NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Menyelesaikan Masalah Lainnya

Pagi ini Armand sudah bertamu ke rumah orang. Tidak bisa dibilang terlalu pagi sih, jam 10 rasanya cukup sopan untuk bertamu.

Demi menyelesaikan satu masalah kecil lainnya yang tertunda, Armand tak merasa ragu untuk mendatangi salah satu sumber masalah yang selama ini dipikirnya hanya akan menyakiti melalui omongan. Tapi siapa yang akan menyangka, semakin dibiarkan, orang itu malah semakin berani.

Jika saja tidak ada bantuan dari Tuhan, yang mana Armand meyakini menggunakan Ismail sebagai perantara, Armand tidak dapat membayangkan akan seperti situasi semalam. Sudah pasti gadis kecilnya akan menjadi bulan-bulanan.

Di dalam ruang tamu sederhana di rumah pria yang dipanggilnya dengan sebutan abang, yang mana Armand sengaja meminta pria itu tidak masuk kerja hari ini, demi menghindari fitnah dan pastinya demi menyelesaikan masalah yang ada.

Duduk di hadapan sepasang suami-istri yang dari bahasa tubuh mereka terlihat seperti berjarak itu, Armand menghela napas sebelum kemudian menoleh ke arah wanita yang wajahnya tampak memucat, kelopak mata membengkak seperti habis menangis, tanpa make up, rambut dicepol asal serta mengenakan daster seperti biasanya.

"Ika... " Armand mulai bersuara memecah keheningan. Begitu melihat wanita terlonjak dan kemudian menatapnya takut-takut, Armand mendengus pelan seraya bertanya, "Kamu tau alasan saya datang ke rumah kalian sepagi ini?"

Yang ditanya sudah tentu bisa menduga apa yang membuat pria yang selama ini jadi bahan gosipnya itu datang ke rumahnya.

Selama ini Ika berpikir jika pria yang merupakan atasan suaminya itu tak mau ambil peduli dengan omongan-omongan miring yang diarahkan padanya. Makanya Ika semakin berani dan terus saja menjadikan pria itu sebagai topik hangat demi membuat ibu-ibu penggosip di desa selalu mencarinya untuk mendengar apapun gosip terhangat dari bibirnya.

Tapi rupanya Ika tak bisa lagi berpikir seperti itu.

Nyatanya pria yang jujur saja memiliki kelebihan segalanya, dari fisik dan juga harta, yang mana melebihi suaminya itu, datang ke rumahnya pagi ini.

Alasannya sudah pasti dikarenakan kejadian kemarin, dimana Ika menjadi kaki tangan dari perencana kejahatan yang akhirnya malah menjadi korban dari rencana jahatnya sendiri.

Hawa dingin seraya berhembus di tengkuk Ika. Rasa takut yang menyelimuti membuatnya ingin menangis memohon bantuan dari suaminya, yang sejak kemarin mendiamkannya. Bahkan tatapan suaminya yang tampak jijik terarah padanya sejak kemarin masih menghantuinya hingga saat ini.

"Kamu tau, apa alasannya kenapa saya tidak pernah menegurmu meski saya tahu kalau kamu adalah orang yang sering menyebarkan berita buruk tentang saya dan juga calon istri saya?" nada suara Armand menyimpan kemarahan. Meskipun merasa sangat marah, pantang bagi Armand untuk berlaku kasar kepada seorang wanita. Jadi, sebisa mungkin Armand menahan diri, ia menatap miris kala melihat wanita di hadapannya itu menggeleng dengan wajahnya yang tampak semakin pias. "Semua itu saya lakukan karena janji yang saya buat kepada mendiang ibunya Bang Mail. Sebelum meninggal, beliau memohon pada saya akan berlapang dada terhadap kelakuanmu yang sudah dihapalnya luar kepala.

Bahkan demi memastikan agar anak dan menantunya tidak hidup terlunta-lunta karena tak mempunyai tempat tinggal yang tetap, beliau kembali memohon kepada saya agar jangan sampai mengusir kamu dari tanah saya meski sebesar apapun kesalahan yang kamu lakukan."

