NovelToon NovelToon
Bodyguard Om Hyper

Bodyguard Om Hyper

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Playboy / Model / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Pengawal / Bercocok tanam
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"

"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."

Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.

Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.

Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyamaran

Gissele mati-matian meronta, berusaha melepaskan diri dari Federico yang tak kunjung melonggarkan pelukannya.

"Om! Lepas! Gue nggak sudi tanggung jawab!" Serunya, tubuhnya bergerak gelisah dalam dekapan pria itu.

Namun, semakin ia melawan, semakin erat pula genggaman Federico di pinggang rampingnya. Nafas hangatnya berhembus di telinga Gissele, membuat bulu kuduknya meremang.

"Kalau Nona terus bergerak seperti ini..." Suara Federico terdengar serak, penuh ketegangan yang ia coba tahan, "...saya makin nggak bisa menahan diri."

Gissele membeku di tempat. Jantungnya berdegup begitu cepat, wajahnya memanas seketika. Sialan. Kata-kata pria ini benar-benar berbahaya!  

Gissele menelan ludah, otaknya bekerja keras mencari cara untuk lolos.

"T-terus gue harus apa?!" Bentaknya, meskipun suaranya terdengar lebih panik daripada marah.

"Tolong... diam dulu," bisik Federico, suaranya lebih lembut kali ini, nyaris seperti permohonan.

Dan anehnya, Gissele menurut. Ia diam, membiarkan tubuhnya tetap dalam rengkuhan pria itu.

Federico menghela nafas dalam, mencoba menguasai dirinya sendiri. Ia memejamkan mata sejenak, merasakan aroma manis dari parfum gadis itu yang membuat pikirannya mulai tenang.

Federico berusaha mati-matian menahan dirinya agar tidak menerkam Gissele. Ini sangat sakit dan terus bergesekan dengan cela nanya tapi, ia berusaha menahan diri.

Di sisi lain, Gissele pun sama kacaunya. Ia bisa merasakan denyut jantung Federico yang berpacu kencang, sama seperti miliknya.

Nafasnya tercekat saat pria itu tiba-tiba berbisik lagi, kali ini suaranya lebih dalam, lebih menggoda.

"Saya selalu nggak tahan kalau di dekat Nona seperti ini..."

Gissele langsung bergidik. Kata-kata itu seperti aliran listrik yang menjalar di tubuhnya.

Saat ia hendak membuka mulut untuk membalas, Federico sudah lebih dulu menarik diri sedikit.

Gissele memanfaatkan kesempatan ini untuk berbalik dan menghadapi Federico.

Tapi, Federico justru sedang menatapnya dengan mata tajam yang membuatnya tercekat.

Sial. Kenapa dia ngeliat gue kaya gitu lagi?!

Gissele panik, buru-buru mencoba memukul dada Federico, tapi pria itu dengan mudah menahan pergelangan tangannya.

"Sudah saya bilang, diam dulu, Nona."

Mata mereka terkunci dalam tatapan intens.

Federico semakin mendekat, bibirnya nyaris menyentuh bibir Gissele yang kini sudah mundur dan punggungnya menempel di dinding.

Tepat saat jarak di antara mereka hampir lenyap— TIN TIIIIINN!!

Bunyi klakson mobil mendadak menggema dari luar rumah, membuat keduanya tersentak.

Federico mengerjapkan mata, sementara Gissele buru-buru mendorong tubuh pria itu dengan sekuat tenaga.

"B-BODOH! JAUH-JAUH LO!" Gissele berlari ke arah lain, ia mencoba menyembunyikan wajah merahnya.

Sementara itu, Federico hanya bisa menahan tawa, mengusap tengkuknya sambil bergumam, "Sial... siapa sih yang ganggu di saat begini? Tadi itu hampir saja aku mencicipi bi bir sek sinya."

Gissele berlari meninggalkan Federico, jantungnya masih berdetak kencang.

Astaga, hampir saja mereka berciuman.

Dan yang lebih parah... kenapa dia malah diam saja tadi?!

Gissele mengacak rambutnya frustrasi. Tatapan pria itu benar-benar berbahaya seakan menghipnotisnya untuk 'Diam.' Ia menepuk kedua pipinya, mencoba menyadarkan dirinya sendiri.

Tanpa pikir panjang, Gissele masuk ke kamar mandi, menyalakan air dingin, dan merendam wajahnya.

Tenang, tenang... Ini cuma kecelakaan.. Gissele terus meredakan emosinya yang meluap-luap.

