NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 4: The Lies Beneath Velvet

Jika tembok istana Ravennor bisa berbicara, mereka pasti akan berbisik—bukan berteriak. Karena kebohongan di tempat ini tidak disembunyikan dengan darah, tapi dengan senyum manis dan permadani mewah.

Dan Lady Seraphine mulai belajar memijak di antara keduanya.

Hari itu, ia diundang menghadiri pertemuan Dewan Tinggi Kerajaan—sebuah kehormatan yang tidak biasa bagi wanita yang belum resmi menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Tapi Pangeran Caelum telah mengirimkan surat undangan dengan materai pribadinya, disegel dalam lilin biru gelap.

Mirella mengerutkan kening saat melihatnya.

“Mereka akan menguliti lidahmu jika kau salah bicara.”

Seraphine menanggapi dengan senyum samar. “Biarkan mereka mencoba. Lidahku tajam, tapi aku belajar cara menyisipkan racun dalam madu.”

Dewan berkumpul di ruangan bundar berhias lukisan raja-raja terdahulu. Pangeran Caelum duduk di kursi tengah, mengenakan jubah biru arang yang kini tampak lebih gelap dari sebelumnya. Wajahnya belum pulih sepenuhnya, tapi sorot matanya lebih tajam—seolah insiden sihir itu membuka bagian dirinya yang lama tersembunyi.

“Lady Seraphine hadir sebagai pengamat hari ini,” katanya tegas saat tatapan-tatapan mulai beredar. “Dan saya percaya pada penilaiannya.”

Beberapa bangsawan tua bertukar pandang, mulut mereka mengernyit seperti mencicipi anggur yang basi.

Salah satu dari mereka—Lord Halric—berdeham keras. “Dengan segala hormat, Yang Mulia… dia belum menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Terlalu dini membiarkannya duduk dalam urusan negara.”

Seraphine menunduk sopan. “Dengan segala hormat pula, Lord Halric… bukan statusku yang membuatku layak berada di sini, melainkan pikiranku. Dan saya menduga—maaf jika saya salah—bahwa pikiran yang tajam lebih dibutuhkan daripada gelar tua yang sudah berkarat.”

Terdengar bisik-bisik.

Caelum hampir tersenyum.

Setelah pertemuan itu, Lady Mirella menunggu Seraphine di galeri. “Kau benar-benar menusuk Halric di depan semua orang.”

“Aku hanya mengingatkan bahwa dunia telah berubah,” jawab Seraphine pelan.

“Tapi di istana ini, perubahan seperti menabur bunga di atas ranjau.”

Seraphine berhenti melangkah. “Kalau begitu, aku hanya perlu memastikan bunganya mekar sebelum ranjau itu meledak.”

Mereka tertawa pelan. Tapi tawa itu berhenti ketika suara langkah berat mendekat.

Lord Tharien.

Ia menatap Seraphine dengan mata tajam, nyaris tidak berkedip.

“Pangeran Caelum memintaku menyelidiki lebih dalam soal penyebab ledakan sihir di lorong barat,” katanya tenang. “Dan ada satu hal menarik yang kudapati.”

Seraphine menahan napas. “Apa itu?”

“Bahwa hanya tiga orang di istana yang memiliki akses ke buku sihir kuno di perpustakaan dalam.” Ia mendekat, hampir berbisik. “Satu di antaranya adalah kau.”

Mirella melangkah maju. “Itu tuduhan serius, Lord Tharien.”

“Belum kutuduhkan. Baru kusampaikan.” Ia melirik Seraphine sekali lagi sebelum pergi.

Malam itu, Seraphine menyelinap ke ruang bawah tanah kapel tua. Mengikuti peta yang ia simpan dalam benaknya sejak masa kecil, ia menemukan pintu rahasia di balik altar yang retak. Di baliknya, lorong sempit menurun tajam, seperti menelan siapa pun yang masuk.

Di ujung lorong, ada ruangan berbentuk kubah.

Dan di sanalah ia menemukannya.

Seseorang duduk menunggunya. Mata pria itu bersinar samar dalam gelap, rambutnya acak-acakan dan wajahnya penuh debu. Tapi Seraphine mengenalnya hanya dengan satu napas.

“Orin.”

Saudara laki-lakinya berdiri. Lebih tinggi dari yang ia ingat. Lebih keras. Tapi matanya—mata itu masih sama.

“Seraphine…” bisiknya.

Mereka berlari dan saling memeluk dalam diam yang lama dan penuh gemetar.

