Lie seorang pria dari keluarga kelas menengah harus di usir dari sekte karena bakatnya yang buruk, tidak hanya itu, bahkan keluarganya pun dibantai oleh sebuah sekte besar, dia akhirnya hidup sebatang kara di sebuah desa terpencil. Tanpa sengaja Lie menemukan sebuah warisan dari leluhur keluarga, membuatnya tumbuh menjadi kuat dan mulai mencari siapa yang sudah membantai keluarganya,
akankah Lie berhasil membalaskan dendam keluarganya dan melindungi para orang-orang terdekatnya...
Cerita ini adalah fiksi semata, penuh dengan aksi dan peperangan, disertai tingkah konyol Mc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5
Pasar pusat Kota
Lie dan Mayang tiba di gerbang pasar saat matahari berada tepat diatas kepala.
Ketika mereka berdua memasuki pasar, betapa terkejutnya ketika melihat banyak sketsa wajah mereka di tempel di setiap sudut pasar.
Setelah dilihat lebih cermat, ternyata kedua murid berpakaian merah yang di lukai oleh Lie tempo hari, adalah murid dari tetua agung Sekte Bulan Sabit. Manor Sanjaya. Jadi bisa dibilang sekarang Lie dan Mayang merupakan buronan Sekte Bulan Sabit.
Lie segera menarik tangan sahabatnya itu ke tempat sepi. Kemudian Lie mengeluarkan sebuah topeng dengan ukiran Naga dari cincin penyimpanan. Tapi hanya ada satu topeng saja dalam cincin pemberian leluhurnya itu.
"Kamu tunggu disini. Jangan kemana-mana, aku mau beli topeng buat kamu." pesan Lie pada sahabatnya.
Mayang mengangguk, dia juga tidak bodoh. Jika ia berkeliaran di pasar tanpa topeng, itu sama saja menantang maut!
Lie menuju ke sebuah toko yang menjual topeng dan membeli satu topeng dengan ukiran foniks. Kemudian kembali dengan cepat ke tempat Mayang berada.
"Pakailah." seru Lie seraya menyerahkan sebuah topeng pada Mayang.
Mayang menggenakan topeng tanpa banyak bertanya. Mereka berdua mulai berbelanja dengan tenang.
Banyak bahan makanan yang mereka beli, Lie memasukan ke dalam cincin, lalu kembali menarik lengan Mayang menuju sebuah toko yang terlihat sepi dan terkesan kuno.
"Toko serba komplit." gumam Mayang sembari membaca plakat diatas toko.
Mayang langsung paham mengapa sahabatnya ini mengajaknya ke toko ini. Sahabatnya ingin membeli jimat dan alat sihir untuk berjaga-jaga jika bertemu musuh!
"Selamat datang di toko serba komplit! Disini tersedia berbagai macam alat ajaib dan segala kebutuhan anda." sambut pemilik toko seorang wanita tua berbadan gemuk.
Lie mengangguk ringan dan mulai memilih serta memilah barang. Dalam ingatan warisannya, terdapat informasi dan ciri barang ajaib yang asli. Jadi dia dapat memilih barang tanpa takut tertipu.
Lie membeli lima buah jimat seharga lima puluh koin perak. Pemilik toko tentu senang sekali, ketika Lie membeli lima jimatnya. Lima puluh koin perak termasuk banyak bagi keluarga kelas bawah.
100 koin perunggu \= 1 koin perak
100 koin perak \= 1 koin emas
Setelah membayar jimat, tiba-tiba Mutiara Naga Kegelapan di dalam tubuh Lie bergetar. Lalu mengeluarkan energi Naga berwarna hitam dan memasuki saraf lengan kanan Lie.
Lie sedikit terkejut. Saat ini tangan kanannya tiba-tiba bergerak sendiri menuju sudut toko, Lie mengikuti kemana tangan kanannya bergerak, tanpa ada perlawanan sedikitpun.
