Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 35 : Bahagia sampai tua
Lucianna mengangkat tas bawaannya, lalu berjalan mendekati pria tua itu. Entah kenapa, terlintas di pikirannya untuk menghampiri pria itu dan mengajaknya berbicara. Pria itu memang tidak terlihat mencurigakan, tetapi ada sesuatu yang hampa dalam dirinya.
Lucianna menaruh tasnya di kursi di samping pria itu, membuatnya langsung menatap Lucianna karena tersentak kaget. Lucianna duduk di samping pria tua itu dengan tas di antara mereka.
"Apa kau ingin bermain dengan mereka?" tanya Lucianna pada pria tua itu, seolah mereka sudah akrab sejak lama.
Pria tua itu terkekeh pelan, "Jika aku seusia anak-anak itu, aku pasti akan bermain dengan mereka," jawab pria itu sambil tersenyum saat Lucianna mengajaknya berbicara.
"Kalau begitu, pergilah ke panti jompo. Di sana ada banyak orang yang seusiamu. Kau bisa bermain dengan mereka," kalimat Lucianna terdengar seperti ejekan, tapi itu hanya candaan sederhana untuk mencairkan suasana.
Pria itu menghela napasnya panjang, "Jika aku tidak perlu mengurus perusahaanku, aku akan langsung pergi ke sana tanpa disuruh," ucap pria itu dengan nada getir.
"Kau pasti orang kaya. Apa kau tidak punya seorang istri yang bisa menemani renunganmu di sini?" tanya Lucianna lagi, semakin penasaran dengan kehidupan pria tua itu.
"Istriku itu sangat berisik. Dia tidak mengizinkanku pergi sendiri seperti ini. Dia akan mengatakan seperti ini 'Kenapa kau pergi sendiri?!' 'Kenapa tidak membawa pengawal?!' 'Kenapa tidak bersama pelayan?!' dia akan mengucapkan itu semua dengan suaranya yang keras," keluh pria itu tentang istrinya, sambil menirukan suara istrinya yang cerewet.
"Itu bukan berisik, itu perhatian. Kau benar-benar tidak bersyukur mendapatkan istri yang perhatian seperti itu. Jika itu aku, aku juga akan melakukan hal yang sama," ucap Lucianna, membela istri pria itu. Pria itu hanya terkekeh lagi, merasa lucu karena kini dia dinasihati oleh wanita lain yang tidak dikenalnya.
"Bagaimana dengan anak? Atau cucu?" tanya Lucianna lagi, terus membuka topik pembicaraan.
"Anak dan cucuku masih di luar negeri. Mereka akan kembali bulan depan," jawab pria itu dengan senyum tipis.
"Tapi bukan hanya anak dan cucuku di luar negeri yang aku tunggu..." ucap pria itu, dan kali ini suaranya terdengar begitu sedih. Lucianna menatap pria itu dengan penuh perhatian, menunggu pria itu melanjutkan ucapannya.
"Jika aku sudah menemukannya, mungkin aku pasti sudah memiliki dua cucu sekarang," ucapan pria itu terdengar putus asa, seolah dia sudah lama mencari seseorang yang sangat penting dalam hidupnya.
"Menemukan siapa?" tanya Lucianna, semakin penasaran dengan cerita pria tua itu. Pria tua itu hanya terdiam, sepertinya cerita hidupnya terlalu sensitif dan menyakitkan untuk diceritakan pada orang lain.
"Jika kau tidak ingin menceritakannya, tidak masalah," Lucianna tidak ingin memaksa pria itu untuk berbagi cerita yang mungkin akan membuatnya semakin sedih.
Pria tua itu menghela napasnya lemah, mencoba mengatakan sesuatu yang tercekat di tenggorokannya. "Aku seharusnya memiliki dua anak. Satu dari istriku yang sekarang, dan satu lagi... dari cinta pertamaku," ucapnya dengan nada lirih.
"Cinta pertama? Apa itu berarti istrimu yang sekarang bukan cinta pertamamu?" tanya Lucianna, sedikit terkejut dengan pengakuan pria itu.
"Iya, dia bukan cinta pertamaku. Cinta pertamaku adalah seorang wanita yang penuh semangat dan punya senyuman yang indah. Kami seperti Romeo dan Juliet. Dia adalah anak konglomerat, dan aku dulu hanyalah pria miskin yang masih mengusahakan hidupku," pria itu menceritakannya dengan senyum getir, mengingat wajah cinta pertamanya yang tak mungkin dilupakannya.
"Kau benar-benar jahat. Kau sudah memiliki seorang istri yang perhatian, tapi masih bisa membayangkan cinta pertamamu," Lucianna menatap sinis pria tua itu, merasa sedikit kesal karena pria itu masih memikirkan wanita lain setelah menikah.
"Bukan tentang istriku atau cinta pertamaku, tapi tentang anak dari cinta pertamaku itu," lanjut pria itu, membuat Lucianna mengerutkan keningnya, bingung dengan arah pembicaraan pria itu.
"Perbedaan status membuat keluarga cinta pertamaku tidak menyetujui hubungan kami. Aku bukan menyerah, tapi aku juga menyadari statusku. Aku meminta kita untuk berpisah terlebih dahulu. Kalau memang kita ditakdirkan, kita pasti akan bertemu lagi. Itu yang aku ucapkan padanya," pria tua itu mulai menceritakan kisah cintanya. Lucianna sedikit menyerongkan badannya untuk mendengar cerita pria itu lebih baik.
