Mata elang Layla mengamati pria yang akan menjadi suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tindikan di telinga, tato di lengan, dan aura berbahaya yang terpancar, adalah definisi seorang badboy. Layla mendesah dalam hati. Menikahi pria ini sepertinya akan menjadi misi yang sangat sulit sepanjang karir Layla menjadi agen mata-mata.
Tapi untuk menemukan batu permata yang sangat langka dan telah lama mereka cari, Layla butuh akses untuk memasuki keluarga Bagaskara. Dan satu-satunya cara adalah melalui pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Ruang rapat itu terasa dingin, meski matahari sedang terik-teriknya di luar sana. Indra duduk di ujung meja, sorot matanya tajam menatap Layla yang berdiri dengan tegap di hadapannya.
"Pemilihan suara? Darimana kamu mendapatkan ide gila seperti ini, Layla?" desis papa Indra, suaranya bergetar menahan amarah.
"Maaf pah. Tapi ini demi kebaikan perusahaan. Kita butuh perubahan agar perusahaan bisa tetap bertahan." balas wanita muda dengan semangat membara itu, tatapan Layla terlihat tajam seperti biasanya, seakan mampu menghipnotis siapapun yang melihatnya.
Beberapa petinggi perusahaan lain mengangguk setuju, mereka sependapat dengan ucapan Layla. Mereka adalah para pemilik saham yang selama ini diam-diam mengamati kemunduran perusahaan di bawah kepemimpinan Indra Budiman.
"Tuan Indra, kita semua tahu anda sudah melakukan yang terbaik untuk perusahaan ini. Tapi yang dikatakan nona Layla ada benarnya juga, perusahaan butuh perubahan. Sudah saatnya kita memberikan kesempatan pada generasi yang lebih muda, lagi pula nona Laya adalah putri kandung anda dan nyonya Silvi bukan?" ujar pak Hendra, salah satu pemegang saham terbesar di sana.
Dahulu Hendra sangat mencintai Silvi, namun Hendra harus berlapang dada ketika Silvi lebih memilih Indra daripada dirinya. Kala itu, Indra mengaku pada Silvi kalau ia masih singel, dan bodohnya Silvi percaya saja tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.
"Yang di ucapkan pak Hendra ada benarnya juga. Kami setuju." para pemegang saham lainnya sependapat dengan Hendra.
"Dasar kalian semua pengkhianat." umpat Indra dengan tangan terkepal erat. Pengkhianatan ini terasa seperti pisau yang menghunus tepat di jantungnya. Selama ini, Indra menganggap mereka semua sebagai rekan kerja yang sudah seperti keluarga sendiri. Tapi kini, mereka justru berbalik menentangnya.
"Dengan susah payah aku membangun perusahaan ini dari nol. Lalu sekarang, kalian ingin merebutnya dariku? Tidak akan aku biarkan!" rutuk Indra dalam hatinya.
"Bukan begitu, tuan Indra. Kami hanya ingin perusahaan ini kembali berjaya seperti dulu. Dan kami percaya, dengan pemimpin yang lebih muda dan inovatif, kita bisa mencapai itu " sahut Bu Ratna, petinggi perusahaan lainnya.
Indra terdiam. Ia tahu, kata-katanya tak lagi berarti. Kekuatan ada di tangan mereka sekarang, para pemilik modal yang haus akan keuntungan.
"Baiklah, aku setuju dengan pemilihan suara ini." ucap Indra akhirnya walaupun suaranya terdengar lirih dan putus asa.
"Terima kasih, pah. Aku yakin, ini adalah keputusan yang terbaik. Aku tidak akan mengecewakan papa." ucap Layla dengan seringai licik di bibir pink alaminya.
Indra hanya bisa memandang Layla dengan tatapan kosong. Di benaknya, berkecamuk amarah, kekecewaan, dan rasa sakit yang tak terpira. Tapi Indra hanya bisa memendam semua itu di dalam hatinya.
***
Rapat yang sempat tertunda karena kedatangan Layla, akhirnya dimulai kembali. Namun, suasana kali ini berbeda. Bukan lagi strategi pasar yang dibahas, melainkan sebuah keputusan krusial tentang pemilihan pemimpin baru Budiman Crop.
Setiap anggota rapat telah memberikan suara mereka masing-mading, dan hasil sementara seri untuk papa Indra dan juga Layla.
Indra, sang papa yang penuh pengalaman, dan Layla, si pendatang baru yang penuh inovasi, sama-sama merupakan kandidat yang kuat di mata mereka. Harapan kini bertumpu pada satu suara terakhir, yaitu seorang petinggi perusahaan yang berhalangan hadir.
"Sebaiknya kamu menyerah saja Layla, Joshua yang berhalangan hadir hari ini adalah anak dari sahabat baik papa, sudah pasti Ia akan lebih memilih papa daripada kamu." bisik papa Indra tepat di telinga sang putri.
"Jangan senang dulu pah, kita tidak akan tahu hasilnya sebelum Joshua datang." balas Layla penuh percaya diri. Walaupun Layla tidak mengenal siapa sosok Joshua yang papa Indra maksud. Tapi Layla tidak mau hilang harapan.
***
Keesokan harinya...
Orang yang ditunggu-tunggu semua petinggi Budiman Crop akhirnya datang juga.
"Selamat siang semuanya, maaf telah membuat kalian menunggu. Begitu mendapat kabar tentang pemilihan pemimpin Budiman Crop yang baru, saya langsung mengambil penerbangan pertama menuju Jakarta dari Bern." Sapa seorang pria tampan yang usianya hampir sebaya dengan Adrian.
"Suara itu, kenapa terdengar tidak asing?" Layla tertegun mendengar suara yang terdengar begitu familiar. Dengan jantung berdebar kencang, wanita cantik itu memberanikan diri menatap sumber suara tersebut.
"Mas Joshua?" bisik Layla lirih. Bagaimana Layla bisa melupakan sosok cinta pertamanya semasa SMA dulu? Joshua dan Layla pernah menjalin kisah kasih, namun terpisah oleh jarak ketika Joshua harus melanjutkan kuliah di luar negeri. Dan hubungan mereka berdua berakhir begitu saja tanpa ada kata putus.
"Hi, Layla. Dunia ini sempit sekali ya? Setelah sekian lama, akhirnya kita bertemu lagi." Joshua menyapa Layla dengan senyum ramah, seolah mereka adalah teman lama yang baru saja bertemu kembali setelah sekian lama terpisah.
Waktu seakan berhenti berputar. Kenangan masa lalu menyeruak memenuhi benak Layla. Pertemuan kali ini sangat tak terduga.
Bersambung...