Tangan Lie berhenti disebuah bola kecil yang memancarkan cahaya biru gelap. Sekilas hanya terlihat seperti bola biasa, Lie sedikit mengerti dan mulai merenung.
"Mutiara Naga Kegelapan tidak pernah bergetar. Baru kali ini mutiara ini bergetar dan menunjukan sebuah benda. Sepertinya bola biru ini bukan bola biasa." gumam Lie dalam hati.
"Berapa harga bola biru ini?" tanya Lie sambil menunjuk bola biru kepada pemilik toko.
"Eh!" pemilik toko tertegun sejenak. Sejujurnya bola biru ini hanya ia pungut di sebuah tambang. Sudah lama tak ada orang yang tertarik pada bola ini. Ia sendiri juga tidak tahu bola apa itu.
Melihat Lie sepertinya menyukai bola birunya, pemilik toko menunjukan senyum licik. Berkata dengan suara penuh kemenangan. " Dia ratus koin perak saja Anak muda."
Lie sedikit mengangkat alisnya. Meskipun Lie sangat memiliki banyak koin emas di cincinnya, harga ini terlalu mahal bagi sebuah bola kecil. Ia tidak boleh menghamburkan kekayaannya.
"Mahal sekali, bola jelek seperti! Dua puluh koin perak?" tawar Lie seraya berlaga acuh dan meletakkan kembali bola itu.
Sudut milik pemilik toko berkedut. Menurutnya, penawaran orang bertopeng ini sedikit agak berlebihan.
Sedangkan Mayang sedari tadi hanya diam, ia terkekeh mendengar tawaran dari Lie. Sahabatnya ini sudah seperti perempuan! Menawar diluar Nurul.
"Dengar nak. Bola ini adalah barang langka dan kuno, jauh lebih kuno dari yang paling kuno, jadi bola ini sangat berharga dan mahal." ucap pemilik toko membujuk.
"Oooo... Baiklah, Ayo Mayang kita pergi." Lie kembali menarik lengan Mayang dan hendak berjalan keluar dari toko.
Pemilik toko tertegun sejenak. Ia tidak menyangkan jika lelaki bertopeng ini tidak mudah ditipu.
"Tunggu! Tunggu dulu!" teriak pemilik toko dengan cepat.
Bagaimanapun selain orang bertopeng ini, belum ada orang yang menawar baru biru itu. Dari pada tidak terjual, ia memutuskan untuk menjualnya pada pria bertopeng ini.
"Ada apa?" Lie berhenti berjalan, lalu berbalik dan bertanya pada pemilik toko.
Lie memang tidak berniat untuk melepaskan Batu kecil itu. Ia hanya mengikuti salah satu keahlian mendiang ibunya. Berpura-pura pergi untuk mendapatkan harga yang di inginkan.
"Ambillah batu biru itu anak muda, walaupun dua puluh koin perak, tetap saja itu daging." pemilik toko berkata sambil tersenyum.
"Aku berubah pikiran, sekarang mungkin harganya jadi sepuluh koin perak, jika nanti aku pergi kamu memanggil kembali, mungkin harganya akan jadi lima koin perak." ucap Lie santai.
Sudut mulut pemilik toko kembali berkedut. Tapi ia tetap tersenyum dan berkata. "Barang ini..."
"Tidak mau aku pergi, ingat jika kamu memanggilku maka akan menjadi lima koin perak." sela Lie datar, nyaris tanpa ekspresi.
Di sebelah Lie, Mayang hampir tertawa terbahak mendengar perkataan Lie. Ternyata benar! Sahabatnya ini memang ahli dalam hal tawar menawar.
Di sisi lain, sang pemilik toko mulai emosi. Namun ia menekan amarahnya.
"Hmmmm.... Baiklah. Anggap saja ini sebagai hadiah perkenalan kita. Di masa depan jika butuh barang-barang antik dan kuno, jangan lupa datang kemari." ujar pemilik toko dengan gigi yang gemeretak.