"Tetapi dia tidak terima. Dia ingin melakukan cara agar kita bisa bersama. Dia memaksaku untuk menghamilinya, berpikir orang tuanya akan menerimaku jika dia hamil anakku. Aku tidak mau, tapi dia tetap nekat dan menaruh obat perangsang pada minumanku," suara pria itu mulai terdengar serak, menahan emosi saat melanjutkan ceritanya.
"Dia hamil, tapi ternyata apa yang terjadi tidak sesuai keinginannya. Orang tuanya malah semakin membenciku dan langsung memisahkan kita. Sebelum kita berpisah dan putus kontak, dia mengatakan sesuatu padaku. Dia bilang kalau dia akan berusaha melahirkan anak itu, walaupun orang tuanya tidak akan menerimanya. Sebelum orang tuanya sendiri yang membuang anak itu, dia akan langsung menitipkan anak itu ke panti asuhan dan memberi nama belakangku pada nama anak itu agar aku bisa mencarinya," mata pria itu mulai berkaca-kaca, mengingat janji cinta pertamanya yang tak pernah bisa dia tepati dan rasa bersalahnya. Walaupun menghamili cinta pertamanya bukan keinginannya, tapi dia tetap merasa bertanggung jawab atas anak itu.
Lucianna menghela napasnya berat, cerita pria itu cukup membuat hatinya terenyuh dan merasa iba. "Kau sudah sangat kaya sekarang. Kenapa masih susah untuk mencari anak itu?" tanya Lucianna, merasa heran dengan kesulitan yang dialami pria itu.
"Entahlah, mungkin dia menitipkan anak itu di panti asuhan di luar kota yang jauh dari sini," suara pria itu terdengar putus asa, seolah dia sudah menyerah untuk mencari anaknya.
"Memangnya siapa namamu?" tanya Lucianna, ingin mengetahui identitas pria itu.
"Anthony de For–"
"SAYANG!!!" terdengar teriakan seorang wanita yang sedang berlari ke arah mereka. Wanita itu terlihat tua dengan keriput di wajahnya, tapi wajahnya masih terlihat cerah dan terawat seperti orang yang melakukan perawatan mahal. Wanita itu berlari dengan sepatu hak tingginya, diikuti dengan beberapa pria berseragam yang ikut mengejar di belakangnya.
"Kenapa kau pergi sendiri?! Kenapa kau tidak membawa pengawal?! Kenapa kau tidak bersama pelayan?!" pertanyaan bertubi-tubi dari wanita itu dengan suara cemprengnya yang khas.
"Aku hanya ingin jalan sehat di pagi hari," jawab pria tua itu singkat dengan suaranya yang tenang, mencoba meredakan kemarahan istrinya.
"Kenapa kau selalu pergi sendiri seperti ini? Apa kau masih belum bisa melupakannya?" suara wanita itu menjadi lirih dan tertunduk, menunjukkan kesedihannya.
Pria tua itu meraih tangan istrinya dengan lembut, "Maafkan aku, aku tidak akan pergi tanpa memberitahumu lagi," ucapnya dengan tulus.
Wanita itu melirik ke arah Lucianna yang ada di samping suaminya, "Siapa wanita ini?! Apa kau mencari wanita yang lebih muda sekarang?!" tanyanya, curiga.
"Tidak, dia hanya menemaniku berbicara," ucap pria itu, mencoba menjelaskan situasi yang sebenarnya agar tidak memperpanjang masalah.
"Nyonya, maafkan aku. Tapi aku tidak tertarik dengan pria tua sepertinya. Miliknya pasti juga sudah layu," celetuk Lucianna dengan nada bercanda, membuat suasana menjadi lebih santai.
Kemarahan wanita itu mereda mendengar ucapan Lucianna, "Benar! Milikmu memang sudah layu! Jadi jangan coba-coba menggoda wanita lain!" ucapnya sambil mencubit lengan suaminya dengan gemas.
Pria itu tersenyum, "Lalu, apa aku harus operasi agar kembali mengembang?" tanyanya dengan nada menggoda.
"Tidak perlu!" tolak istrinya dengan cepat, membuat suaminya tertawa. Suasananya berubah menjadi hangat dan penuh cinta.
"Terima kasih sudah menemani suamiku," ucap wanita itu kepada Lucianna dengan tulus. Lucianna menjawabnya dengan anggukan tulus dan senyuman ramah.
"Semangatlah menjaga anak-anakmu, pasti sulit merawat anak kembar tiga," ujar pria itu, karena ia sempat melihat Lucianna yang datang bersama si kembar. Lucianna hanya terkekeh malu, karena pria itu mengira si kembar adalah anaknya.
Pria tua itu pergi bersama istrinya yang menggandengnya erat dengan mesra. Istrinya masih berceloteh pada pria itu dengan suara cemprengnya, sampai suara mereka tidak terdengar lagi karena semakin menjauh.
Lucianna tersenyum hangat melihat pemandangan itu, merasa bahagia melihat pasangan tua itu yang tetap saling mencintai dan menyayangi satu sama lain meski sudah bertahun-tahun bersama. "Semoga saja aku bisa segera bertemu calon suamiku dan menjalani kehidupan kami sampai tua seperti mereka," gumam Lucianna dalam hati, berharap suatu saat nanti dia juga bisa menemukan cinta sejatinya dan membangun keluarga yang bahagia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bersambung...
...Apakah Daniel adalah orang yang tepat untuk Lucianna kejar dan jadikan suami di masa depan?...
...Yang bisa membuat Lucianna menggapai impian konyolnya....