“Aku pikir kau—”

“Aku pikir kau mati,” potong Seraphine.

“Aku diselamatkan. Oleh Ordo Umbra.”

Seraphine melepaskan pelukan itu. “Apa kau bagian dari mereka sekarang?”

Orin mengangguk.

“Aku menyusup ke dalam. Banyak yang percaya Ordo adalah musuh kerajaan… Tapi sesungguhnya, mereka menjaga keseimbangan. Mereka tahu Caelum memiliki kekuatan kuno… kekuatan yang bahkan ayahnya coba kunci. Tapi kunci itu pecah.”

“Karena aku membukanya,” Seraphine bergumam.

Orin menggenggam tangannya. “Dan sekarang semuanya berubah. Jika kau ingin menghancurkan Ravennor… kita harus melakukannya dari dalam.”

Kembali ke istana, Caelum berdiri di balkon kamarnya. Angin membawa bisikan, dan untuk pertama kalinya, ia merasa takut bukan pada musuh luar… tapi pada dirinya sendiri.

Ia menatap telapak tangannya. Bekas luka sihir itu masih terasa panas, meski tidak tampak.

“Jika aku kehilangan kendali lagi… apa yang akan kulakukan pada dia?”

Sebuah suara menjawab dari belakang.

“Kalau kau jatuh… aku akan menarikmu kembali. Atau jatuh bersamamu.”

Seraphine.

Mereka berdiri dalam diam. Tak ada pengakuan. Tak ada pelukan. Tapi dunia di antara mereka berubah pelan—seperti bara di bawah permadani sutra.

Dan dalam diam itu, mahkota Ravennor mulai goyah.

Karena bukan musuh dari luar yang akan menjatuhkannya.

Tapi rahasia.

Dan cinta.

Dan darah lama yang menolak dibersihkan.

Ravennor tidak pernah benar-benar tidur. Bahkan saat matahari tenggelam dan angin malam menelusup celah dinding, istana tetap hidup—dalam bisikan, langkah-langkah rahasia, dan bayangan yang menari di balik tirai beludru.

Pangeran Caelum berdiri di aula lukisan keluarga kerajaan, dikelilingi potret-potret pendahulunya. Tatapannya jatuh pada satu wajah: Raja Elric Ravennor, ayahnya. Pria dengan sorot mata dingin dan tangan yang membentuk kekuasaan seperti pisau yang tak pernah tumpul.

“Apakah aku akan menjadi sepertimu?” bisik Caelum lirih.

Langkah di belakangnya membuatnya berbalik. Lady Seraphine berdiri di ambang pintu, masih mengenakan jubah malam berwarna hitam kebiruan, rambutnya menjuntai longgar seperti kabut.

“Kau tak harus menjadi siapa pun kecuali dirimu sendiri,” katanya pelan.

“Diriku sendiri adalah teka-teki. Dan aku mulai takut pada jawabannya.”

Seraphine mendekat, pelan, namun mantap.

“Aku tahu rasa takut itu, Caelum. Aku bangun setiap pagi dengan dada yang sesak, bertanya apakah hari ini rahasiaku akan terungkap. Atau… apakah aku akan menjadi seperti orang yang kubenci.”

“Kau menyembunyikan sesuatu,” ujar Caelum. “Lebih dari yang kau akui.”

Seraphine menahan napas. “Dan kau akan terus mencariku dalam bayangan. Tapi bayanganmu sendiri lebih gelap dari punyaku.”

Diam menggantung di antara mereka seperti senar biola yang hampir putus.

Lalu Caelum mengangguk.

“Kalau begitu… aku akan menunjukkan padamu siapa aku.”

Mereka turun ke lorong bawah tanah, melewati jalur rahasia yang bahkan sebagian besar penjaga tak tahu keberadaannya. Di balik pintu batu besar—yang hanya bisa dibuka dengan darah bangsawan Ravennor—terbentang Ruang Penahanan Sihir.

Dindingnya dipenuhi lambang-lambang kuno yang berkedip samar. Di tengah ruangan ada kursi besi tua yang dililit rantai berlapis rune.

“Tempat ini dibangun oleh Raja Arvis, kakekku,” ujar Caelum. “Untuk menahan makhluk berbahaya… atau anggota keluarga yang dianggap terlalu kuat untuk dibiarkan bebas.”

Seraphine bergidik.

“Dan ayahku mengunciku di sini saat aku berusia sebelas tahun.”

