Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5 Protes
"Huhhh, kenapa sih kita sebagai mahasiswa kedokteran sangat tidak beruntung mendapatkan pemimpin seperti itu, selalu berbicara ketus dan ada saja salahnya," protes Muthia terlihat begitu kesal saat mereka semua keluar dari ruang operasi.
"Andai saja tim penguji kita adalah Dokter Ilham, pasti semuanya tidak akan seperti ini," lanjut Muthia.
"Aku juga tidak mengerti mengapa dia semakin galak, sebelum aku menjadi istrinya padahal dia terlihat biasa-biasa saja dan sekarang seolah-olah terus saja aku yang di pojokkan, padahal aku tidak melakukan apa-apa dan seenaknya menegurku," batin Zahra juga menyadari jika suaminya terlalu berlebihan.
"Sudahlah, kita itu adalah calon dokter dan memang mental fisik dan semuanya harus diuji secara matang-matang dan semua ini juga demi kebaikan kita. Dokter tidak akan memberi penilaian tinggi jika apa yang kita kerjakan tidak baik, itu sebaliknya dia juga tidak akan memberikan penilaian rendah jika apa yang kita kerjakan sudah baik. Kita berada di rumah sakit ini untuk belajar dan sebaiknya kita mengikuti aturan yang ada," ucap Ferdi secara bijak.
"Ya sudah sekarang sebaiknya kita siapkan hasil analisis untuk Dokter Naldy. Aku tidak ingin mendapatkan masalah jika sampai terlambat memberikan," sahut Muthia.
"Bagaimana hasil analisis kamu, apa hasilnya?" tahta Ferdi.
"Eits, sudah diberitahu terlebih dahulu tidak ada diskusi dan tidak saling memberitahu satu sama lain, ini benar-benar tugas mandiri!" tegas Muthia.
"Siapa juga yang ingin contekan aku juga tahu jawaban apa yang harus aku berikan," sahut Ferdi.
Sementara Zahra tidak menanggapi kedua temannya itu yang sedang bercanda.
****
Sudah menjadi giliran Zahra memasuki ruangan Dokter Naldy untuk memberikan laporan hasil medis yang baru saja mereka lakukan. Zahra terlihat deg-degan yang sejak tadi berdiri di hadapan suaminya itu yang memeriksa hasil laporannya. Naldy tampak tidak ikhlas memeriksa hasil laporan tersebut dan tiba-tiba saja meletakkan dokumen tersebut cukup kasar di atas meja.
"Kamu niat menjadi Dokter apa tidak?" tanya Naldy.
"Memang kenapa?" Zahra bertanya kembali.
"Kamu masih bertanya? Jawabannya hasil analisis kamu semua salah, tidak ada satupun yang benar tidak seperti teman-teman kamu memberi jawaban yang benar. Jika kamu tidak niat untuk menjadi Dokter, maka berhenti saja dan percuma juga rumah sakit ini memberikan kesempatan kepada orang yang tidak mau belajar!" tegas Naldy.
"Salah, masa iya," batin Zahra tampak begitu sangat tidak yakin.
"Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana mungkin kamu bisa lulus dan sekarang menjadi dokter coast di rumah sakit," Naldy geleng-geleng kepala yang sudah tidak dapat berkata-kata lagi.
"Jika kamu melakukan satu kesalahan lagi, saya sendiri yang akan meminta kepada tim rumah sakit untuk mengeluarkan kamu. Kamu dengar Zahra jangan mentang-mentang rumah sakit ini adalah milik orang tua saya dan saya tidak berani melakukan itu kepada kamu!" tegas Naldy.
Zahra hanya diam saja ketika mendapat ancaman yang cukup mengerikan, padahal itu hanya masalah sepele dan bukankah dalam pembelajaran juga pasti ada yang salah, tetapi sudah diancam-ancam sangat berlebihan.
"Keluar kamu!" titah Naldy.
Zahra langsung berbalik badan.
"Kamu akan meninggalkan dokumen tidak penting ini di atas meja saya dan hanya mengotori meja saya?"langkahnya terhenti ketika menyadari bahwa hasil analisis yang dia bawa ternyata masih tertinggal.
Zahra tidak mengatakan apapun dan langsung mengambilnya.
"Huhhh, kenapa Mama punya pikiran untuk menikahkanku dengan dia. Aku tidak tahu bagaimana caranya agar lepas dari pernikahan ini, aku benar-benar bisa gila!" umpat Naldy dengan kesabarannya yang kerap kali diuji.
Zahra bukan orang yang terima begitu saja ketika hasil yang dia kerjakan dikatakan salah tanpa ada alasan atau penjelasan. Zahra langsung membandingkan hasil analisisnya bersama dengan kedua teman.
