Gisella Arumi tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Leonard Alfaro kakak iparnya sendiri setelah ia menyebabkan Maya saudaranya koma karena kecelakaan mobil. Gisella yang mengendarai mobil di hari naas itu terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol.
"Kau harus bertanggung jawab atas kelalaian mu, Ella. Kamu menyebabkan kakak mu koma seperti sekarang. Kau harus menikah dengan Leonard. Mama tidak mau Leo sampai menikahi perempuan lain untuk merawat Noah", tegas Meyda mamanya berapi-api sambil menunjuk wajah Gisella.
Bak tersambar petir di siang bolong, Gisella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau. Aku akan bertanggung jawab mengurus keponakan ku tanpa harus menikah dengan Leonard. Bahkan aku tidak mengenalnya–"
Plakk!
Tamparan keras Rudi sang ayah mbuat Ella terkejut. Gadis itu mengusap wajahnya yang terasa perih. Matanya pun memerah.
"Kenapa papa menampar ku?"
"Karena kau anak tidak tahu di untung. Kau pembangkang tidak seperti Maya. Kau sudah menyebabkan kakak mu koma!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU CATHERINE
Ella menatap wajahnya di depan meja hias kamarnya, wajah itu terlihat sendu dan lebih tirus. Tidak ada binar bahagia di sana, hanya ada gurat kesedihan.
Sudah tiga hari berlalu, sejak Ella memutuskan mengikuti kehendak orang tuanya untuk menikah dengan Leonard kakak iparnya. Ella pun hanya bisa pasrah dengan pendidikannya yang sudah ia tekuni selama ini. Padahal sudah di pastikan ia akan menyandang wisudawan terbaik jika menyelesaikan pendidikan tahun ini. Kini hanya tinggal kenangan.
Impian Ella harus pupus menjelang akhir. Sangat di sayangkan. Namun itulah yang terjadi.
Ella harus menentukan pilihan antara Noah keponakannya yang baru berusia lima bulan atau melanjutkan kuliah di Amerika. Dan pada akhirnya Ella memilih keluarganya walau dalam kondisi terpaksa. Terlebih saat bertemu Ella Leonard selalu menyindir Ella bahwa semua terjadi pada Maya karena kesalahan Ella.
Ella ingin membuktikan ia akan bertanggung jawab merawat Noah, tidak lepas tangan seperti yang Meyda sering katakan saat berdebat dengan Ella.
Tok
Tok
Ella menghela nafas. Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.
"Masuk...
Terlihat Meri pelayan di rumah itu masuk membuka pintu kamar Ella.
"Selamat siang non. Di luar ada sopir nyonya Catherine menjemput non", ujar Meri.
"Sopir?"
"Iya non".
Ella berdiri dan menuju balkon kamarnya, memang benar ada mobil orang tua Leonard.
Tanpa mengganti pakaian casual nya Ella turun.
Meyda yang sedang berbicara pada sopir itu tersenyum ketika melihat Ella datang. "Sayang nyonya Catherine ingin bertemu dengan mu", ujar Meyda mengusap lembut bahu Ella.
"Untuk apa? Tidak ada lagi yang perlu di bicarakan. Aku sudah bersedia menikah dengan Leonard. Sekarang apalagi yang kalian inginkan dari ku?".
Meyda menghela nafas, tidak mau berdebat dengan putrinya itu. "Pergilah ke rumah mereka Ella, kau akan tahu apa yang mereka mau", jawab Meyda berusaha menahan diri agar tidak terpancing emosi nya.
"Ya, beginilah hidupku sekarang. Harus menuruti semua keinginan kalian tanpa perduli apa yang aku inginkan", balas Gisella sambil melangkah masuk ke dalam mobil.
Tanpa mengganti pakaian yang lebih sopan dan feminim, gadis itu hanya memakai pakaian santai celana jeans panjang, kaos oblong berwarna putih dan sandal rumah tipis. Sementara rambutnya di gelung tinggi dengan acak saja.
Meyda kembali menghela nafasnya, menatap punggung Gisella sebelum pintu mobil di tutup. Wanita itu melihat mobil sedan berwarna hitam tersebut melaju meninggalkan rumah nya.
"Maafkan mama Ella, mama lakukan semua ini demi keluarga kita. Leonard laki-laki yang baik dan bertanggung jawab–"
"Mah...kenapa belum siap juga? Kita harus ke rumah sakit sekarang".
Meyda menolehkan wajahnya. "Oh iya mas, aku baru menghantar Ella di jemput sopir keluarga Hartono ke rumah mereka", jawab Meyda memberitahu suaminya.
"Iya. Biar Ella lebih akrab dengan mereka. Sebenarnya aku merasa bersalah pada putri bungsu kita Mey, semoga yang kita lakukan ini nantinya tidak akan membuat kita menyesali nya", ujar Rudi memijat keningnya yang berdenyut.