Kilasan ingatan menghantam Caelum seperti badai.

Teriakan. Rantai dingin di kulit. Nyeri sihir yang meledak dari dalam dadanya—tak terkendali, liar, membakar. Dan suara ayahnya:

"Kau akan belajar tunduk. Atau terbakar oleh kekuatanmu sendiri."

“Sejak hari itu… aku belajar menyembunyikan siapa aku. Menjadi pewaris yang sempurna. Tapi kadang… api itu kembali.” Ia menatap Seraphine. “Seperti malam itu di koridor barat.”

“Dan kau takut padaku?”

“Tidak. Aku takut pada siapa pun yang cukup dekat untuk melihatku meledak.”

Seraphine meraih tangannya, perlahan.

“Aku tidak datang ke istana ini untuk mencintaimu, Caelum. Aku datang untuk menghancurkanmu.”

Caelum menegang.

“Tapi sekarang aku tidak yakin… siapa yang sedang menghancurkan siapa.”

Keesokan harinya, Dewan mengadakan sesi darurat.

Lord Halric menuduh kelompok rahasia bernama Ordo Umbra telah menyusup ke dalam kota. Lord Tharien membenarkan, dengan bukti: simbol yang ditemukan di balik pintu ruang sihir yang terbakar.

Simbol itu identik dengan cap yang Orin tunjukkan pada Seraphine malam sebelumnya.

Pangeran Caelum mengetukkan tongkat segelnya ke lantai. “Kita akan mengadakan inspeksi rahasia. Termasuk ke bagian terdalam istana. Tidak ada yang dikecualikan.”

Tatapannya melayang ke arah Seraphine. “Termasuk para tamu istimewa.”

Seraphine kembali ke kamarnya dengan langkah ringan tapi hati berat. Di meja kecilnya, ada bunga putih yang bukan dikirim oleh pelayan.

Itu adalah ashflower.

Bunga langka yang hanya tumbuh di tanah bekas pembakaran sihir. Dan di antara kelopaknya yang rapuh, terselip sepotong kertas kecil bertinta hitam:

"Dia tidak akan menyelamatkanmu. Tapi kami bisa. - O"

Malam itu, Caelum tak bisa tidur.

Bukan karena sihirnya membara.

Tapi karena wajah Seraphine terus muncul dalam pikirannya. Dan rasa itu—yang seharusnya tidak ada—terus tumbuh. Bukan sebagai seorang pangeran kepada tamunya. Tapi sebagai pria kepada seorang wanita yang seharusnya menjadi musuh.

Dan ketika ia menatap jendela kamarnya, ia tak sadar bahwa seseorang juga menatapnya dari kejauhan, dari balik tirai malam, dengan mata penuh rencana.

Orin.

Dan malam berlanjut.

Langkah kaki bayangan-bayangan mulai bergerak.

Konspirasi mekar seperti bunga racun dalam taman kerajaan.

Dan dua hati yang tak seharusnya saling mendekat… mulai menyatu di bawah mahkota yang penuh duri.

Udara di Ravennor mulai berubah. Embun pagi tak lagi menyegarkan—ia membawa ketegangan yang menggantung di setiap dinding istana, menyusup ke dalam percakapan pelan dan senyum pura-pura. Dan di balik segala upacara megah dan kemilau permukaan, sesuatu sedang bergerak. Seperti bara yang menyala diam-diam di bawah tanah.

Seraphine tahu waktunya semakin dekat.

Tapi ia belum siap.

Bukan karena rencananya goyah, tapi karena ada bagian dari hatinya yang mulai mengkhianatinya. Dan itu… tak pernah ia rencanakan.

Pagi itu, Seraphine dipanggil ke ruang latihan istana. Ia tidak tahu kenapa. Tapi begitu tiba, ia langsung tahu siapa yang mengaturnya.

“Pakai ini,” kata Caelum sambil melemparkan tongkat latihan kayu padanya. Ia mengenakan baju pelindung ringan, rambutnya terikat sebagian, wajahnya lebih tenang dari biasanya—namun mata itu menyala. “Kalau kau ingin bertahan di istana ini, kau harus bisa melawan bukan hanya dengan lidahmu. Tapi juga dengan tanganmu.”

Seraphine mengangkat alis. “Dan kau ingin melatihku?”

“Tidak. Aku ingin mengenalmu.”

Mereka saling mengitari seperti dua bayangan yang menari di tengah cahaya pagi yang menyelinap dari jendela kaca tinggi. Tongkat mereka saling berbenturan, suara kayu keras memecah keheningan aula.