Setelah mandi, Gissele mulai menjalani rutinitas paginya. Skincare, makeup, dan memilih pakaian. Ia mengenakan kemeja putih sederhana dengan rambut diikat satu.

Perasaan Gissele jadi lebih stabil sampai matanya menangkap sosok Federico yang sudah rapi, duduk di meja makan.

"Loh? Papi ke mana?" Tanya Gissele, mencari keberadaan ayahnya.

Salah satu pembantu yang sedang menyajikan sarapan menjawab, "Tuan dipanggil kerja lagi hari ini. Katanya ada panggilan mendadak dari kantor."

Haduh!  Gissele memutar mola matanya malas. Kenapa dia harus terjebak lagi bersama pria ini, hanya berdua.

"Kalau mami hari ini pulang?" Tanya Gissele lagi pada pembantu.

"Kalau Nyonya nambah hari di Solo, Non. Pulangnya akan lama."

Gissele menghela nafasnya lagi, ya.. ini bukan pertama kalinya. Gissele kan seting ditinggal kerja.

Federico menatapnya lekat-lekat dan tersenyum. "Tenang Nona, kan ada saya."

Gissele tak menjawab pria itu, ia merengut dan duduk di meja makan. Sarapan kali ini ada sosis dan telur.

Sayurnya.. 

Gissele enggan makan daging lagi tapi, ia meneguk liurnya. Gadis itu merasa was-was jika dicium lagi oleh Federico karna tidak mau makan. Ia melirik ke arah Federico yang menyeruput kopinya dengan tenang.

Dicium Federico merupakan momen yang mengerikan baginya. Bukan berarti tak bisa melawan, hanya saja pergerakan pria itu begitu tiba-tiba dan sulit dihindari. Mau melawan pun tidak ada gunanya..

Akhirnya dengan terpaksa, Gissele memakan sarapan itu dengan perlahan.

Federico menangkap sikapnya yang aneh. Tumben sekali Gissele tidak marah-marah karna tidak ada sayur.

"Nggak cari sayur lagi, Nona?" Pria itu menyengir.

"Nggak dan jangan ajak gue ngobrol pas makan." Sergah Gissele, wajahnya panas.

Federico tertawa kecil, menikmati ekspresi gadis itu. "Ya sudah, habiskan, Nona. Biar tenaganya cukup."

Gissele mendengus kesal. Ia mengambil sepotong sosis, mencelupkannya ke saus, lalu menji lat sausnya dulu dan menggigitnya.

Federico mendadak terpaku. Tatapannya teralihkan pada bibir Gissele yang sedikit belepotan saus. Dan cara makan sosisnya itu..

Astaga. Otak Federico langsung traveling ke mana-mana. Sialan, kemarin kubilang dia bukan tipeku tapi aku selalu turn on karnanya.. Batin Federico sedikit panik.

Gissele, yang tidak menyadari tatapan pria itu, mengunyah santai. Tapi begitu ia mengangkat kepala, ia mendapati Federico menatapnya dengan ekspresi aneh.

"...Kenapa Om ngeliatin gue gitu?"

Federico langsung tersadar, menggeleng cepat. "Nggak. Nggak apa-apa." Ia buru-buru meneguk kopinya.

Setelah menghabiskan sarapan, Federico menyesap kopi hitamnya dengan santai. Sementara itu, Gissele bangkit dari kursinya, bersiap kembali ke kamar untuk mengambil tas.

Tapi saat ia berjalan menuju tangga, sebuah pemikiran melintas di kepalanya.

"Oh, iya!" Gissele berhenti mendadak, menoleh ke Federico.

Pria itu mengangkat alis. "Apa lagi?"

"Om, jangan dandan begini kalau ke kampus," kata Gissele sambil mengamati penampilan Federico.

Seperti biasa, pria itu mengenakan kemeja putih yang kancingnya dibuka setengah dan dipadukan dengan celana bahan gelap. Pria itu juga selalu memakai kalung rantai kecil berwarna perak.

Di lengannya ada jam tangan hitam elegan, dan rambutnya ditata dengan sempurna—mungkin terlalu sempurna untuk seorang pria yang katanya "hanya mengantar" ke kampus.

Federico menyeringai, menyesap kopinya lagi. Dia ingat bahwa percakapan ini pernah terjadi, Gissele berusaha mendandani Federico agar teman-temannya tidak berisik.

"Ikut gue Om, pokoknya gue bikin Om nggak dikenali orang khususnya temen-temen gue," ucap Gissele sambil melangkah cepat ke kamarnya.

Federico terkekeh, tapi ia tetap mengikuti gadis itu masuk. "Jadi mereka benar-benar tertarik sama saya ya.. Nona sendiri nggak tertarik juga?" Godanya.