Armand menjeda perkataannya sejenak. Melihat Ismail yang sejak tadi tak sedikitpun bersuara, hanya duduk diam di samping istrinya, dan tampak mengabaikan wanita yang kelakuannya sejak dulu tidak pernah berubah itu, Armand tahu jika salah satu pengawas di perkebunannya itu sudah lelah menghadapi tingkah istrinya sendiri yang suka cari masalah.

Masalah orang lain Armand tak ingin mencampuri.

Tujuannya datang ke sini hanya ingin memberi peringatan terakhir kepada wanita yang tanpa ragu menjadi kaki tangan dalam melakukan kejahatan hanya demi uang itu.

"Saya diam karena masih ingat dengan permohonan mendiang ibunya Bang Ismail." ucap Armand yang terdengar lelah. "Tapi kali ini kamu sudah benar-benar sudah melewati batas, Ika! Jika saja Bang Ismail tidak mengetahui rencana jahat yang kamu susun bersama anaknya pak Lurah tepat waktu, masa depan calon istri saya pasti akan hancur sekarang. Dia tidak pernah mencari masalah kepada siapapun, tapi kenapa selalu menjadi sasaran. Baik itu anaknya pak Lurah, kamu, dan juga beberapa warga lainnya."

Ika menundukkan kepala. Rasa takut yang menggerogoti dalam hati membuat tubuhnya menggigil. Kedua tangannya ia remas di atas pangkuan.

Sejujurnya Ika benar-benar ingin menangis sekarang. Ia ingin berlutut di depan suaminya dan memohon agar ayah dari kedua anaknya itu mau membelanya di situasi yang membuatnya merasa sangat terpojok ini.

"Bang Mail," kali ini Armand mengarahkan tatapannya ke arah pria yang sedari tadi diam saja, seolah membiarkan istrinya sendiri dihukum tanpa ada niat ingin membela. "Abang nggak masalah 'kan, kalau saya kasih peringatan sama istri abang?" tanya Armand begitu yang diajaknya bicara itu membalas tatapannya.

"Hukum saja sekalian, Man. Biar dia tau rasa." Ismail menjawab tanpa keraguan. Andai saja tak mengingat kedua anaknya yang masih sekolah, sudah sejak lama Ismail ingin menceraikan istrinya itu. Kelakuan Ika selalu membuatnya malu. Apa lagi kepada Armand yang sudah sangat berjasa padanya. Tidak hanya membangun rumah di atas tanah pria itu, Armand bahkan memberikan beasiswa kepada kedua anaknya.

Setelah mendapat izin, yang mana sebenarnya Armand sendiri tak merasa perlu meminta izin segala, segera saja kembali dipandanginya wanita yang tampak ketakutan dengan tubuhnya yang bergetar itu.

Jangan salahkan Armand jika ia mengambil langkah tegas kali ini.

Habis sudah kesabarannya menghadapi tingkah laku wanita yang dulu pernah Armand tolak cintanya itu.

"Saya tidak akan lagi berbasa-basi. Tujuan saya datang ke sini hanya ingin memberikan peringatan pertama sekaligus terakhir. Tolong kamu jaga perkataan dan juga tindakkanmu mulai hari ini. Jika sampai kamu kembali membuat ulah dengan niat untuk mencelakai Nissa, ataupun kamu menyakitinya melalui lisanmu, silahkan kamu angkat kaki dari sini. Peringatan ini saya berikan khusus untukmu dan tidak melibatkan Bang Ismail di dalamnya." ujar Armand dingin, penuh ancaman dan tanpa ada sedikitpun keraguan. Beberapa detik setelahnya, Armand bahkan menambahkan, "Ingat, ini peringatan pertama dan terakhir dari saya. Saya juga tidak akan segan memenjarakanmu kali ini."

Armand tidak akan mentoleransi lagi atas kelakuan wanita biang gosip itu kali ini.

Ancamannya bukanlah hanya isapan jempol semata. Sudah Armand bilang, jika menyangkut Nissa, Armand akan melakukan apa saja demi memastikan gadis kecilnya itu tak kembali meneteskan air mata.

*****

"Minum dulu, Ma... Mas."

Armand tersenyum sumringah.

