"Ya Allah. Ijin aku memiliki calon suami setampan pria yang ada sebelahku ini," ucap Rani dengan suara yang cukup keras membuat seorang Khalid tersenyum samar karena ia paham dengan bahasa Rani.
"Aamiin ya Allah kabulkan doa bidadari ini karena aku sendiri yang akan menjadikan dirinya sebagai istriku," lirih Khalid mengaminkan doa Rani lalu mengikuti langkah Rani yang ingin keluar dari lingkaran tawaf.
Sedetik Cinta di tanah nabi
Dia hadir tanpa permisi
Mengisi relung menyesap lambat
Ku tolak ia ku takut murkaNya
Yang ada ia menyusup hadir mendiami jiwa..
Aku terdiam menikmati lezatnya.Merasakan nuansa yang tak ingin usai
Waktu berlalu tanpa pamit
Sedetik hadirmu mengusir lara..ku takut sepi menyapa jua seperti gelap tak pernah iba tuk hadirkan malam..
Aku takut melepaskan detik cinta tertinggal mimpi ...ku ingin miliki dia karena ku damba... hadir mu singkat hilang tak dapat kutahan .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Cemburu
Malam tiba, para jamaah yang sudah sah menyandang haji mabrur bersiap-siap bertolak ke Musdalifah untuk melakukan ibadah selanjutnya yaitu mabid.
Rani berdiri menunggu bis milik rombongannya. Matanya masih terlihat sembab karena banyak menangis.
Sementara itu Khalid sudah lebih dulu berada di Musdalifah. Hati pria ini tidak bisa lepas dari Rani. Bahkan ia juga tidak bisa membendung kerinduannya pada Rani. Andai saja tidak ada informasi identitas Rania mungkin mereka akan bermalam bersama di Musdalifah dan dia akan mengantar Rani ke tenda Mina tempat Rani akan bermukim.
"Tuan. Apakah anda merindukan nona Rani?" tanya Syam namun ditepis oleh Khalid.
"Tidak. Aku tidak mungkin memperistrikan seorang putri dari seorang mafia," tegasnya.
"Putri mafia...?" ulang Syam baru tahu apa sumber masalahnya.
"Yah. Baca ini...!" titah Khalid seraya menyerahkan ponselnya pada Syam.
Syam menelisik satu persatu data Rani. Nama Rania Karisa binti Farouk Alraby. Usia 23 tahun. Asal ayah Turki-Perancis. Ibu Indonesia. Tempat tinggal Jakarta-Indonesia. Profesi dokter. Pekerjaan ayah mafia.
Itulah profil singkat tentang Rani dan ada banyak lagi uraian tentang pekerjaan ayahnya Rani. Syam cukup tertegun dan memahami perasaannya Khalid.
"Tuan. Bukankah cinta itu buta? Apakah cinta tuan pada gadis itu memudar begitu saja hanya karena informasi ini?" tanya Syam.
"Entahlah. Aku tidak tahu. Lagi pula kami belum begitu dekat dan tidak ada ikrar cinta dariku untuk membuatnya merasa dimiliki oleh ku dan itu adalah kabar baik untuk kami. Dengan begitu ia tidak banyak berharap dariku."
"Anda memang benar tuan. Tapi sayangnya hati tuan tidak sejalan dengan logika tuan. Kadang afirmasi hati tidak bisa kita edit sesuai dengan perasaan kita.
Sekuat apapun tuan berusaha hanya dia yang ada di pikiran tuan saat ini. Jangan bohongi perasaan tuan kalau tidak mau menyiksa diri tuan sendiri," ucap Syam memberikan nasehat terbaiknya. Ia lalu meneruskan zhikir nya dan tidak lupa mendoakan yang terbaik untuk Khalid dan Rani.
Sekitar pukul 5 pagi usai sholat subuh ada jamaah haji kloter Rani yang banyak tumbang karena kondisi kesehatan mereka karena faktor kelelahan.
Petugas kesehatan untuk setiap kloter hanya ada satu dokter dan satu perawat. Mau tidak mau Rani ikut dilibatkan tenaganya sebagai bagian medis.
Rani membantu beberapa jamaah yang sakit melakukan pemeriksaan dasar. Mobil ambulans siap membawa beberapa pasien yang tidak bisa ditangani dokter karena butuh peralatan medis yang hanya ada di rumah sakit.
"Tolong....! Siapa di sini dokter spesialis kandungan?" pekik seorang jama'ah yang bukan dari kloter Rani.
Rani yang baru saja beristirahat dan siap menuju bis yang sudah menunggu rombongannya untuk menuju Mina mau tidak mau menghampiri beberapa jamaah perempuan yang berteriak meminta tolong.
"Saya." Rani menghampiri dua orang ibu-ibu itu yang langsung menarik tangannya.
"Tolong teman kami dokter...! Teman kami mengalami kontraksi."
"Berapa usia kandungannya?" tanya Rani.
"Sekitar 6 bulan dokter."
Rani mengeluarkan peralatan medisnya yang ia bawa lalu memeriksa keadaan pasien yang terlihat pucat. Setelah menanyakan beberapa hal pada pasien itu terkait sakit yang di alami pada perutnya Rani langsung meminta petugas haji di kloternya untuk meminta mengirim ambulans untuk menjemput pasien.
