NovelToon NovelToon
CEO'S Legal Wife

CEO'S Legal Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: salza

Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Leora mencondongkan tubuh ke arah jendela pesawat. Pemandangan awan putih dan langit biru terbentang luas.

Ia mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya, lalu melirik Leonard yang masih duduk santai di sisi jendela.

“Minggir dulu,” ucap Leora santai sambil menyenggol lengannya pelan.

“Sedikit aja… kamu nutup cahaya.”

Leonard mendengus pelan tapi tetap menuruti. Ia menjorongkan tubuhnya sedikit ke belakang, satu bahu bergeser.

Leora mengangkat ponsel, fokus ke luar jendela.

Klik.

Tanpa disadari Leora, Leonard tidak melihat ke luar.

Tatapan pria itu justru jatuh ke wajah Leora—ke ekspresi seriusnya saat memotret… dan bibirnya yang terasa terlalu dekat dari bibir Leonard sekarang.

Leonard menahan napas sejenak.

Terlalu dekat.

Leora sama sekali tidak sadar.

“Udah,” ucap Leora sambil menurunkan ponsel. Ia langsung mengetik cepat, mengunggah foto ke story Twitter.

Leonard kembali bersandar, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Ngapain?” tanyanya singkat.

“Story,” jawab Leora santai.

Ia menoleh. “Eh… captionnya enaknya apa ya?”

“Terserah,” jawab Leonard refleks, nada khasnya.

Leora mengernyit kecil. “Ih, nggak membantu.”

Ia berpikir sebentar, lalu tersenyum.

“Eummm… gimana kalau ‘France and you’?”

Leonard menoleh cepat.

Lalu untuk pertama kalinya sejak naik pesawat ia tertawa kecil.

“Norak,” katanya.

“Tapi kamu ketawa,” balas Leora cepat.

Leonard tidak membantah.

Beberapa menit kemudian, Leonard justru mengambil ponselnya sendiri. Ia memotret ke arah jendela sudut yang hampir sama, hanya lebih rapi, lebih dingin. Tak lama, ia juga mengunggah story.

Leora melirik layar ponsel Leonard.

“Wah,” katanya meledek, “CEO ikut-ikutan.”

Leonard mengangkat alis. “Kenapa?”

“Nanti gimana kalau jadi gibahan,” lanjut Leora sambil tertawa kecil.

“Bos CEO Leonard lagi di Prancis, ninggalin kerjaan ke asisten sekretarisnya.”

Leonard mendengus. “Adriel bisa handle.”

“Tetap aja,” Leora terkekeh. “Judulnya udah kebayang.”

Leonard lalu menoleh, tatapannya tenang tapi penuh maksud.

“Kalau story-mu yang dikomen orang gimana?”

Leora langsung tertawa.

“Aman.”

“Aman?” ulang Leonard.

“Iya,” jawab Leora santai. “Orang kantor nggak ada yang follow aku. Aku juga nggak follow mereka.”

Ia melirik Leonard sambil menyeringai kecil.

“Beda sama kamu. Followers-mu kayak seleb.”

Leonard menghela napas pendek. “Merepotkan.”

Leora tersenyum, kembali menatap layar ponselnya.

“Kadang anonim itu enak"

 

Sudah hampir tiga jam perjalanan.

Makan siang disajikan di meja kecil kelas first class. Steak dengan saus anggur merah, kentang panggang, salad, dan dessert kecil tertata rapi. Mewah, tenang kontras dengan cara Leora makan.

Leonard memperhatikannya sekilas. Lalu lebih lama. Leora makan terlalu cepat, potongan steak langsung masuk tanpa jeda. Seolah takut kehabisan.

“Pelan—” Leonard belum selesai bicara.

Leora tiba-tiba terbatuk.

Sekali.

Dua kali.

“Tsk—” Leora menepuk dadanya pelan, wajahnya sedikit memerah.

Leonard langsung meraih gelas air mineral di depannya. Gerakannya cepat, refleks tapi ekspresinya tetap datar.

