Jika ada yang meniru cerita dan penggambaran dalam novel ini, maka dia plagiat!
Kali ini Author mengangkat ilmu hitam dari Suku Melayu, kita akan berkeliling nusantara, Yuk, kepoin semua karya Author...
"Jangan makan dan minum sembarangan, jika kau tak ingin mati secara mengenaskan. Dia menyusup dalam diam, membunuh secara perlahan."
Kisah delapan mahasiswa yang melakukan KKN didesa Pahang. Bahkan desa itu belum pernah mereka dengar sebelumnya.
Beberapa warga mengingatkan, agar mereka jangan makan suguhan sembarangan, jika tak ingin mati.mengenaskan...
Apa yang menjadi misteri dari desa tersebut?
Apakah kedelapan Mahasiswa itu dapat selamat?
ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesal
Kiky berjalan keluar dari teras. Ia melihat rumah-rumah warga mulai sepi. Waktu masih memperlihatkan pukul sembilan belas malam, tapi tak.ada satupun pintu yang terbuka.
Gadis bernama lengkap Nur Fadhilah Rezeki itu berjalan menyusuri halaman, ia menuju tepi sungai. Sepertinya ia penasaran dengan seseorang yang sedang mengayuh sampan dimalam hari, bahkan tanpa penerangan.
Tak berselang lama, Yudi dan Emy datang dari arah barat, dengan mengendarai sepeda motor dan berboncengan.
Sekarung beras dengan betat tiga puluh kilo berada dibagian depan, sedangkan Emy memangku kantong kresek berukuran sangat besar yang berisi sayuran dan lainnya.
Mereka mengumpulkan uang secara patungan, untuk malan mereka, sebab tidak ada yang berjualan makanan, kecuali dipusat desa, dengan jarak tujuh kilometer.
"Mau kemana,Ki?" tanya Emy, karena melihat gadis itu berjalan sendirian ketepian sungai.
"Mau pipis, jawabnya berbohong,"
Motor berhenti didepan teras rumah, ada bilah-bila papan diletakkan disepanjang halaman, untuk menghindari tanah becek.
"Jangan lama-lama, udah malam. Takut kecebur!" Yudi mengingatkan.
"Iya," jawab sang gadis dengan santai, lalu menuju ke bilik ditepi sungai, yang mana terbuat dari terpal berwarna biru. Tempat itu dijadikan sebagai tempat untuk mandi, dan kakus, jangan dibayanginya guys. Sungainya lebar dan dalam.
Emy dan juga Yudi masuk ke dalam rumah kos. Disana Yuli dan juga Yayuk sudah selesai meracik bumbu..
"Nih, kita masak mie telor tumis saja, ya. Keburu laper kalau masak nasi." Emy menyerahkan kantong berisi kebutuhan pokok, dan belanja seadanya, sebab mereka tidak memiliki lemari pendingin untuk mengawetkannya.
"Piringnya susun memang, ini bentar lagi juga mateng," sahut Yayuk, dengan logat jawanya.
"Iya, aku yang nyusun." sahut Andana, lalu menyusun perlengkapan makan mereka. Yuli mengeluarkan sebungkus makanan, sepertinya donat, dan beberapa kue basah.
"Ini ada camilan?" ucap Yuli. Sembari mengangkat kantong plastik tersebut.
Saat bersamaan, Darmadi melintas ke dapur dan melihat kantong kresek berisi donat dan kue basah berupa lapis pulut.
"Iya, tadi di kasih warga, ternyata mereka baik-baik, ya," ucap Emy, sembari menuang minum didalam gelas, dan meneguknya.
Yuli hendak memakannya, namun Darmadi bergegas merampasnya, bahkan menampolnya hingga terjatuh ke lantai.
Tentu saja hal itu membuat Yuli membolakan matanya. "Apaan, sih, Bang! Gak sopan banget. Orang lagi makan diganggu! Gak lucu candanya!" omel Yuli dengan kesal.
"Sudah ku katakan! Jangan makan dan minum sembarangan dari pemberian siapapun!" jawabnya dengan tatapan tajam.
Ia memungut kue yang sudah terlempar ke lantai, lalu merampas kantong plastik tersebut, dan membuangnya ke comberan.
Tentu saja hal itu membuat para rekan mahasiswa merasa tersinggung. Mereka menatap Darmadi dengan tatapan penuh intimidasi.
"Bang. Kamu jangan bersikap begitu. Itu makanan, lho? Masa iya kamu buang begitu, pamali," Andana mencoba angkat bicara. Ia melihat pemuda ini sedikit bersikap arogan, dan dianggap semena-mena dengan mempergunakan jabatannya.
"Kalian tidak tau tentang desa ini! Sudah lu katakan, jangan makan dan minum sembarangan dari pemberian siapapun! Kalau kalian tidak ingin ma--," pemuda itu menghentikan ucapannya, lalu mendengus kesal.
Ia memilih keluar dari dapur. Menghadapi satu wanita saja merepotkan, apalagi enam wanita dengan berbagai karakter, dan itu harus ia tahan hingga dua bulan lamanya.
