Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana, baru saja lulus SMA. Namun tiba-tiba Ayahnya yang pemabok dan suka main judol, memaksanya untuk menikah dengan saudagar kaya yang memiliki 3 istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncess Iren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tabrakan
Pagi itu Sasa sedang duduk di ruang tamu, di depannya tergeletak segepok uang pemberian dari Pak Yudi yang akan di simpan nya di dalam bank.
Uang itu ia dapatkan di dalam lemari pakaiannya, yang mana di atasnya ada selembar kertas. Bertuliskan "Uang ini sebagai nafkah dari aku, simpan lah buat tabunganmu. Untuk kebutuhan pribadimu, ajak bibi kalau mau ke bank atau Sandy jangan pergi sendiri." Seperti itulah kira-kira tulisan tangan Pak Yudi, yang di bawahnya juga ada sebuah tanda tangannya.
Prok prok
Terdengar sebuah tepuk tangan, yang ternyata itu adalah Sandy.
"Ck ck ck wah wah hebat sekali ya, gadis miskin ini berhasil merayu Papaku. Pagi-pagi udah dapat segepok uang aja, memangnya kemarin malam main berapa ronde sama Ayahku. Sampe kamu di kasih uang sebanyak itu!" ucap Sandy dengan nada yang ketus, sambil memegang uang itu lalu melemparkannya di muka Sasa hingga uang itu berserakan di lantai.
"Kamu bisa bicara yang sopan kan? Walau bagaimana pun aku ini, istri Ayahmu yang artinya kamu harus memanggilku Mama atau Ibu." ucap Sasa berusaha menasehati anak tirinya, dengan suara yang sangat lembut.
"Hahaha apa kamu bilang Mama? Cih, jangankan kamu yang masih gadis ingusan. Bahkan ketiga istri Papa yang usianya seumuran Mamaku aja, gak sudi aku panggil Mama. Bagiku Mama itu hanyalah Mamaku, dan kamu jangan pernah bermimpi untuk menggantikan posisi Mamaku. Paham!!" bentak Sandy sambil mencengkeram dagu mulus Sasa, sampai gadis itu meringis.
Tentu saja Sasa tidak sebanding dengan Sandy, usianya saja baru 18 dan memiliki tubuh yang sangat mungil. Tentu saja bagi Sandy hanya menggunakan satu tangan pun, bisa mengangkat tubuh mungil Sasa.
"Aaarrghh.. sakit San, oke kalau kamu ngga mau panggil aku Ibu juga gapapa. Tapi tolong jangan sakiti aku..." ucap Sasa sedikit menjerit menahan sakit, karena cengkeraman dari tangan Sandy yang kekar.
"Kamu sengaja kan ingin mengeruk harta Papaku!!" bentak Sandy dengan suara yang menggelegar
Bibi yang sedang berada di belakang tergopoh masuk kedalam rumah, mencari sumber suara ia khawatir kalau nyonya mudanya itu kenapa-napa.
"Ada apa Mba...." belum selesai ucapan Bibi, ia langsung membelalakan matanya demi melihat perbuatan Sandy anak majikannya itu.
"Maaf Mas Sandy tolong jangan sakiti Mba Sasa, dia tidak salah apa-apa dalam masalah ini. Dia juga terpaksa menikah dengan Pak Yudi, karena di paksa oleh Bapaknya." ucap Bibi sambil memegangi tangan Sandy
Seketika Sandy pun melepaskan cengekeraman nya kepada Sasa, lalu melengos seolah muak melihat muka gadis yang tak berdosa itu. Kemudian dia pergi begitu saja, naik keatas menuju kekamarnya.
"Hiks Bi, kenapa nasibku seperti ini Bi? kenapa tidak ada yg mengerti aku Bi..." ucap Sasa dengan di iringi isak tangis yang begitu memilukan, bagi siapa pun yang mendengarnya.
Bibi memeluk tubuh Sasa sambil ikut menangis, hatinya terenyuh melihat nasib yang di derita gadis itu. Yang sekarang menjadi istri keempat majikannya, dia tahu betul bagaimana sedihnya gadis itu apalagi barusan di hina habis-habisan oleh anak tirinya.
Bibi sesenggukan sambil membelai rambut panjang, majikan perempuannya itu.
"Mba Sasa jangan di dengerin omongannya Mas Sandy tadi ya, Bibi percaya Mba Sasa bukan orang seperti itu." ucap Bibi sambil menghapus air mata nya Sasa
"Mba mari kita bereskan uangnya, uang ini mau di apain?" tanya Bibi
"Kata Bapak ini di simpan Bi, untuk keperluan aku. Nanti Bibi antarkan aku ke bank ya Bi." sahut Sasa yang di angguki oleh Bibi, kemudian mereka mengumpulkan uang-uang yang berserakan itu.