Gissele mendengus, membuka laci meja belajarnya dengan kasar. "Huh. Jijik banget dengernya." Ia mulai mengaduk-aduk isi lacinya sebelum akhirnya menemukan apa yang ia cari—sebuah wig merah dan kacamata hitam besar.

"Nah, pakai ini," katanya, menyodorkan kedua barang itu pada Federico.

Pria itu menatap benda tersebut sejenak, lalu mengangkat alisnya. "Nona bercanda?"

"Nggak," jawab Gissele serius. "Biar Om juga nggak menarik perhatian."

Federico ragu tapi tetap menerima wig itu dengan santai. "Tapi ini malah lebih narik perhatian, Nona.."

"Justru Om cuman dianggap orang aneh, mereka nggak akan tergila-gila dan berisik kalau dandanan Om begini."

Federico terkekeh, lalu dengan malas menyematkan wig merah di kepalanya. Gissele memperhatikannya sebentar, lalu mengacak-acak sedikit rambut palsu itu agar lebih alami.

"Jangan lupa pakai kacamata ini juga," tambahnya.

Federico mengenakannya, lalu berkaca sebentar di cermin kamar Gissele.

Penampilannya benar-benar berubah. Dari pria rapi dengan aura berbahaya... sekarang ia terlihat seperti pesulap merah.

"Astaga," gumam Federico sambil menghela napas. "Jadi begini rasanya jadi badut jalanan."

"Yap. Ini mantap," kata Gissele puas.

Federico menoleh ke arahnya.

"Dari mana Nona punya barang kayak gini?"

"Ini pernah gue pake buat pentas drama dulu," jawab Gissele santai.

Federico tertawa pelan. "Menarik."

Gissele melipat tangan di dada. "Sekarang tinggal bajunya. Ganti. Jangan pakai kemeja."

Federico menghela napas panjang, tapi akhirnya menurut. "Baiklah, Nona bos besar."

Setelah beberapa saat, Federico sudah berganti pakaian dengan kaus biasa dan jaket hitam.

Gissele juga sudah siap untuk pergi ke kampus, tapi begitu matanya menangkap sosok Federico yang masih memakai kalung kecil berwarna perak di lehernya, ia langsung mengernyit.

"Om, lepas kalungnya juga, ih," sergahnya sambil melipat tangan di dada.

Federico, yang sedang memainkan wignya dengan santai, hanya melirik sekilas.

Bibirnya membentuk senyum setengah yang khas—senyum yang selalu membuat Gissele merasa sedang dipermainkan.

"Lepasin sendiri Nona, kan Nona yang mau dandanin saya." Ucapnya ringan, suaranya rendah namun cukup untuk membuat dada Gissele naik-turun tak sabar.

Gissele memutar mata, lalu melangkah maju. "Udah, sini! Gue lepasin," katanya sambil meraih kalung itu.

Jarinya menyentuh rantai logam dingin di leher pria itu. Baru saja ia hendak menariknya, tiba-tiba sesuatu terjadi.

Sebuah tangan kuat melingkar di pinggangnya.

"Akh—Om!"

Gissele terkejut, tubuhnya dijerat dalam genggaman kuat Federico yang tiba-tiba menariknya lebih dekat.

Sangat dekat.. Gissele bahkan bisa mencium aroma kopi dari nafas pria itu.

"Om—lepasin!" Bisiknya tergagap, mencoba menahan tubuhnya agar tidak semakin terperangkap.

Tapi Federico tidak bergeming. Sebaliknya, pria itu malah memiringkan kepala, menatapnya dalam-dalam dengan ekspresi tajam yang membuat Gissele membeku di tempat.

Tatapan itu… seperti hipnotis..

"Saya mau menagih bayaran Nona.. Sebelumnya kan saya sudah meminta bayaran untuk ini." Federico mencondongkan tubuhnya, suaranya terdengar rendah di telinga Gissele, mengirimkan getaran aneh ke tulang belakangnya.

"Bayaran karna membuat citra saya jelek begini, apakah saya bisa mendapatkannya?"

Nafas Gissele tercekat, "Apa mau Om?"

Mendadak Federico menarik ikat rambut Gissele, membuat rambut panjang gadis itu terurai.

"Tutup matamu, Nona."

1
Elmi Varida
wkwkwkkkk...🤣🤣salah sasaran si Federico🤣🤣
Dyah Rahmawati
lanjuut😘
Dyah Rahmawati
giseel ...ooh giseel 😘😘😀
..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!