Rafka william Adijaya. seorang CEO yang berstatus duda, sedang membawa anaknya jalan-jalan di sebuah taman bermain. Namun, karena ia sedang mengangkat telpon tidak sadar anaknya menghilang.
Karin Dewanti. seorang gadis yang sedang mengantri membeli minuman, ia tak sengaja melihat dua anak sedang menyeberang dan ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi . Karin yang khawatir langsung berlari dan akhirnya ..
sreeett ... bruukk..
"ssshhh, aww." desisnya.
"kalian tidak apa-apa? apa ada yang terluka? apa ada yang sakit?" cecarnya .
hwaa.. hwaa.. hikss.. Daddy..
akankah Rafka menemukan anak kembarnya ?
yuk, ikuti terus ceritanya sampai habis :)
HAPPY READING ..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6- bercerita
Fajar menunggu semua yang ada di mobil memasang seat belt masing-masing, sebelum melajukan mobilnya dia ingin memastikan keamanan serta kenyamanan penumpang lainnya.
"Tuan, Apa semuanya sudah siap" tanya Fajar.
"Semua sudah siap, sekarang kita ke Rumah Karin dulu, baru setelahnya kita ke Mansion ku." jawab Rafka.
"Karin, Alamatnya dimana?" tanya Fajar menoleh ke belakang.
"Di Jalan Mekarwangi, dekat pertigaan" jawab Karin.
"Baiklah."
Karena sudah mendapatkan perintah sang Tuan, Fajar melajukan kendaraannya menuju alamat yang Karin sebutkan. si Kembar berada di tengah-tengah Karin dan Rafka, mengoceh tidak bisa diam membuat mobil penuh dengan suara keduanya.
"Aunty, Apa Aunty Karin suka cerita ?" tanya Kenzi
"Suka, memangnya kenapa Sayang?" jawab Karin seraya membelai rambut Kenzi.
"Boleh Kenzi mendengar Aunty Bercerita?" pinta Kenzi berbinar.
"Aku juga mau mendengarnya Aunty, Bolehkan?" ucap Kenzo
"Boleh, ceritanya tentang apa Nih?"
"Ceritanya apa saja Aunty, kalau Aunty mau, Kenzi ingin cerita tentang seorang ibu" ucap Kenzi polos.
Deg!
Hati Rafka seakan tersayat mendengar ucapan dari Kenzi, seketika rasa bersalahnya menyeruak di hatinya, karena selama perceraian dirinya tak pernah mempertemukan kedua anaknya dengan ibunya.
"Kenzo, Kenzi, sudah! biarkan Aunty Beristirahat ya. Aunty itu masih sakit, kasian." bujuk Rafka
si Kembar menganggukkan kepalanya sedih, Karin yang memiliki sifat keibuan merasa tak tega, akhirnya dia memutuskan untuk bercerita.
" Biarkan saja, Tuan. saya tidak keberatan" ucap Karin.
."Aunty akan bercerita, kalian siap!"
" SIAP" jawab mereka kompak.
Rafka hanya diam, dia menggelengkan kepalanya melihat kedua anaknya yang sangat antusias ingin mendengarkan sebuah cerita.
*Di sebuah desa ada anak yang sangat
iri dengan temannya yang lain, karena
dia hidup miskin.
Dia hidup berdua dengan ibunya karena
ayahnya sudah meninggal, saat umurnya
masih 3 tahun. saat masuk sekolah dia
tidak punya seragam, alat tulis , tas dan sepatu. dan saat waktunya masuk sekolah sang ibu hanya mampu membeli peralatan sekolah bekas, karena tak mampu membeli yang baru.
sang anak terus merengek, karena dia hidup miskin.
" ibu aku tidak mau jadi miskin, lihat temanku. dia punya sepeda, pakaiannya bagus"
sang ibu menjawab.
"Nak, yang sabar. Allah akan memberikan kita kemudahan dan memberikan apa yang kita mau asal kita berusaha dan berdoa. dalam harta kita boleh miskin, harta tidak di bawa mati, Allah takkan menguji manusia di luar batas kemampuannya. syukuri apa yang telah di berikan" sang ibu memberi Nasihat
sang anak hanya diam tak menjawab, tapi keesokan harinya dia selalu mengeluh bahkan sampai memukuli ibunya karena tak juga kaya, padahal ibunya selalu bekerja.
sang ibu selalu menasehati anaknya tanpa mengeluh, dan pada suatu hari ketika Sang anak pulang sekolah melihat seorang anak seusianya sedang memungut botol bekas, kadang mengambil makanan dari tong sampah, kemudian dia menghampiri anak tersebut.