“Minum,” ucapnya singkat sambil menyodorkan gelas.

Leora menerima dengan cepat, meneguk beberapa kali sampai batuknya reda.

“Huff…”

Ia menghela napas. “Makasih.”

Leonard bersandar lagi, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Makan itu bukan dikejar deadline.”

Leora manyun. “Aku laper.”

“Kamu kayak belum makan seminggu.”

Leora mendengus kecil, lalu melanjutkan makannya kali ini lebih pelan.

Beberapa menit berlalu dalam sunyi nyaman.

Leonard akhirnya buka suara, nadanya rendah.

“Di Prancis nanti… kamu tetap pakai identitas yang sama.”

Leora berhenti makan. “Aku tahu.”

“Semua dokumenmu bersih,” lanjut Leonard. “Nama, riwayat pendidikan, pekerjaan. Tidak ada yang mengarah ke Damian Group.”

Leora tersenyum kecil. “Kamu terlalu rapi.”

“Itu tujuannya,” jawab Leonard singkat.

Ia menatap Leora. “Tidak ada yang perlu tahu kamu putri Presdir Damian.”

Leora menunduk. “Termasuk orang-orang di kantormu.”

“Terutama mereka.”

Leora mengangguk pelan. “Aku nggak keberatan jadi… anonim.”

Leonard menatap piring Leora lalu pandangannya naik.

Ia berhenti.

Di sudut bibir Leora, ada sisa saus steak.

Leonard terdiam sepersekian detik.

Lalu, tanpa berkata apa-apa, ia mengulurkan tangannya.

Jarinya menyentuh sudut bibir Leora, mengelap sisa makanan itu dengan gerakan pelan.

Leora membeku. Dadanya langsung terasa berdegup tak karuan. Terlalu dekat. Terlalu… tiba-tiba. Leonard belum menarik tangannya. Wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.

Leonard sedikit mencondongkan tubuh. Bibirnya makin dekat.

Leora spontan menutup mata…

Bibirnya sedikit manyun, menunggu.

Detik berlalu.

Tidak ada sentuhan. Leonard justru berhenti tepat di depan wajahnya, lalu berkata santai,

“Jauh amat mikirnya.”

Dan—tok!

Ia menyentil hidung Leora pelan.

Leora refleks membuka mata.

“Aduh! Ah—sakit tauu!”

Leonard menarik tangannya, kembali duduk tegak.

Sudut bibirnya terangkat tipis.

“Hidup kamu kebanyakan drama,” katanya.

Leora melotot, pipinya panas. Leora masih mengusap ujung hidungnya sendiri sambil manyun.

“Kamu tuh ya,” gumamnya, “suka bikin orang salah paham.”

Leonard melirik sekilas. “Kamu sendiri yang mikir ke mana-mana.”

Leora mendengus. “Siapa juga yang tiba-tiba deketin muka orang begitu.”

“Itu refleks,” jawab Leonard datar.

“Refleks genit?”

Leonard mendengus kecil. “Jangan dilebihin.”

Leora terkekeh, lalu kembali memotong steaknya. Kali ini benar-benar pelan.

“Kamu tau nggak,” katanya sambil mengunyah, “hidup pakai identitas palsu tuh capek.”

Leonard menatapnya. “Itu bukan palsu. Itu perlindungan.”

“Buat aku, atau buat kamu?” tanya Leora ringan, tapi matanya serius.

Leonard tidak langsung menjawab.

“Buat semua orang,” katanya akhirnya. “Kalau orang tahu kamu siapa, hidupmu nggak akan sesederhana ini.”

Leora tersenyum tipis. “Sesederhana jadi istri rahasia CEO?”

Leonard terdiam sepersekian detik.

“Kamu aman.”

“Itu jawaban kamu?” Leora menoleh.

“Iya.”

Leora mengangguk pelan. “Cukup.”

Mereka kembali berbincang hal-hal kecil tentang Prancis, jadwal rapat, makanan yang terlalu mahal tapi porsinya sedikit. Suasana ringan, hampir… normal.