Sandy sudah berdandan rapi sepertinya ia ingin berangkat kuliah, tak ada sedikitpun senyum di wajahnya. Dia berjalan melewati ibu tirinya begitu saja, bahkan untuk sekedar berpamitan pun ngga.
"Mas sudah mau berangkat kuliah ya?" tanya Bibi sambil tersenyum
"Iya Bi." jawabnya singkat
Kemudian berlalu begitu saja tanpa ingin berbicara dengan Sasa, dan Sasa pun hanya diam saja. Dan hanya bisa menghela nafas saja, ia bisa memaklumi ketidak sukaan Sandy terhadap nya.
"Mba ayok kita berangkat mumpung masih pagi." ajak Bibi, karena takut kesiangan dan cuaca menjadi panas.
Akhirnya Sasa keluar dari rumah Pak Yudi dengan di temani Bibi, ya tujuan utama mereka ke bank baru kemudian kepasar. Mereka terpaksa berangkat menggunakan ojek, karena memang mobil Pak Yudi di bawa oleh Sandy.
"Mang kita ke bank ya." ucap Sasa dan Bibi kepada ojeknya masing-masing
"Baik mba." sahut si mamang
Sesampainya di bank mereka langsung masuk dan menuju ke teller, karena waktu masih pagi jadi mereka pun cepat menyelesaikan urusannya. Kini Sasa hanya menyisakan uang 2 juta di dompetnya, untuk berbelanja bersama Bibi.
Setelah memilah dan memilih mereka membeli sayur, daging, ikan, tempe, ayam dll. Sasa juga membelikan Bibi sehelai daster, begitupun dirinya Sasa membeli daster selutut rencananya buat di pake didalam rumah.
Setelah satu jam di pasar akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saja, tentu saja mereka sudah membeli beberapa jajanan pasar juga.
Sekembalinya dari pasar Sasa masuk kamar, karena badannya terasa capek.
"Bi belanja juga capek ya, apalagi tadi banyak sekali orang." ucap Sasa
"Iya mba, Mba istirahat saja biar Bibi yang membereskan belanjaannya. Sekalian mau masak buat makan siang takutnya Mas Sandy pulang." sahut Bibi Sasa hanya mengangguk saja
Entah sudah berapa lama Sasa tertidur, sayup-sayup ia mendengar suara adzan dari mushola terdekat ternyata sudah masuk waktu ashar.
Sasa segera bangun dan langsung menuju kamar mandi, kebetulan kamar mandi di rumah Pak Yudi ada didalam kamar tidur. Setelah mandi dan sholat Sasa keluar dari kamarnya, karena ia merasa perutnya terasa laper.
Tanpa melihat kiri kanan ia kedapur, dengan memakai daster selutut yang tadi di belinya. Tapi alangkah terkejutnya ia saat sedang menuju kedapur, ia bertabrakan dengan anak tirinya itu yang hendak keluar dari dapur.
Alhasil tabrakan tak bisa dihindari, karena tubuh Sasa yang limbung mau tidak mau Sandy segera memeluknya. Entah kenapa apakah karena Sasa baru bangun tidur atau kurang fokus, Sasa yang berada di pelukan anak tirinya itu jantungnya berdegup kencang.
Sandy yang memiliki wajah tampan rupawan, bak seorang pangeran berhasil menghipnotis nya. Selama ini Sasa yang belum pernah di peluk seorang laki-laki manapun, sungguh ini pengalaman pertamanya ada rasa nyaman yang ia rasakan saat ini.
Sandy yang terkenal playboy dan suka gonta ganti cewek, tentu saja tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
"Hei kamu nyaman ya di pelukan aku?" tanya Sandy, yang mampu menyadarkan Sasa dari angannya.
"Apaansih, kamu kenapa nabrak aku?" tanya Sasa balik. Tapi pas dia melihat lengan Sandy, ternyata ada luka yang sudah mengeluarkan darah disitu.
"Loh tangan kamu terluka ya, pasti ini kegaruk pinggiran pintu deh. Maafin aku ya, ayok aku obati dulu." ucap Sasa yang langsung menarik tangan anaknya
Entahlah saat itu Sandy kok menjadi nurut, dia ngikut aja saat Sasa menarik tangannya.
