Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Kedatangan Zara yang terlihat di depan pintu diabaikan oleh Xaviera, yang tetap fokus memainkan nada-nada simfoni Clair de Lune dengan pianonya.
Namun, Zara tampaknya tidak sabar dan mendekati Xaviera, kemudian memukul penutup piano dengan keras. Suara dentuman itu seakan membangunkan kemarahan dalam diri Xaviera, dan nada-nada lembut Clair de Lune tiba-tiba berubah menjadi dramatis, bertransformasi menjadi Prelude dalam C minor yang intens dan penuh emosi.
Jari-jari Xaviera menari di atas tuts piano, mengeluarkan nada-nada yang kuat dan penuh kemarahan, seolah-olah menumpahkan semua emosi yang terpendam.
Zara menarik tangan Xaviera untuk menghentikan permainan yang dianggapnya bodoh.
“Jadi kau wanita simpanan itu?”
Xaviera menampar pipi kanan Zara dengan keras.
“Kau mengganggu pemilik rumah!” gertak Xaviera.
Dengan tatapan terbelalak, Zara menarik rambut panjang Xaviera. Membuat dua pelayan yang berdiri di belakang menjerit.
Satu pelayan mencoba menarik pinggang Nona mudanya, satu pelayan lain menarik kedua tangan Zara agar melepaskan rambut Nona mudanya.
“Sialan! Berani-beraninya kau menamparku!” Zara berteriak histeris.
“Siapa suruh masuk kedalam rumahku?!” teriak balik Xaviera.
Keduanya beradu saling jambak.
Dua pelayan yang kewalahan, akhirnya meminta bantuan kepada penjaga keamanan dan juga meminta Tuan nya untuk segera pulang kerumah.
“Kau, tidak akan aku biarkan Jones menjadi milikmu!”
Pertengkaran itu berhenti sejenak, namun tangan keduanya masih saling mencengkram rambut. Sepasang mata yang saling menatap tajam.
CUH!
Xaviera meludahi Zara.
Hal itu membuat perkelahian perkelahian itu kembali memanas.
“Nona, hentikan!” teriak penjaga keamanan yang baru saja datang.
Dua wanita arogan itu seolah tidak mendengar apapun, keduanya dipenuhi dengan amarah. Zara meluapkan kekesalannya karena Jones dimiliki oleh Xaviera, namun Xaviera menjadikan perkelahian ini sebagai luapan kekesalannya kepada Rezty dan Jones yang semalaman dia pendam.
Sementara mobil Jones sudah memasuki gerbang utama, setelah mendapatkan telepon jika Xaviera dan Zara bertengkar membuatnya segera pulang kerumah.
Ketika Jones keluar dari mobil, dua pelayan dengan penampilan yang acak-acakan karena ikut terseret dalam perkelahian di ruang musik segera menyambut Tuan nya.
“Dimana mereka?” tanya Jones dengan tegas.
“Mereka ada di ruang musik, Tuan,” jawab dua pelayan serempak.
Jones dengan langkah cepat masuk kedalam rumah dan menuju ruang musik.
Perkelahian itu masih memanas, meskipun tubuh Xaviera dan Zara sudah dipenuhi dengan luka akibat saling mencakar.
Jones datang, menarik tangan Zara dengan kuat. Kemudian mendorongnya hingga tersungkur ke lantai. Setelah itu, menarik tangan Xaviera dan membawanya pergi dari ruang musik.
“Masuk kedalam kamar!” gertak Jones.
“Aku belum selesai menghabisinya!” teriak Xaviera, yang masih ingin kembali ke ruang perkelahian.
Jones membopong tubuh Xaviera, kemudian membawanya masuk kedalam kamarnya. Lalu, melempar tubuh Xaviera dengan perlahan ke atas ranjang dan segera mengunci pintu dari luar.
“Sialan!” teriak Xaviera dari dalam kamar.
Jones menutup kedua telinganya mendengarkan teriakan itu, langkahnya kembali ke ruang musik untuk menemui Zara.
Zara yang masih tergeletak di lantai, membuat Jones akhirnya mengulurkan tangan, “Bangunlah.”
Zara segera bangkit, dan menyeka darah di ujung bibirnya.
“Pelayan, bawakan alat kompres dan sisir,” kata Jones memerintah kedua pelayannya yang berdiri di belakang.
“Baik, Tuan.”
Jones menatap tajam ke arah Zara, seolah Zara berada di tepi jurang dan siap terjatuh.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Jones, suaranya datar. Namun, tatapannya menusuk.