" hei teman, dimana orang tuamu? mengapa kau bekerja? dan mengapa dirimu mengambil makanan yang berada di tong sampah? "
" aku tidak mempunyai ayah dan ibu, aku harus bekerja untuk aku bertahan hidup, aku tidak mempunyai uang untuk membeli makanan ataupun minuman, aku juga ingin sekolah seperti dirimu. bahkan tempat tidurpun aku tak punya" ucap pemulung itu sedih
"aku juga miskin tidak seperti orang lain yang bisa membeli ini itu, aku selalu marah kepada ibuku karena ibuku selalu bekerja. namun, kita tak pernah kaya"
"hargailah usaha ibumu selagi masih ada, karena kita tak tahu masa depan akan seperti apa? lihatlah diriku semenjak orang tuaku tiada aku hidup terlunta-lunta di jalan tiada tempat tinggal, tiada yang memberiku makan apalagi untuk sekolah."
Sang anak itu tersentuh hatinya membayangkan bagaimana susahnya hidup sendirian, bagaimana susahnya bekerja, dan masih banyak lagi pertanyaan yang memenuhi otaknya.
perlahan air matanya mengalir di pipinya, ia berlari meninggalkan si pemulung itu dengan mata yang masih mengeluarkan air mata dengan derasnya. sesampainya di rumah, ia melihat ibunya duduk mengipasi wajahnya dengan sebuah kertas di tangannya, dengan tergesa ia menghampiri ibunya dan menghambur ke pelukan ibunya dengan menangis tersedu.
"ibu maafkan aku yang tak pernah bersyukur, ibu capek bekerja sedangkan aku yang menikmati hasil keringat ibu hanya bisa mengeluh tanpa merasakan susahnya bekerja"
"syukurlah jika kau sudah faham, ibu memaafkan kamu nak. sesungguhnya sebesar apapun kesalahan seorang anak seorang ibu takkan pernah membencinya"
dan akhirnya sang anak mensyukuri nikmat yang telah Allah tetapkan*,
"Sudah selesai" ucap Kania menutup ceritanya
" kok udah selesai, padahal kita masih mau mendengarkan ceritanya Aunty?" keluh Kenzo tak terima ceritanya selesai.
"Nanti cerita lagi, tapi lain waktu yah. soalnya, rumah Aunty sebentar lagi sampai." ucap Karin tersenyum
" dari cerita tadi dapat di simpulkan bahwa, kita harus slalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. tak hanya tentang harta, kita harus bersyukur masih bisa bernafas, tubuh sehat, dan lain sebagainya. seburuk apapun seorang anak orang tua manapun akan tetap menyayangi anaknya, seberapa banyak kesalahan seorang anak orang tua tetap akan memaafkannya. kalian harus jadi anak yang Sholeh dan Sholehah harus nurut apa yang orang tua bilang, Mengerti!." pesan Karin kepada si Kembar.
si Kembar mengangguk paham, sedangkan dua pria dewasa yang sejak tadi menyimak menatap kagum akan cerita Karin. jelas saja, cerita Karin mengandung pesan moral yang dapat di tangkap untuk kedua anaknya yang masih kecil.
Karin yang sudah dapat melihat rumahnya dari kejauhan, dia menunjuk ke arah rumahnya pada Fajar selaku sopir yang membawa mobil yang ia tumpangi. rumah sederhana, dengan cat warna cream yang sudah agak pudar, Fajar memberhentikan mobilnya tepat di depan Rumah Karin. Rafka turun terlebih dahulu, membukakan pintu untuk Karin dan langsung memapah Karin keluar dari mobil. sedangkan Fajar yang ingin turun langsung di cegah oleh Rafka mengintruksikan untuk tetap di dalam mobil bersama si kembar.
"sudah, Tuan. terimakasih telah mengantar saya sampai Rumah." ucap Karin tersenyum
" sudah sepatutnya saya melakukan ini semua, karena kau telah menolong kedua anak saya."
"Tuan, mau mampir dulu atau langsung pulang?" tanya Karin.
"Tidak, terimakasih atas tawarannya, sepertinya saya harus segera pulang sudah waktunya si Kembar tidur siang, jangan lupa di minum obatnya dan juga jaga kesehatan. untuk izin bekerja biar saya bicarakan dengan adiknya Fajar, dan ini sebagai tanda terima kasih saya atas semua kebaikanmu" ucap Rafka seraya memberikan sejumlah uang tebal di dalam amplop berwarna coklat.
"Tidak usah, saya membantu itu murni tulus dari hati saya," Karin menolak uang dari Rafka
" Karin, ini tidak seberapa di banding dengan nyawa anak saya" ucap Rafka kekeh
"saya tau, tapi maaf saya tidak bisa menerimanya, lebih baik berikan kepada orang yang membutuhkan saja. misal, ke panti? anak jalanan?atau lansia"
"baiklah, jika kau tetap menolak, aku tidak bisa terus memaksa" ucap Rafka pasrah
mau tidak mau Rafka mengambil kembali uangnya, sesuai yang Karin minta ia akan memberikan uang itu ke Panti Asuhan.