Selesai segela urusan dan mendapatkan batu biru kecil, Lie dan Mayang meninggalkan pasar masih dengan menggunakan topeng di wajah.
Ketika berada di luar gerbang pasar, mereka berdua menghela napas lega karena tidak ada yang mengenali mereka.
"Kalian kira bisa bersembunyi dariku?" sebuah cibiran terdengar dari belakang mereka.
Lie seketika menegang dan menelan ludah tanpa sadar. Tentu saja ia sangat mengenal suara itu, suara seseorang yang sudah mengusirnya dari sekte, suara yang menghinanya dengan sebutan sampah.
Mereka berbalik ke belakang, terlihat seorang pria paruh baya berjubah merah dengan rambut terikat dan sedikit berubah, sedang menatapnya dengan sorot menghina dan jijik.
"Tetua Agung." ucap Lie dengan wajah yang berubah serius.
Pria paruh baya di depan mereka ini adalah tetua agung Sekte Bulan Sabit! Guru dari kedua murid yang dikalahkan Lie! Orang yang mengusirnya dari sekte! Kultivator Alam Master Qi tahap awal.
"Hahaha.... Kau masih mengingatku Lie. CK tak kusangka hanya setengah bulan kamu ku tendang dari sekte, kamu sudah berkembang pesat hingga mampu melukai muridku." ucap tetua agung sedikit memuji.
"Tapi kamu harus menanggung akibat karena telah berani melukai Sonson dan Mba Yul." lanjut Tetua agung sambil menyeringai kejam.
Kemudian ia meluncurkan serangan Qi murni berwarna merah. dengan aura dan tekanan yang sangat kuat dari Alam Master Qi, membuat udara menderu keras.
"Perisai kegelapan." teriak Lie lantang. Ini adalah salah satu teknik pertahanan dari ingatan warisan.
Tidak ingin diam saja, Mayang pun mengeluarkan jurusnya. "Perisai Petir."
Seketika perisai Kegelapan dan perisai Petir muncul di depan Lie dan Mayang. Menjadi tameng untuk menahan serangan dari Tetua Agung.
Duaaar
Dia perisai yang dibuat Lie dan Mayang hancur. Kemudian Qi merah meluncur deras menghantam Lie dan Mayang. Tekanan Qi murni dari kultivator Alam Master membuat mereka sulit bergerak sama sekali.
"Aaach....!"
Kedua sahabat itu terlempar jauh kebelakang, Mayang menyemburkan darah dan langsung terluka parah. Bagaimana pun ia hanya berada di alam pembentukan Qi tahap Keenam.
Sedangkan Lie memegangi dadanya yang terasa sesak dan nyeri, jika saja tubuhnya tidak di tempat oleh Mutiara Naga Kegelapan, sudah dipastikan dia juga akan terluka cukup parah.
Tetua Agung berjalan perlahan menghampiri Lie dan Mayang. Ia sangat menikmati wajah kesakitan dan ketakutan dari kedua bocah itu, membuatnya begitu bangga dengan dirinya sendiri.
"Aku ingin melihat, sampai kapan kalian bisa bertahan." cibir Tetua Agung. Ia merasa sangat mudah jika langsung membunuh keduanya.
Mayang berdiri dengan susah payah. Lalu dia mengeluarkan pedang seraya melakukan tebasan dengan seluruh Energi murninya.
"Tebasan Petir Penghancur." teriak Mayang lalu terjatuh terbaring di tanah dengan wajah pucat pasi.
"Tombak kegelapan!" teriak Lie. Lalu dia menyimpan tombak dan pedang Mayang, lari menggendong Mayang menggunakan jimat pertama, jimat pelarian.
Swuuush.
Seketika Lie dan Mayang menghilang dari tempat kejadian muncul dua ratus meter jauhnya dari gerbang pasar.
Tanpa ragu sedikitpun, Lie kembali menggunakan jurusnya dengan kecepatan ekstrem. "Langkah Naga."