Zara hanya terdiam, menggigit bibirnya.
Alat kompres dan sisir datang, kedua pelayan membantu menyisir rambut Zara dan mengobati luka di pipi Zara.
“Kamu tidak berhak ikut campur dalam hidupku, kau mengerti!” Suara Jones berubah tinggi.
“Tapi … tapi kau hidup dengan wanita itu, kau gila?” Zara terbata-bata memikirkan kalimat yang tepat untuk menjawab Jones.
“Ya aku gila. Aku mencintainya. Apa yang salah dengan itu? Lalu, apa urusanmu!” Jones menggebrak meja.
Membuat jantung Zara seakan melompat, baru pertama kali melihat Jones tampak menyeramkan di hadapannya.
“Kau tidak bisa mencintainya, kau hanya milikku!” ucap Zara dengan lantang, satu detik kemudian meringis kesakitan karena banyak menggerakkan bibirnya.
“Aku bukan milikmu, aku tidak akan pernah menjadi milikmu. Aku sudah menganggapmu hanya sebatas seorang kakak, sebelum …” Jones memberikan senyum dinginnya, “ sebelum kau memiliki niat membunuh anak dan istriku. Sekarang, aku tidak menganggap kamu apapun,” imbuh Jones.
Zara tercekat dengan kalimat yang baru Jones ucapkan. Karena selama ini, ternyata Jones tahu dia di balik tragedi kecelakaan yang menewaskan putri Jones dan membuat Maria koma.
“Kau tahu itu?”
“Karena aku tahu, aku membiarkan kau masih hidup. Jadi, jangan kembali lagi kerumah ini. Apalagi menyentuh Xaviera!” tegas Jones, lalu bangkit dari tempat duduknya.
“Aku melakukan ini karena aku mencintaimu.” Zara berlutut, menutup matanya dengan kedua tangan. Dengan sekuat tenaga, dia mengeluarkan air mata kepalsuan itu.
Namun, Jones yang sudah terbiasa menghadapi kebohongan Zara selama 30 tahun. Membuatnya tidak peduli, dia meninggalkan rumah musik dan kembali ke kamarnya untuk menemui Xaviera.
Saat pintu kamar terbuka, Xaviera melirik ke arah kedatangan Jones.
Jones mendekat dan menyisir rambut Xaviera dengan perlahan.
Xaviera hanya diam, melipat kedua tangannya. Menunjukkan kemarahannya yang belum reda.
“Kenapa terus-menerus berkelahi? Apa kau seorang mafia?” tanya Jones, menarik dagu Xaviera dengan lembut. Melihat luka di wajah Xaviera.
Xaviera membuang muka, dan menyingkirkan tangan Jones.
Jones bangkit dan mengambil obat luka di laci, kemudian mengoleskannya di wajah Xaviera dengan perlahan.
“Aku sudah mengusirnya, setelah ini istirahat lah,” ucap Jones, meniup lembut luka di pipi Xaviera agar kering.
“Kenapa kamu mengatakan pada publik, jika kita hidup bersama?” Xaviera akhirnya membuka mulutnya.
Jones tersenyum, lalu mencium kening Xaviera dengan lembut. Xaviera tidak bisa berkutik dengan sentuhan itu.
“Apa yang salah? Aku sangat mencintaimu, itu benar dan tidak salah.” Jones kembali menyisir rambut Xaviera.
“Tapi … aku.” Xaviera menatap ketulusan di mata Jones, ketulusan seorang pria yang selalu dicari dan dambakan. Yang sama dari apa yang diberikan Rumie.
“Aku juga tahu kau mencintaiku, hanya kau selalu menyingkirkan perasaan itu. Berhentilah, keras kepala. Aku akan menyambut cintamu, dan memberikan, apapun yang kamu inginkan.” Jones memberikan kecupan lembut di bibir Xaviera, lalu memeluk tubuh wanita yang angkuh itu dengan erat.
“Jika kamu mencintaiku. Biarkan aku kembali pada Rumie, 3 bulan saja,” ucap Xaviera.
Jones melepaskan pelukan itu.
Em … kira-kira keinginan kali ini bakal dituruti Jones ngga, ya?
Lagian 3 bulan mau ngapain sih cegil ini. Bisa-bisanya dikasih cinta malah dibalas dengan penghianatan terus menerus.
Jangan lupa untuk tetap dukung karyaku, dengan like, subscribe, vote dan komentarnya.