"Ada apa Zahra? Apa ada yang salah?" tanya Muthia heran melihat bagaimana Zahra begitu serius sekali.
Zahra tidak menjawab sama sekali yang membuat Muthia dan Ferdi saling melihat satu sama lain kebingungan dengan teman mereka.
Zahra tiba-tiba saja melihat salah satu Dokter muda dan Zahra buru-buru melangkah menghampiri Dokter tersebut membuat Muthia dan Ferdi semakin bingung.
"Ada apa sebenarnya dengannya?" tanya Muthia.
"Entahlah, aku juga tidak tahu," jawab Ferdy.
"Dokter Ilham!" panggil Zahra membuat Dokter tersebut menghentikan langkahnya.
"Ada apa Zahra?" tanya Ilham.
"Maaf Dokter, jika saya sudah mengganggu aktifitas Dokter. Ada sesuatu hal yang ingin saya tanyakan dan maaf jika saya merepotkan," ucap Zahra merasa begitu sangat tidak enak.
"Kamu katakan saja ada apa?" tanya Ilham.
"Dokter, saya mohon untuk diperiksa, di bagian mana yang salah," Zahra ternyata menunjukkan laporan analisis yang baru saja dia lakukan.
Ilham sepertinya tidak keberatan dan langsung mengambil dokumen tersebut dengan memeriksa secara teliti.
"Kamu menganalisis sendiri?" tanya Ilham.
"Benar, pada salah satu pasien yang akan menjalankan operasi dan saya mencoba untuk memeriksa di bagian paru-parunya," jawab Zahra sedikit gugup dan terus memperhatikan ekspresi dari Dokter tersebut.
"Kamu hebat bisa menyelesaikan analisis dengan baik," ucap Ilham membuat Zahra mengerutkan dahi.
"Maksud Dokter?" tanya Zahra.
"Ini sudah benar Zahra, Saya sedikit tambahkan penjelasan dari analisis kamu dan sudah saya tandai. Kamu terus berjuang agar tetap lulus, rumah sakit ini membutuhkan dokter muda yang memiliki kualitas seperti kamu," ucap Ilham.
Zahra bukannya senang mendapat pujian dan justru kebingungan.
"Baiklah, kalau begitu saya tinggal dulu, nanti jika ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa langsung beritahu saya, saya suka dengan mahasiswa yang ingin mau belajar dan tidak malu untuk bertanya," ucap Ilham.
"Saya tinggal ya," Dokter Ilham langsung pergi meninggalkan Zahra masih dalam kebingungan.
"Tidak ada yang salah, lalu kenapa dia mengatakan bahwa hasil analisisku tidak ada yang benar dan sementara dokter Ilham mengatakan semuanya benar. Ada apa ini? Apa karena dia membenciku jadi membawa masalah ini dalam pekerjaan? tidak profesional?"
Zahra cukup kecewa dengan tindakan Naldy. Naldy benar-benar tidak profesional yang asal-asalan memberikan jawaban kepadanya, untung saja Zahra anaknya pintar dan tidak terima begitu saja yang ingin memastikan.
****
Zahra baru saja pulang ke rumah suaminya dengan masukin kamar, ternyata Naldy sudah ada di sana yang duduk di sofa dengan membaca buku.
Zahra menarik nafas panjang dengan membuang perlahan kedepan dan kemudian mempercepat langkahnya menghampiri Naldy dengan meletakkan dokumen tersebut di atas membuat Naldy mengangkat kepalanya saat cara meletakkan tersebut cukup kasar.
"Apa-apaan kamu?" tanya Naldy.
"Saya yang harus bertanya apa semua ini?" Tanya Zahra.
"Apa maksud kamu?" Naldy bertanya kembali.
"Mengapa mengatakan hasil analisis saya salah dan sementara tidak ada satupun yang salah. Kamu bahkan memberi jawaban begitu saja tanpa menjelaskan di mana letak kesalahannya," ucap Zahra.
Ternyata dia tidak bisa diam seperti itu, ketika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya dan lebih baik ditanyakan.
"Jangan sok pintar, saya sudah menjadi Dokter cukup lama dalam bidang ahli bedah dan saya tahu apa kesalahan kamu!" tegas Naldy .
"Pengalaman kamu yang lama ternyata tidak menjamin apa-apa," ucap Zahra membuat Naldy mengerutkan dahi.
Kata-kata Zahra mungkin terdengar biasa saja, tetapi bagi Naldy kata-kata seperti itu sangat tidak cocok dikeluarkan dari mulut wanita yang menurutnya sudah menghancurkan hidupnya.
Bersambung....