NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melindungi diri

"Yaa, nggak apa-apa kalau cium tangan—" Mas Nadi masih berfikiran positif, tidak mungkin kan kalau ...

"Cium bibir."

Ada banyak ekspresi ketika Linggar melarat ucapannya. Lelaki tiga puluh lima tahun itu menoleh dengan gerakan slowmo ke arah adik iparnya.

"Beneran, Mas." Ujar Linggar, seolah menegaskan.

Mas Nadi diam, tenggorokannya serasa di ganjal batu besar yang membuatnya kesulitan berucap. Bagi orang desa seperti mereka, cium4n di bibir rasanya terlalu intim. Toh, jangankan bibir, cium pipi pun rasanya sudah sangat kelewataan sekali.

Maklum lah, orang desa memang masih sekolot itu meski jaman terus berkembang.

"Mas nggak tau harus merespon kaya gimana, jujur Mas agak ..." Mas Nadi tak melanjutkan ucapannya, Linggar pun tentunya tau apa maksud kakak iparnya.

"Makanya itu aku bisa se-pede ini bilang dia juga mau sama aku, Mas. Menurut ku cium4n bibir itu cukup intens dan nggak semua orang dapat, kalau dia terima itu artinya dia juga mau aku, kan?"

"Tapi, bagaimana kalau nyatanya dia cuma kebawa suasana aja? Dia pernah menikah, Ling." Mas Nadi melirik Ayudia yang masih asik mengobrol.

Linggar mengikuti arah tatapan kakak iparnya, kemudian menghela nafas berat. "Aku nggak permasalahkan apapun, kalaupun dia cuma butuh pelampiasan aku nggak apa-apa." Balas Linggar.

Mas Nadi menepuk pundaknya pelan. "Seenggaknya jangan pernah ngelakuin yang lebih dari itu, Ling. Mas tau, anak-anak kota pergaulannya memang cukup bebas. Tapi, jangan sampai kamu ikut-ikutan kaya mereka. Bukan maksud Mas nuduh Ayudia, bukan."

"Iya, aku tau."

"Kalau kamu bener-bener mau sama dia, perjuangkan. Kita kenal keluarganya, bahkan Ibu sama bapak berteman baik sama orangtuanya, kan?"

Linggar mengangguk. Selain orangtuanya yang berteman baik, Linggar pun berteman baik dengan Jenggala, adiknya Ayudia. Bahkan Linggar juga memegang kepercayaan Jenggala untuk menjaga Ayudia selama dia tidak ada.

Dan, untuk kejadian waktu itu. Linggar benar-benar merasa bersalah, dia hanya lelaki biasa yang bisa terserang hasr4t ketika hanya berduaan dengan wanita. Terlebih, wanita itu adalah orang yang Linggar sukai.

"Gimana ya, Mas. Masalahnya dia anti banget sama aku, waktu pertemuan pertama kami aja dia udah sejutek itu." Keluhnya.

"Ya itu, justru kalau ramah aneh, Ling. Kabar kedatangannya di iringi dengan gosip, terlebih dia janda yang baru beberapa bulan cerai dari suaminya. Besar kemungkinan dia hanya mau melindungi diri, entah itu melindungi diri dari lelaki lain, atau karena dia nggak mau di tuduh yang macam-macam sama tetangga."

"Kuncinya menghadapi perempuan itu hanya satu, sabar. Apalagi Ayudia sedang hamil muda, kan? Kehamilan yang di dampingi suami dan orangtua aja sudah berat, Ling. Kamu lihat kan gimana perjuangan Mbak-mu waktu mengandung Reya?"

Melihat Linggar mengangguk, Mas Nadi melanjutkan.

"Bukan maksud Mas mau membandingkan, tapi di lihat dari kondisi dan latar belakang Ayudia, Mas rasa dia hanya coba melindungi diri. Coba bayangkan, dia sudah di khianati suaminya, lalu bercerai, setelah perceraian dia malah di nyatakan hamil. Seolah belum cukup, dia juga harus pindah ke sini dan jauh dari keluarga. Tapi Ayudia, dia tetap kuat, tetap menjalani harinya seolah nggak ada apa-apa."

"Kalau Ayudia anaknya Mas, mungkin Mas nggak akan tega membiarkan dia jauh di asingkan. Bukan artinya Pak Jaya ayah yang buruk, itu hanya persepsi Mas aja."

Linggar diam, menelaah dengan baik. Memang bisa di bilang kehidupan Ayudia cukup rumit, dia harus menghadapi kehamilannya sendirian di desa pelosok seperti ini bersama Uti Nur.