"Jangan ada yang membantah! Disini kalian harus mematuhi ucapanku!" ucapnya dengan nada intimidasi.
Setelah berucap dengan tegas, ia keluar dari dapur. "Yud, ayo ke mushola, sudah mau masuk Isya," ajaknya pada pemuda itu. Bersyukur ia masih memiliki satu rekan laki-laki. Tidak terbayangkan jika ketujuhnya ada perempuan semua, bisa stres mungkin dirinya.
"Bentar," Yudi mematikan layar laptopnya. Ia membuat jurnal laporan tentang kegiatan dihari pertamanya, termasuk adzan dimushola, tak luput sebagai laporan.
Setelah melihat Darmadi keluar dari dalam rumah kos, kelima gadis itu saling pandang. "Itu anak kenapa, sih?" tanya Yayuk, sembari mencicipi kuah mie tumis yang sudah matang.
"Tau-ah, gelap!" sahut Emy, yang juga ikutan kesal. Sebab belum sempat memakan donatnya. Cacing diperutnya sudah sangat bernyanyi ria, sebab dari siang belum sempat makan.
"Untung saja ganteng, kalau gak, udah ku sliding tuh bocah!" Fitri ikutan ngomel.
"Sudahlah, mungkin dia ada alasannya. Besok kita tanya pelan-pelan, apa maksud dia begitu. Bisa jadi ada bahaya didalamnya" Andana mencoba menenangkan.
"Ini makanan bagaimana? Nunggu mereka pulang dari mesjid keburu kembang," tanya Yuli, yang mulai melunak hatinya.
"Kita makan saja dulu, kita tinggalkan untuk jatah mereka." Fitri mengambil piring ditangan Andana, laku menyerahkannya pada Yayuk untuk dibagi rata.
Ditempat lain, Kiki sedang mengintai pria diatas sampan. Sosok itu sudah berada diseberang, dan menuju rumpun bambu. Entah apa yang dicarinya disana, ia menghidupkan senter sebagai penerangan, lalu menebang sesuatu.
Dua pemuda itu sudah berada diluar rumah, dan Yudi menghampiri bilik yang berseberangan dengan jalan. "Ki, kamu hidup gak? Lama banget ke bilik," panggil Yudi, terdengar mencemaskan sang gadis, sebab sudah cukup lama ia disana.
Darmadi mengerutkan keningnya. "Sejak kapan dia disana?" tanyanya dengan perasaan tak nyaman.
"Sejak kami pulang dari warung," jawab Yudi.
Darmadi menghela nafasnya. Ia turun dari motor, lalu berjalan menuju bilik. Saat berjarak.dua meter dari bilik, ia mencoba memanggil gadis itu.
"Ki, kamu masih ada didalam?" tanyanya sedikit melunak.
"Ya, aku sakit perut," jawab gadis itu dengan cepat.
"Baiklah, aku akan panggil Andana untuk menemanimu," ucapnya dengan sedikit tenang.
"Tidak perlu, sudah mau selesai, kalian pergilah," sahutnya dari dalam bilik.
Darmadi mengangkat kedua pundaknya. Lalu menatap Yudi yang sudah menghidupkan mesin motornya.
"Ayo, kita sudah hampir terlambat," Darmadi naik keboncengan. Lalu mereka menuju mushola.
"Uhuuuuk," Kiky kembali terbatuk, dan kali ini darah kental.yang cukup banyak, bahkan membasahi lantai papan bilik mandi.
"Hah! Ia dikejutkan dengan penampakan yang sangat mengerikan. Ia menghidupkan senter diponselnya, lalu dikejutkan dengan cairan kental dengan serpihan gumpalan seperti hati yang ikut keluar.
"Uhuuuuuk..." kembali ia terbatuk, sebab tenggorokannya terasa sangat gatal, dan membuatnya kembali memuntahkan cairan pekat tersebut.
Ia merasa syok, lalu tanpa sadar merasa hatinya sangat sedih, mengapa ia ditimpa penyakit yang sangat mengerikan?"
Nafasnya terasa sesak, lalu mengambil timba, dan menyiram lantai, agar tidak ada yang mengetahui apa yang sedang terjadi padanya.
Setelah membereskan segalanya. Ia keluar dari bilik, lalu menuju rumah kos.
Ia melangkah masuk, dan melihat susunan piring berisi mie ditengah ruangan.
"Lama banget, Ki? Itu obat batuknya ditas tas ranselmu." ucap Emy, sembari menunjuk kerah susunan tas, dengan menggunakan alisnya.
"Makan dulu, Ki. Biar kuat menghadapi hidup," sahut Yayuk, sembari meletakkan sendok ke masing-masing piring.
Gadis itu hanya diam, menjawab dengan senyum tipis, lalu berjalan menghampiri mereka.
knp bisa seoerti itu sih ya kk siti
ada penjelasnya ga yaaa
hiiiiii
tambahin lagi dong ka interaksi darmadi sama andana entah kenapa jiwa mak comblang ku meronta saat mereka bersama
ada apa ini knp bisa jd begitu
hemmm ... beneran nih ya... kebangetan...