Tiba-tiba. Getar ponsel Leonard di meja.

Leonard melirik layar.

Nama Adriel muncul.

Ia mengangkat ponsel, membaca cepat.

Rahangnya mengeras perlahan.

Leora menangkap perubahan itu.

“Kenapa?”

Leonard tidak langsung menjawab. Ia membaca pesan kedua.

> Adriel:

Tuan, Jaesica Qie datang ke kantor.

Nada bicaranya tinggi.

Mencari Anda.

Dan… kelihatannya sangat marah.

Leonard menghela napas pelan.

Masalah yang tidak ikut terbang ke Prancis ternyata menyusul juga.

Leora menatapnya tanpa ekspresi berlebihan.

“Oh,” katanya singkat.

Leonard meletakkan ponselnya terbalik di meja.

“Gangguan kecil.”

Leora tersenyum tipis. “Mantan memang jarang datang dengan tenang.”

Leonard menatap Leora. Lama.

“Dia bukan urusanmu.”

Leora mengangkat bahu. “Aku tahu.”

“Tapi?” Leonard menangkap nada itu.

“Tapi dia jelas masih nganggep kamu urusannya,” jawab Leora jujur, tanpa nada cemburu berlebihan.

Leonard bersandar ke kursi.

“Aku yang akan beresin.”

Leora mengangguk. “Aku percaya.”

Leonard menatapnya lebih lama dari yang ia sadari.

“Kenapa kamu bisa setenang itu?”

Leora tersenyum kecil.

“Karena aku duduk di sebelah kamu sekarang. Bukan dia.”

Leonard tidak menjawab.

Tapi untuk pertama kalinya sejak pesan itu masuk… ketegangan di bahunya sedikit mengendur.

....................

Ponsel Leonard kembali bergetar di atas meja kecil pesawat.

Sekali.

Lalu sekali lagi.

Leonard menghela napas pelan sebelum mengambilnya.

Nama Adriel muncul lagi.

Ia membaca.

Alisnya langsung berkerut.

Leora memperhatikan dari balik tatapannya yang tenang.

“Masih soal dia?”

Leonard tidak langsung menjawab. Ia menunjukkan layar ponselnya sebentar.

Adriel:

Tuan, mohon lihat story Twitter Jaesica.

Ia memposting beberapa foto lama saat bersama Anda.

Sudah mulai ramai.

Leora menatap layar itu hanya sekilas.

Foto-foto yang terlalu akrab. Terlalu dekat.

Leonard dan Jaesica masa lalu yang nyata.

Dadanya terasa… aneh.

Bukan cemburu.

Lebih seperti ada sesuatu yang mengganjal, pelan tapi nyata.

Leonard langsung mengetik balasan.

Leonard:

Urusan bodoh.

Tolong urus anak anjing itu.

Dia sama sekali belum jinak.

Ia menekan kirim tanpa ragu.

Leora mengangkat alis.

“Kasar.”

“Dia perlu diingatkan batas,” jawab Leonard datar.

Leora tersenyum kecil, tapi matanya tidak sepenuhnya ringan.

“Kamu nggak takut?”

“Takut?”

“Orang salah paham,” jawab Leora jujur. “Story itu… kelihatan meyakinkan.”

Leonard menoleh.

“Termasuk kamu?”

Leora terdiam sebentar.

“Enggak,” katanya akhirnya. “Aku cuma… ngerasa aneh.”

“Aneh?”

Leora memainkan ujung serbet di jarinya.

“Kayak lihat halaman buku yang sudah ditutup… tapi masih kebaca judulnya.”

Leonard menatapnya lama.

“Aku sudah selesai dengan cerita itu.”

Leora mengangguk. “Aku tahu.”

Leonard terdiam.

Beberapa detik yang terasa lebih lama dari seharusnya. Leora tersenyum, kembali ke piringnya. Tapi detak jantungnya masih belum sepenuhnya tenang.

1
pamelaaa
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!