Meski fasilitas cukup baik, tapi tanpa dampingan dari seorang lelaki rasanya akan tetap sulit. Buktinya, Ayudia sampai menurunkan ego dengannya hanya untuk makan mie ayam di kecamatan. Karena dia tau, jalanan kota ayu memang cukup ekstrem. Memang bukan jajanan rusak parah, malah bisa di bilang jalanan menuju Kota Ayu itu bagus dan mulus, hanya saja di kelilingi hutan dan jurang.

Maklum, karena Kota Ayu memang terletak di tengah-tengah perbukitan yang masih asri.

Dan, mengenai perceraian Ayudia dengan mantan suaminya, rasanya sangat egois kalau Linggar mengharapkan Ayudia bisa dengan mudah dekat dengannya setelah kepercayaannya terhadap lelaki di kikis oleh suaminya sendiri.

Katanya, guru terbaik adalah pengalaman. Dan, menurut Linggar pengalaman Ayudia cukup meyakinkan perempuan itu bahwa semua laki-laki bisa saja menjelma seperti mantan suaminya.

"Sudah, itu di angkat singkongnya sebelum Mbak-mu nyamperin sambil marah-marah." Tepukan Mas Nadi di bahu Linggar membuyarkan lamunan lelaki itu. Setelah sadar, Linggar mengangguk. Lelaki itu juga turut melirik ke belakang, Ayudia sudah menghilang dari teras rumah yang membuat Linggar bergegas masuk kedalam.

...****...

Raisa berdecak kagum ketika membuka mata langsung di hadapkan dengan sepasang manusia yang masih asik menyelami mimpi sembari berpelukan. Lebih tepatnya, Linggar yang memeluk Ayudia dari belakang.

Entah itu hanya modus belaka, atau refleksi saat tidur, Raisa tidak tau yang pasti. Mata wanita itu berkeliling ruangan, untungnya semua orang masih terlelap. Bahkan Bapaknya pun masih mendengkur keras seolah menjadi musik pengiring tidur.

Mereka semua yang menginap memang tidur ramai-ramai di ruang tengah beralaskan tikar dan kasur lantai tipis. Di rumah ini belum ada apapun selain barang bawaan saat boyongan kemarin. Jadi, mereka tertidur berbaris seperti ikan yang di susun rapi. Hahah.

Tapi seingatnya, posisi tidur mereka sudah di tentukan semalam. Dimana para perempuan berada di sebelah kanan Reya —Yang posisi tidurnya memang ada di tengah-tengah. Tapi, entah bagaimana caranya Linggar bisa berada di barisan perempuan, terlebih menyempil di antara tembok dan Ayudia.

Lelaki itu tidur meringkuk, sebelah tangannya memeluk perut Ayudia yang juga di genggam si-empunya. Linggar juga masih memakai pakaian semalam, bedanya sarung yang lelaki itu kenakan sudah menyisakan celana pendek, sementara kain tersebut digunakan untuk menyelimuti Ayudia.

Pagi-pagi memang menjadi zona cuaca paling dingin di kota ayu, tak heran kalau adiknya coba mencari kehangatan pada tetangganya. Tapi, Raisa tetap tak enak kalau Bulik Hartini sampai melihat. Mau bagaimana pun Bulik Hartini adalah saudara kandung Ayahnya Ayudia. Tak enak kalau di lihat.

Jadi Raisa putuskan untuk membangunkan adiknya pelan-pelan. Tapi, bukannya bangun, Linggar malah semakin mengeratkan pelukannya di perut Ayudia, bahkan wajahnya lelaki itu tenggelamkan di tengkuk wanita hamil itu.

Raisa berdecak. Linggar memang sulit sekali di bangunkan kalau sudah lelap.

"Ada apa, Dek?" Suara serak khas bangun tidur itu mengagetkan Raisa. Ternyata suaminya yang bangun dan menegur.

"Tuh," Raisa menunjuk pose mesra Linggar dengan dagunya. Mas Nadi pun terkejut, tapi segera mengembalikan ekspresi wajahnya biasa saja.

"Biarin aja," Ujarnya dengan suara sepelan mungkin.

"Tapi nggak enak kalau ketauan, apalagi ada Bulik." Raisa resah.

Mas Nadi bangkit dari tempatnya, mengulurkan tangan kearah sang istri dan mengajaknya kebelakang. "Biarin aja, lagian posisinya juga lagi nggak sadar. Bulik pasti ngertiin kok."

Raisa ingin protes, tapi tak jadi ketika suaminya sudah melemparkan senyuman menenangkan dan elusan di kepalanya. "Biar Linggar sendiri yang tanggung jawab, tugas kita cuma mendukungnya, kan?"

"Iya!" Jawab Raisa meskipun cemberut.

...***...

"Akhirnya kita bertemu, boleh Mas tanya sesuatu?"

1
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!