"Kenapa ibu tidak ikut murur saja? Keadaan ibu juga tidak baik untuk ikut tanazul," ucap Rani.
"Saya sudah sarankan begitu pada istri saya dokter. Tapi dia keras kepala karena ingin merasakan suasana mabid di Musdalifah. Akhirnya saya mengalah," ucap sang suami dari sang pasien yang masih terlihat muda itu karena ia baru merasakan hamil anak pertama dan merasa kuat dengan kondisinya.
"Sekarang ibu merasakan sendiri resikonya. Kasihan calon bayinya. Kalau ada apa-apa dengan calon bayinya bukankah kalian berdua yang akan menyesal?" nasehat Rani.
"Maaf dokter. Terimakasih atas bantuannya." Sang suami membantu sang istri untuk duduk di kursi roda ketika mobil ambulans siap menjemput istrinya.
Rani ikut mengantar mereka sampai ke mobil ambulans sekaligus menyerahkan catatan laporan kasus pasien ke petugas medis ambulance.
Beberapa menit kemudian Rani baru menyadari kalau hanya dia sendiri yang belum naik bis di kloternya. Ia akhirnya memutuskan untuk jalan kaki ketika melihat banyak sekali rombongan jamaah haji yang tidak mendapatkan bis menuju Mina.
Rupanya matahari pagi datang lebih cepat menyinari bumi. Rani yang mulai kelelahan mengambil air minumnya untuk membasahi tenggorokannya.
"Astagfirullah. Aku lupa kalau tempat minum ku tadi ketinggalan di Musdalifah.
Rani meneruskan langkahnya sambil berzikir dan berharap ia tidak mengalami dehidrasi karena tenggorokannya sangat kering ditambah matahari pagi yang teriknya meningkat sampai 42 derajat.
"Tuan. Bukankah itu nona Rani?" Syam yang membawa mobil sengaja memperlambat mobilnya untuk memastikan kalau wanita yang berjalan terseok-seok itu adalah Rani.
Khalid terperangah melihat sosok wanita yang ingin dilupakan nya ternyata sangat kepayahan saat ini. Ia menurunkan kaca jendelanya dan terus memperhatikan Rani yang tetap berjalan dengan tenang tanpa menggunakan cadar karena masih dalam ihram.
"Kenapa dia tidak mengenakan saja cadarnya? masih banyak dalil yang membolehkan wanita mengenakan cadarnya saat berihram," kesal Khalid yang tidak rela wanitanya diperhatikan oleh banyak laki-laki.
"Tuan. Apakah kita boleh mengajaknya ikut bersama kita?" tanya Syam. Khalid tidak bergeming seakan ia sedang menikmati kelelahan Rani yang sempat limbung lalu berpegangan pada pagar pembatas jalan.
"Raniii....!" Pekik Khalid hendak turun dari mobilnya untuk menolong Rani namun ada seorang pria tampan yang lebih dulu menopang badan Rani yang hampir jatuh pingsan membuat Khalid murka dan mengurungkan niatnya untuk menolong Rani.
"Jalankan mobilnya. Sudah ada lelaki lain yang mengurusnya." Wajahnya bersemu merah dengan suasana hati yang sangat panas.
"Tapi tuan....!" Syam tidak bisa meninggalkan Rani dengan pria lain dan ia memutuskan turun untuk menolong Rani.
"Jika kamu tidak ingin menikahinya tidak apa setidaknya nurani kemanusiaan mu harus tersentuh dengan keadaan wanita malang itu," ucap Syam yang menentang kerasnya Khalid.
"Maaf tuan, itu adalah saudaraku...! Namanya Rani bukan?" ucap Syam pada seorang pria yang masih menopang tubuh lemah Rani.
Disaat Syam hendak menggendong tubuh Rani untuk dibawa ke mobil namun Khalid lebih dulu memasukkan tangannya ke bawah tubuh Rani.
"Aku saja yang menggendongnya...!" Khalid mendekatkan tubuh Rani ke pelukannya dan membawanya ke dalam mobilnya.
Syam memasukan tas ransel Rani ke dalam mobil dan mobil itu balik arah menuju rumah sakit.
"Ternyata cemburumu lebih kuat daripada egomu," batin Syam menahan senyumnya dan merasa lega karena Khalid akhirnya menolong Rani.
Khalid menyemprotkan alkohol ke saputangannya untuk membuat Rani sadar. Beberapa saat kemudian Rani mulai mengerjapkan matanya dan melihat sosok yang sangat ia rindukan selama dua hari ini.
"Ya Allah. Apakah aku sedang berhalusinasi?" lirih Rani yang tidak percaya dengan penglihatannya saat ini.
"Minum air zamzam nya dulu, Rani...!" Khalid menyodorkan botol minum ke arah Rani yang masih menatap wajah tampannya Khalid dengan tatapan lemah.
Begitu pula dengan Khalid yang menatap kecantikan Rani seakan ingin meluruhkan kerinduan mereka saat ini.