NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5

Kepala sekolah benar-benar merasa tidak enak dengan Pak Anton, lalu kepala sekolah memarahi Mario.

> “Minta maaf dengan Pak Anton!”

“Kenapa saya harus minta maaf sama dia, Bu? Ibu tahu kan papa saya siapa?”

Anton merasa anak zaman sekarang terlalu sombong dan suka menyombongkan keluarganya. Ia merasa tertantang mendengar ucapan Mario itu.

> “Emang papa kamu siapa?” tanya Anton.

“Papa saya namanya Toni, punya PT elektronik terbesar nomor tujuh,” jawab Mario dengan bangga.

Anton yang mendengar itu hanya diam dan tersenyum. Lalu ia mengeluarkan ponselnya sambil mengirim pesan kepada sekretarisnya.

> “Hancurkan perusahaan Toni, PT elektronik terbesar nomor tujuh. Sekarang.”

“Baik, Pak.”

Carol yang mendengar itu merasa takut sendiri. Ingin rasanya saat itu juga menarik lengan papanya agar berhenti, tapi Carol tidak berani. Ia tidak tega karena dalam hati Carol merasa pria seganteng papanya tidak boleh dilewatkan.

Carol hanya diam, sementara Mario terus menatapnya seperti ingin menyantapnya hidup-hidup. Anton lalu berdiri dan menutup pandangan Mario terhadap Carol agar gadis itu tidak takut lagi.

> “Tenang saja, sayang. Ada papa. Papa jadi tahu yang mana namanya Mario,” ucap Anton.

Carol hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Mario yang melihat itu semakin tidak suka.

> “Carol, lu nggak mau sama gua karena lu simpanan, ya?”

Anton yang mendengar itu kesal dan ingin menonjok mulut Mario, tapi ditahan oleh Carol.

Carol menggeleng pelan ke arah papanya, entah kenapa ia justru menahan Anton dan bukan mendukungnya.

> “Kenapa kamu tahan, sayang?” tanya Anton heran.

“Nggak usah diladenin, Pa. Dia orang gila. Kalau kita ladenin, sama gilanya kayak dia. Aku nggak mau.”

Anton hanya diam dan menuruti Carol. Mungkin benar apa yang dikatakan gadis itu.

Bodohnya, Anton selalu diam dan mempercayai Carol begitu saja. Tak lama, urusan itu selesai karena kepala sekolah tahu betapa sibuknya Anton.

Carol pergi duluan, sedangkan kepala sekolah menemani Anton sampai ke pagar sekolah. Anton terus menatap Carol. Entah sejak kapan Carol tumbuh menjadi begitu cantik dan sempurna di usianya. Padahal Anton selalu mengikuti perkembangannya, tapi entah mengapa kini Carol terasa berbeda.

Anton langsung naik ke mobil tanpa mendengarkan perkataan kepala sekolah, karena baginya yang paling penting adalah Carol, bukan kepala sekolah.

Sampai di kantor, Anton meminta pengawalnya untuk terus menjaga Carol selama di sekolah hingga pulang ke rumah. Anton takut sesuatu terjadi padanya. Bila ada, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Tak lama kemudian, Gerald datang ke kantor Anton.

> “Hai, bro.”

“Hai. Ada apa?”

“Ingat teman cewek kita nggak? Mega namanya.”

“Nggak. Kenapa emang sama dia?”

Gerald tersenyum jahat dan berjalan ke arah Anton sambil menepuk pundaknya pelan.

> “Dia mau ketemu lo, katanya. Oh ya, ini fotonya.”

Gerald menyodorkan ponselnya. Anton hanya diam melihat foto itu. Gerald tersenyum melihat reaksi Anton dan menatapnya tajam.

> “Lo mau ketemu Mega nggak? Kalau mau, nanti gue atur ketemuan.”

“Ada lo nggak?”

“Nggak ada.”

“Kalau lo nggak ada, gue nggak mau. Buat apa buang-buang waktu. Jangan-jangan dia cuma mau ketemu lo, bukan gue.”

Gerald menggeleng kepala, merasa menyerah dengan Anton. Padahal ia sudah berusaha membantu.

> “Ya udah, kalau lo nggak mau, nggak apa-apa. Tapi ingat, jangan bilang gue nggak bantu lo cari pasangan ya. Gue tahu maksud lo baik, biar Carol punya mama. Tapi semuanya balik ke lo lagi, bro. Gue nggak bisa maksa.”

Anton terdiam. Perkataan Gerald ada benarnya. Semua keputusan memang ada di tangannya, bukan di tangan Gerald.