"Iya mas. Semoga menikahkan Ella dengan Leonard adalah keputusan terbaik. Semoga putri ku Maya bisa menerima kondisinya ketika matanya terbuka nanti. Aku menyayangi kedua anak ku mas, tapi Ella memang sangat keras kemauannya itu yang membuat ku sering berselisih pendapat dengannya. Tapi bukan berarti aku tidak menyayangi Ella. Aku ingat betul bagaimana sulit nya mengandung Ella".
"Ternyata bayi mungil yang sejak dari kandungan sering sakit-sakitan itu kini tumbuh menjadi gadis luar biasa. Memiliki otak yang cerdas dan percaya diri", ujar Meyda mengusap air matanya yang turun dengan sendirinya jika ingat dulu ketika hamil Gisella sering keluar masuk rumah sakit. Ketika lahir pun kerapkali Ella di rawat karena sering mengalami step.
*
Mobil yang di kendarai sopir pribadi keluarga Hartono berhenti di sebuah mansion mewah ber cat off white klasik. Mansion itu pun bernuansa Amerika klasik. Ella tahu karena ia berkecimpung di bidang perumahan dan ia seorang arsitek.
Ella tersenyum miris. Lebih tepatnya arsitek gagal. Arsitek tanpa gelar sarjana mungkin lebih tepat menyebut nya kini. Entah kapan ia bisa di wisuda. Gisella sudah mengubur dalam cita-citanya sejak beberapa hari yang lalu memutuskan akan menikah dengan Leonard.
"Silakan masuk nona", sapa seorang pelayan yang menyambut kedatangan Ella di depan pintu. "Nyonya Catherine sudah menunggu anda di dalam".
Ella mengangguk kan kepalanya dan tersenyum. Gadis itu mengikuti langkah pelayan muda tersebut menuju ruang keluarga.
Nampak Catherine sedang membaca buku.
"Nyonya Catherine, nona Gisella sudah datang".
Catherine langsung menutup buku bacaannya dan melepas kacamatanya yang tersemat di dadanya.
Wanita cantik itu tersenyum hangat menyambut kedatangan Ella. "Sayang kamu sudah tiba?"
Tanpa sungkan Ella mencium tangan Catherine yang menyambutnya dengan ramah.
Catherine berdiri dari tempat duduknya. Memeluk lengan Ella dengan akrab. "Ada sesuatu yang akan aku berikan pada mu sayang. Ikut aku", ucapnya membuat Ella menyipitkan matanya.
Catherine mengajak Ella masuk ke sebuah ruangan. Ternyata ruang wardrobe. Ella bisa melihat semua barang pribadi tertata rapi di lemari maupun di gantung pada tempatnya.
Catherine mengambil sebuah kotak dan memberikan pada Ella.
"Bukalah", ujar Catherine.
Ella terlihat ragu-ragu untuk membukanya. Ella menaruh kotak itu di sebuah meja dan membukanya. Kebaya putih? Ella tidak mengerti.
"Itu adalah kebaya mami saat menikah dengan papi. Mami ingin kamu memakainya di hari pernikahan mu dengan Leonard lusa nanti. Mami yakin kebaya nya pas di tubuh mu Ella. Dulu tubuh mami seperti mu" ujar Catherine tersenyum.
Jemari lentik Gisella mengusap kebaya itu. Berbahan sutra halus dan sangat lembut.
"Sekarang cobalah. Masih ada waktu jika ada beberapa bagian yang tidak pas ditubuh mu", ucap Catherine sambil menunjuk sebuah ruangan yang bisa Ella gunakan untuk berganti pakaian.
Ella menurutinya. Mencoba kebaya milik Catherine.
Beberapa menit kemudian, Ella menatap dirinya di depan cermin. Entah karena apa kedua matanya kini berembun.
"Bagaimana sayang apa pas?", tiba-tiba Catherine masuk dan menatap takjub Gisella.
"Oh my god ternyata sangat pas di tubuh mu sayang. Kau sangat cantik mengenakan nya sayang. Tidak perlu di permak lagi semuanya sudah pas", ucap Catherine tersenyum.
"Waktu yang singkat tidak memungkinkan untuk menjahit kebaya baru. Sebenarnya saat pernikahan Leonard dan kakak mu, mami ingin melihat Maya memakai kebaya ini namun ia menolaknya karena sudah memesan kebaya dengan desainer ternama".
"Sekarang kamu akan menikah dengan Leonard. Tidak apa-apa kan Ella kamu memakai kebaya ini? Jika kamu keberatan mami tidak akan marah pada mu kok. Karena walau bagaimanapun kondisinya, sebuah pernikahan tetaplah pernikahan. Acara sakral. Tentu saja mami menghargai pilihan mu", ucap Catherine lembut. Sosok seorang ibu sangat ketara pada wanita itu.
Tiba-tiba Ella memeluknya erat. Seakan ingin menumpahkan perasaan kini, gadis itu menangis di pelukan wanita yang akan menjadi mertuanya beberapa hari lagi.
Ella menganggukkan kepalanya. "Tentu saja aku bersedia memakai kebaya mami", jawabnya dengan pasti.
Tanpa keduanya sadari, sepasang mata sedang menatap kedua wanita yang sedang berpelukan hangat itu.
...***...
To be continue