“Siapa gurumu dulu?” tanya Caelum, bernapas cepat.

“Seorang lelaki tua bernama Talver. Dia mengajariku bertahan hidup.”

“Talver pernah melatih pengawal kerajaan.”

Seraphine tersenyum tipis. “Dia pernah mengabdi… sebelum ia menghilang. Atau dipaksa menghilang.”

“Banyak hal yang ‘menghilang’ di sekitar sejarahmu.”

“Mungkin karena sejarah itu ditulis dengan darahku.”

Sebuah serangan cepat dari Seraphine nyaris membuat Caelum jatuh. Ia terperangah.

“Kau menyembunyikan banyak hal, Lady Seraphine.”

“Dan kau… terlalu ingin mengetahuinya, Pangeran.”

Mereka berhenti.

Napas keduanya berat.

Tapi pandangan mereka… lebih berat dari segalanya.

“Apa kau tahu kenapa aku memilih tempat ini?” tanya Caelum tiba-tiba.

“Untuk menunjukkan kekuatanmu?”

“Untuk mengingatkan diriku… bahwa aku belum bebas.”

Ia mengangkat tangannya. Api biru menyala di telapak tangannya—tenang, indah, dan mematikan.

“Sihir dalam darahku… tidak bisa dikendalikan. Tapi bersamamu, rasanya seperti api itu tidak ingin menyakiti. Ia hanya… ingin hangat.”

Seraphine tak menjawab. Tapi tatapannya melembut.

Dan itulah saat dinding pertahanan yang ia bangun selama tujuh tahun mulai retak.

Malam itu, ia kembali ke kamarnya dan menemukan secarik surat di balik bantalnya. Kali ini bukan abu atau bunga, tapi hanya sebuah lambang:

🔻—lambang Ordo Umbra.

Di balik kertas itu, satu baris kalimat:

“Temui kami di altar kapel, tengah malam.”

Seraphine mengenakan jubah hitam tanpa hiasan. Ia berjalan diam-diam melewati lorong samping yang pernah ia lalui saat kecil—dulu saat ia menyelinap untuk bermain, sekarang untuk bertemu mereka yang menamainya sebagai “Putri yang Terhapus.”

Kapel tua tampak kosong, tapi patung di ujung altar menyembunyikan lorong menurun yang hanya terbuka jika disentuh dengan mantra keluarga Verndale.

Ia melafalkannya pelan.

Pintu batu bergeser.

Tangga spiral menuju ruang bawah tanah menyambutnya dengan hawa dingin dan aroma lilin tua.

Dan di sanalah mereka.

Tiga sosok berjubah gelap, salah satunya menurunkan tudungnya.

Orin.

Matanya masih muda, tapi pandangannya telah berubah. Ia bukan bocah kecil yang dulu digendong Seraphine. Ia telah tumbuh menjadi pria muda yang hidup dalam bayang-bayang pengkhianatan.

“Kakak,” bisiknya.

Air mata menyembur di mata Seraphine saat ia memeluk adiknya untuk pertama kalinya setelah tujuh tahun.

Tapi kehangatan itu hanya bertahan sesaat.

“Kami tidak punya banyak waktu,” kata Orin. “Kita sedang diawasi. Caelum… dia bukan musuh utama kita. Ayahnya meninggalkan sesuatu—sebuah perjanjian dengan makhluk dari dunia bawah. Itu yang membakar keluarga kita.”

Seraphine menegang. “Apa maksudmu?”

“Raja Elric membuat kontrak darah. Ia menyerahkan hidup satu keluarga bangsawan… demi memperoleh kekuatan melindungi Ravennor dari keruntuhan.”

Dan keluarga itu… adalah mereka.

“Balas dendammu bukan hanya soal tahta atau darah, Kak,” lanjut Orin. “Ini tentang menghentikan perjanjian yang belum selesai.”

Di atas sana, Pangeran Caelum berdiri di ruang rahasia milik ayahnya.

Ia membaca ulang catatan tua dengan tangan gemetar.

Kalimat terakhir di halaman itu berbunyi:

"Jika kau membaca ini, berarti waktumu hampir habis. Karena api yang kau warisi… bukan milik manusia."

Dan saat langit malam di atas Ravennor mulai berubah warna—dari biru ke ungu kelam—sebuah suara terdengar dari menara timur:

Teriakan.

Dan dinding istana bergetar.

Sesuatu… telah terbangun.

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!