Bibi yang mendengar suara pekikan Sasa tadi, sempat masuk dan melihat. Namun setelah melihat interaksi antara anak dan ibu itu, Bibi malah sengaja memberi ruang kepada mereka.
"Mudah-mudahan saja Mas Sandy, mau menerima Mbak Sasa sebagai ibu tirinya." lirih Bibi
"Duduk sini dulu, aku ambil betadin dulu ya." ucap Sasa, lalu dia pergi meninggalkan Sandy yang masih bengong.
"Kenapa dadaku berdebar terus ya, padahal sudah sering aku peluk cewek. Bahkan sering juga aku tiduri mantan-mantanku, tapi aku belum pernah merasakan deg-degan seperti ini." ucap Sandy ngomong sendiri
"Siniin lengannya." ucap Sasa, lalu Sandy menyodorkan lengannya untuk di obati. Sebenarnya sih gak perlu sampai begitu, tapi Sandy sengaja membiarkan ibu tirinya begitu. Ia hanya ingin, memandang wajah cantik Sasa dari jarak dekat.
Dengan telaten Sasa mengolesi betadin di luka Sandy, lalu menempelkan hansaplas supaya tidak kemasukan debu. Setelah selesai Sasa ingin mengatakan "Sudah" tapi ia urungkan, karena merasa terkejut Sandy sedang menatapnya begitu dalam.
"Ternyata cantik dan manis juga ibu tiriku ini, kenapa selama ini aku ngga pernah melihat dia ya. Kenapa aku melihatnya setelah dia jadi istri ayahku?" tanya nya dalam hati
"Sandy, sudah selesai." ucap Sasa yang sontak mengagetkan Sandy
"Oh iya terimakasih." sahut Sandy lembut
Sasa sempat mengernyitkan dahinya, karena ternyata Sandy bisa juga berkata lembut.
"Tumben gak marah-marah." jawab Sasa sambil ngeloyor pergi, Sandy yang mendengar itu merasa tertantang dan menyesal telah berkata pelan.
"Hei dasar wanita kampung, di baikin malah ngomong gitu. Terus kamu maunya aku marah-marah terus gitu?" tanya Sandy sambil mengejar Sasa, setelah dekat refleks ia menarik tangan Sasa.
Sasa yang ngga siap tentu saja tubuhnya jadi limbung, pada akhirnya ia kembali jatuh kedalam pelukan Sandy. Mata mereka kembali bertemu, entahlah jantungnya kembali berdegup.
Sandy tidak bisa mengontrol dirinya lagi, ia segera menarik tangan Sasa lalu membawanya kedalam kamarnya. Karena memang posisi mereka saat ini di depan kamar Sandy, Sasa belum menyadari apapun ia hanya menurut saja.
"Kamu terlalu cantik untuk Papaku, kamu pantasnya sama aku." ucap Sandy, dalam hati dengan tatapan yang masih menghipnotis Sasa.
Sandy tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, ia tahu betul ibu tirinya sedang terpesona oleh ketampanannya. Sandy segera mencium bibir Sasa, tentu saja itu membuat Sasa tersadar dari lamunannya.
"Sandy apa yang kamu lakukan?" tanya Sasa dengan suara yang tidak jelas, karena bibirnya sudah di lumat habis oleh Sandy.
"Aku tahu, kamu menyukaiku. Maka nikmati saja kamu pasti suka." jawab Sandy yang malah memperdalam ciumannya, Sasa yang sadar kalau ini salah mendorong tubuh Sandy dengan begitu kuat.
Hingga ia bisa terlepas kemudian Sasa segera keluar dari kamar Sandy, dan masuk kekamarnya. Nafasnya tersengal ia bersandar di dinding kamarnya, sambil meraba bibirnya.
"Apa yang dia lakukan padaku? kenapa dia menciumku? Apa yang ada di otaknya, aku ini ibu tirinya." ucap Sasa setelah bisa mengatur nafasnya, kemudian ia duduk di tepi ranjang.
Di kamar, Sandy malah tersenyum menyeringai Pria tampan itu memandang wajahnya di cermin, terlihat bibirnya berdarah. Karena tadi Sasa menggigitnya, ia mendesis seperti ular jantan yang sedang lapar.
"Manis sekali bibir gadis itu, aku yakin dia belum pernah ciuman. Aku juga yakin kalau dia masih perawan, karena Papa belum menyentuhnya." ucapnya senyumnya mengembang
"Apapun caranya aku harus bisa mendapatkan keperawanannya, anggap saja ini pembalasan karena dia telah merampas cinta Papa dari Mama."
Bersambung....