku harus bisa...
Semakin lama rasa sakit itu semakin menjadi. Silvi sudah tidak bisa menahannya lagi. Dia pun terjatuh di tengah panggung. "Sakit." Dia pegang kakinya yang terasa sangat sakit itu.
Seketika Dion menahan tubuh Silvi. "Silvi, kita ke rumah sakit sekarang. Kalau lo paksa nanti cidera lo semakin serius."
"Tapi gue harus memenangkan lomba ini." Silvi berusaha berdiri tapi sudah tidak sanggup lagi.
"Apa bisa dilanjutkan?" tanya pembawa acara yang kini ikut membantu Silvi berdiri.
Air mata Silvi sudah mengalir deras, bukan karena sakit yang dirasanya tapi karena kegagalannya. Ini satu-satunya jalan untuk melunasi hutang Ayahnya. Kalau dia di diskualifikasi dari lomba ini, sudah tidak ada harapan lagi untuk mendapatkan uang itu.
"Kita tidak bisa melanjutkan kompetisi ini." kata Dion memberi keputusan.
"Oke, sayang sekali peserta nomor dua mengalami cidera. Kita akan lanjutkan ke peserta selanjutnya..."
Dion segera menggendong Silvi turun dari panggung. Dia kini mendudukkan Silvi di kursi tunggu. "Sebentar gue mau ambil tas dulu."
Silvi tak menjawabnya. Dia kini hanya menangis meratapi kegagalannya.
Ya Allah, harus bagaimana lagi aku mendapatkan uang itu. Aku gak mau menikah dengan casanova itu.
Beberapa saat kemudian Dion datang dengan membawa tasnya dan tas Silvi.
"Silvi, sakit banget?" tanya Dion saat melihat Silvi semakin menangis sesenggukan.
"Gue gagal menangin kompetisi ini. Gue gagal."
Dion duduk di sebelah Silvi lalu memeluknya dari samping. "Nanti pasti ada kompetisi lagi dan kita bisa ikut lagi."
Silvi menggeleng pelan. "Kesempatan hanya satu kali ini saja. Jika kali ini gagal maka semua sudah berakhir."
"Maksud lo apa?" Dion melepas pelukannya. Dia kini menatap mata sembab Silvi.
Silvi hanya terdiam sambil sesekali terisak.
"Kalau lo ada masalah, lo cerita sama gue. Mungkin gue bisa bantu."
Silvi hanya menggelengkan kepalanya. "Maaf, untuk kali ini gue gak bisa cerita sama lo."
"Ya sudah, gue antar lo ke rumah sakit sekarang. Gue udah pesan grab car. Nanti biar gue urus motor lo."
Dion membantu Silvi berdiri lalu dia berjongkok di depannya. "Gue gendong aja."
"Hmm, tapi.."
"Udah gak papa."
Akhirnya Silvi naik ke punggung Dion. Dion menegakkan dirinya dan mulai melangkahkan kakinya menuju pintu gerbang.
Dada Silvi berdebar tak karuan digendong Dion seperti ini. Dia kalungkan tangannya di leher Dion.
Andai saja aku bisa bersama Dion. Hidup aku pasti akan bahagia. Tapi jika aku bersama orang itu... Hancur sudah hidup aku.
Air mata kembali menetes di pipi Silvi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya nanti jika memang dia jatuh ke tangan casanova.
"Dengan Dion?" tanya seorang sopir yang tengah menghentikan mobilnya.
"Iya," Dion menurunkan Silvi lalu membantunya masuk ke dalam mobil.
Beberapa saat kemudian mobil itu melaju menuju rumah sakit.
...***...
Andika tersenyum miring mendengar kabar dari anak buahnya bahwa rencananya berhasil.
"Silvi, kamu gak akan bisa lepas dari aku."
Andika terus menatap layar ponselnya. Anak buahnya terus mengikuti perkembangan Silvi dengan video call yang terus tersambung pada Andika.
"Siapa bocah itu? Apa dia pacarnya?" Andika kini melihat Silvi yang berada di gendongan Dion. "Siapapun dia gak penting, yang jelas Silvi pasti akan menjadi milikku!"
Andika mematikan ponselnya kemudian dia berdiri dan mengambil kunci mobilnya. Dia berjalan keluar dari kantornya.
Setelah mengendarai mobilnya, dia segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Tentu saja dia akan mengucapkan selamat pada Silvi karena telah gagal mengikuti kompetisi itu.
...***...
"Kakinya jangan digerakkan dulu selama dua hari. Saya akan resepkan obat pereda nyeri." kata Dokter yang menangani Silvi setelah selesai membalut luka Silvi.
"Baik Dok, terima kasih," kata Silvi.
Kemudian Dokter itu keluar dari ruang pemeriksaan.
"Sebentar, gue urus administrasinya dulu."
"Hmm, tapi gue gak bawa uang. Gue pinjam lo dulu ya."
"Udah lo tenang aja."
Setelah Dion keluar dari ruang pemeriksaan, diam-diam Andika masuk dan menghampiri Silvi.
Silvi sangat terkejut. Bagaimana bisa Andika tahu tempatnya. "Bapak mau apa?" tanya Silvi dengan jutek.
Andika tersenyum miring lalu dia mengulurkan tangannya. "Selamat sudah kalah dalam kompetisi itu."
Seketika Silvi membuang napas kasar dan menepis tangan Andika. "Dasar orang gak waras!"
Andika membungkuk dan mendekatkan dirinya. "Tunggu saja sampai kamu menjadi milikku."
Beberapa saat kemudian Silvi baru tersadar kalau kecelakaan itu disengaja. "Jadi Bapak dengan sengaja mendorong motor aku sampai aku terjatuh!"
"Bukan aku, lebih tepatnya anak buah aku."
"Licik!"
Andika kembali menegakkan dirinya. Dia usap puncak kepala Silvi meski Silvi terus mengelak. "Inilah aku. Aku pasti akan mendapatkan apapun yang aku inginkan. Pasti! Aku akan datang menjemput kamu tiga hari lagi. See you." Andika membalikkan badannya dan meninggalkan Silvi seorang diri.
"Dasar orang gak waras!!" Silvi memukul brangkar dengan kedua tangannya karena dia sangat kesal. "Pokoknya aku harus cari cara lagi agar aku bisa mendapatkan uang itu. Harus!!"
Beberapa saat kemudian Dion masuk ke dalam ruangan Silvi sambil mendorong kursi roda. "Gue antar lo pulang dulu. Lo udah kasih kabar ke Ayah lo?"
Silvi menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau buat Ayah khawatir."
"Ya sudah. Biar gue yang urus semuanya." Dion membantu Silvi berpindah ke kursi roda lalu dia mendorong kursi roda itu sampai tempat parkir.
Sebenarnya Silvi bingung, kata Dion itu mobil grab, tapi mengapa sekarang terparkir di tempat parkir.
"Yon, bukannya kata lo itu mobil grab ya? Kenapa masih nungguin lo?"
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
ditgg karya selanjutnyaaaa