Anton merenung. Haruskah ia bertemu Mega? Tapi entah kenapa rasanya berat, seolah ia melakukan kesalahan besar terhadap Carol.

> “Ya udah, boleh. Emang Mega mau ketemu di mana?”

“Oke, nanti gue kirim alamatnya. Kalau udah sampai sana kabarin gue biar gue kasih tahu Mega. Ini juga nomor Mega. Good luck, bro, semoga jadi.”

Anton hanya diam. Tak lama kemudian, ia pergi ke tempat yang dimaksud untuk bertemu Mega. Di sana, ia merasa bodoh karena menuruti Gerald.

Entah kenapa ia bisa sampai sebegitunya dicuci otak oleh sahabatnya itu. Seharusnya ia tetap pada pendiriannya.

Saat bertemu Mega, Anton hanya diam dan tidak banyak bicara. Mega justru merasa Anton adalah pria idamannya, tipenya. Meski Anton cuek, Mega tetap menyukainya.

Tak lama, Anton terkejut saat melihat Carol. Gadis itu mengenakan pakaian terbuka bersama teman-temannya.

Awalnya Anton tak percaya. Ia pun menghampiri Carol.

> “Papa? Papa kenapa di sini?” tanya Carol kaget.

Anton langsung menarik tangan Carol dengan kuat. Saat di luar, ia ingin memarahinya, tapi Carol keburu menangis. Hal itu membuat Anton merasa seperti ayah yang jahat. Ia pun menahan amarahnya.

Anton menatap Carol, lalu menghela napas panjang.

> “Sayang, tadi kamu di sana sama siapa? Dan kenapa pakai baju seperti itu? Papa harap hal ini jangan diulangi lagi. Papa nggak mau kamu bikin papa kecewa, paham sayang?”

Carol kesal dan menangis. Ia merasa bingung harus berbuat apa jika papanya sudah bicara seperti itu.

Sampai di rumah, Carol berusaha tidak peduli, tapi Anton tetap mencoba menanyainya lagi.

> “Carol, sekali lagi papa mau nanya sama kamu.”

“Soal apa, Pa?”

“Kenapa kamu pakai baju seterbuka itu? Untuk apa? Apa ada yang mengancam kamu makanya kamu pakai begitu?”

Carol hanya diam. Tidak ada yang mengancamnya, ia hanya ingin mencoba gaya itu karena merasa cocok.

> “Nggak ada, Pa. Ini cuma style Carol aja. Carol mau coba, ternyata cocok. Salah Carol apa, Pa?”

“Kamu nggak salah, sayang. Tapi gaya baju kamu bisa mengundang laki-laki jahat buat ngelirik kamu. Emang kamu nggak sadar?”

Carol tersenyum kecil. Dalam hatinya, ia berpikir, apakah papa sebenarnya cemburu?

> “Papa marah karena Carol dilihat sama pria lain?”

“Ya marahlah. Kamu anak papa. Kalau bukan anak papa, buat apa papa marah? Coba kamu pikir pakai logika, benar nggak?”

“Ya, papa benar. Tapi emangnya papa nggak mau lihat Carol punya pacar dan kenalin ke papa?”

Anton terdiam, tapi wajahnya menegang. Ia merasa kesal, seolah tidak rela Carol memiliki pacar. Tanpa berkata apa-apa, ia keluar dari mobil.

Carol menyusul dan mencoba berbicara, tapi Anton tidak mau mendengarkan. Ia terlalu kecewa dengan sikap Carol.

Anton merasa sedih. Namun, ia tetap berusaha menjadi ayah terbaik. Mungkin Carol hanya ingin merasakan cinta pertama di usia mudanya.

Saat Anton masuk kamar, Carol mengikutinya. Ketika Anton melepas bajunya, Carol refleks menutup mata dengan kedua tangan mungilnya.

Anton yang setengah telanjang membalik badan dan menatap Carol dengan dingin.

> “Kamu ngapain ke kamar papa? Kan papa mau mandi. Kamu sengaja ya, ke kamar papa?”

“Nggak, Pa. Awalnya Carol mau bicara, tapi nggak tahu kalau papa buka baju. Emang papa sering begini kalau di kamar sendiri?”

Anton menghela napas panjang, lalu mengusir Carol dari kamarnya. Setelah pintu tertutup, ia bersandar dengan napas tersengal.

Anton tidak menyangka Carol bisa bertindak sejauh itu. Ia mulai berpikir, apakah selama ini ia salah mendidik Carol, hingga gadis itu berani bersikap seperti itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!