Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Upik Abu Eps 34
Regina baru saja bangun tidur karena semalam tidak bisa terlelap akibat nyeri punggung dan sering buang air kecil . Ia pun kesulitan mencari posisi tidur yang nyaman. Dengan telaten, Bima meletakkan bantal di sisi kanan dan kiri istrinya, berusaha menciptakan posisi yang lebih nyaman untuk Regina beristirahat.
Bima dengan lembut memijat kaki istrinya. Usia kehamilan Regina yang sudah menginjak delapan bulan membuatnya sering sesak napas dan kesulitan mencari posisi tidur yang nyaman.
Selain itu, Regina juga lebih cepat merasa lelah dan sering mengantuk.
Bima sangat menikmati momen-momen ini. Saat Regina membangunkannya di tengah malam untuk meminta diusap punggungnya, atau saat Regina memintanya untuk menemani ke kamar kecil.
Mungkin pria lain akan merasa terganggu jika tidurnya diusik, tapi tidak bagi Bima. Ia justru merasa senang karena istrinya selalu melibatkan dirinya dalam segala hal.
Setelah mencuci muka, Regina keluar dari kamar. Ia sudah menduga suaminya, Bima, sudah berangkat kerja karena Bima sempat membangunkannya tadi.
Regina terkejut melihat seorang wanita duduk di meja makan, tengah menikmati sarapan. Ia menoleh ke luar rumah dan melihat Bi Minah sedang menyirami tanaman.
Regina menghampiri Bi Minah, "Bi, itu siapa yang makan di meja makan?" tanyanya.
"Eh... Nyonya sudah bangun," ucap Bi Minah. Ia melirik sekilas ke arah lain, mematikan keran, lalu menghampiri Regina.
"Itu anak saya, Nyonya. Maaf, saya belum izin. Saya juga tidak tahu kalau dia datang kemari. Saya sudah tanya kenapa tidak berangkat sekolah, katanya tidak enak badan. Maaf, Nyonya," ucap Bi Minah sambil menunduk, merasa tidak enak hati karena anaknya lancang datang ke tempat ia bekerja.
Regina meraih tangan Bi Minah, "Tidak apa-apa, Bi. Ayo temani aku makan," ajaknya.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Regina untuk mengajak Bi Minah makan bersama. Keduanya pun berjalan menuju dapur, melewati meja makan.
Regina berjalan lebih dulu, langsung menuang air minum ke dalam gelas dan meneguknya. Mirna, anak Bi Minah, merasa terganggu dengan kedatangan Regina.
"Heh, siapa kamu?" tanya Mirna dengan nada ketus.
"Jaga ucapanmu! Itu nyonya rumah," tegur Bi Minah yang sudah berdiri di samping anaknya.
Regina menarik kursi dan duduk di hadapan Mirna. "Hai, saya Regina, pemilik sekaligus nyonya rumah. Artinya, saya bosnya ibumu," Regina memperkenalkan diri. Mungkin saat ini Regina sedang cosplay sebagai nyonya rumah yang sombong.
Bahkan, orang yang baru mengenalnya pun akan mengira Regina adalah pemilik rumah yang angkuh. Namun, tidak dengan Bi Minah. Ia justru merasa senang, setidaknya anaknya tidak akan kembali lagi ke rumah majikannya.
Mirna mencebik mendengar ucapan Regina. Dengan tatapan merendahkan, ia menelisik penampilan Regina dari atas hingga bawah.
Perut yang besar, hanya mengenakan daster lusuh, dan lingkaran hitam di bawah mata. Sungguh menyedihkan wanita di hadapannya ini, pikir Mirna.
Dibandingkan dengan dirinya yang selalu tampil cantik dengan pakaian modis dan aroma parfum yang memikat, wanita yang memperkenalkan diri sebagai nyonya rumah itu jelas kalah jauh dalam hal penampilan.
Meskipun harus berhutang demi mendapatkan pakaian modis dan penampilan yang menarik, itu bukan masalah bagi Mirna. Toh, ibunya juga bekerja dan selalu mempercayai apa pun yang ia katakan.
Bi Minah menata makanan yang baru saja dihangatkannya sayur asam, ikan goreng, dan sambal, sesuai permintaan Regina semalam.
Entah mengapa, Regina sangat menginginkan makanan ini. Ia pun segera menyeruput kuah sayur asam dengan lahap.
"Slurrrp... hem..."
Regina begitu menikmati makanannya, berbeda dengan Mirna yang menatapnya jijik. Mirna selalu menjaga cara makannya agar terkesan seperti anak orang kaya.
Mirna makan dengan anggun, dengan gerakan lemah gemulai kelemar-kelemer yang menurut para emak-emak terlihat seperti orang tidak bertenaga.
Namun, begitulah cara Mirna. Ia ingin mendapatkan suami yang kaya raya, sudah bosan hidup susah bersama ibunya.
Mirna meraih segelas susu dan beranjak pergi dari hadapan Regina. Bi Minah hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku putrinya.
Bi Minah duduk di samping Regina yang sedang menikmati makanannya. "Maafkan anak saya, Nyonya," ucap Bi Minah dengan nada menyesal.
"Tidak apa-apa, Bi. Ayo kita makan," ajak Regina sambil tersenyum.
Keduanya pun makan dengan tenang. Regina memilih makan dengan tangan daripada menggunakan sendok.
Menurutnya, makan dengan tangan terasa lebih nikmat daripada menggunakan sendok. Mungkin, inilah yang membuat Mirna merasa jijik dan memilih untuk pergi.
Setelah meninggalkan meja makan, Mirna memutuskan untuk duduk di sofa dan menyalakan televisi. Ia terus mengganti saluran, mencari acara gosip yang menarik perhatiannya.
Setelah menemukannya, ia pun duduk dengan gaya angkuh, melipat satu kaki di atas kaki yang lain, seolah dirinya adalah nyonya rumah.
Tak lupa, ia juga mencicipi makanan ringan dari dalam toples yang ada di atas meja, yang seharusnya disuguhkan untuk tamu.
Sungguh, ia merasa seperti kambing hitam di tengah lapangan, bebas melakukan apa saja yang ia inginkan tanpa ada yang mengawasi.
Terimakasih untuk semua yang masih setia menunggu Regina dan Bima Update.