Walau kata 'mas' tersebut masih terucap gugup, masih belum terbiasa, Armand tetap merasa sangat senang.

Butuh usaha keras untuk membujuk Nissa agar mau memanggilnya 'mas' dan bukannya Juragan lagi.

Dipandanginya wajah cantik dan menggemaskan yang selalu membuatnya merindu itu. Meski hanya tak bertemu tak sampai satu jam, kerinduan itu seakan menumpuk di dada. Hingga, begitu melihat wajah manis, senyum tersimpul malu, rona kemerahan di pipi, sertai gerakkan gugup saat menyelipkan untaian rambut di balik telinga, Armand langsung merasa kerinduan yang dirasakan terbayar dengan tuntas.

Sikap Nissa yang masih malu-malu, bahkan kerap kali menundukkan kepala saat berada di dekatnya, justru semakin membuat Armand merasa gemas bukan main.

Ingin sekali rasanya merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukan.

Merengkuhnya dalam dekapan kedua tangannya yang kokoh, membenamkan kepalanya di bahu gadis mungilnya itu seraya menghirup aroma rambutnya yang harum.

Rambutnya panjang milik calon istrinya jarang sekali diikat. Hanya akan diikat saat sedang membantu mbok Nah memasak saja. Dan pada saat rambutnya diikat itulah, Armand semakin kesulitan menahan diri.

Leher jenjang nan putih, yang kulitnya tampak sehat dan halus itu membangkitkan hasrat terliar Armand dengan mudah. Keinginan kuat untuk melabuhkan bibirnya di sana, mengecup, menjilat, dan menggigitnya, agar meninggalkan tandanya di sana.

Armand merasa dirinya sudah tidak lagi tertolong.

Namun ia hanyalah pria biasa yang punya hawa nafsu. Pernah merasakan hangatnya tubuh wanita dalam pelukan tanpa ada sehelai kain pun yang membatasi, sudah pasti membuat Armand ingin kembali merasakan adanya pertemuan dua kulit tanpa penghalang.

Nafsu sudah pasti ada. Tapi lagi-lagi akal sehat Armand masih bekerja.

Sudah pernah Armand bilang, Nissa harus diperlakukan sebaik-baiknya. Dihormati dan dijaga sampai ada ikatan resmi yang mengikat mereka.

Makanya selama ini Armand hanya melakukan kontak fisik cuma sebatas menggenggam tangan, membelai puncak kepala, serta membantu menyelipkan rambutnya di balik telinga.

"Kenapa mas Armand ngeliatin saya begitu?"

Nah...

Satu lagi tugas yang harus Armand lakukan. Yaitu membuat Nissa tidak lagi menyebut dirinya sendiri dengan kata 'saya'.

"Kamu cantik." pujian itu keluar begitu saja. Mendapati Nissa kembali menunduk malu, Armand meraih sebagai rambut calon istrinya itu, menggenggamnya tidak terlalu erat, demi merasakan kelembutan rambut milik sang calon istri tercinta. "Plong rasanya hati Mas, Nis, rindu Mas terobati setelah ngeliat wajahmu dan kita duduk dekatan begini."

Kepala dengan dihiasi rambut panjang lurus tersebut semakin menunduk.

Nissa merasa malu. Mendengar perkataan yang terdengar jujur tersebut malah membuatnya tak sanggup berkata-kata. Tetapi, rona kemerahan yang kini menjalar hingga ke telinga sudah membuktikan bahwa gadis nan cantik jelita itu belum mempunyai cukup imun untuk mendengar kata-kata manis tersebut.

Sedangkan Armand sendiri jadi terkekeh kecil.

Baru pertama kali dalam hidupnya, Armand menjalin hubungan dengan lawan jenis yang sepemalu ini.

Armand tak akan menyangkal ataupun menyembunyikan bahwa bahkan sebelum menikah dengan mantan istrinya, Armand sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Bersama wanita-wanita yang pernah menjalin hubungan dengannya itu, Armand tidak hanya sekedar berpegangan tangan saja. Kecupan di bibir juga tak malu untuk diakuinya bahwa ia pernah merasakan hal tersebut. Tapi hanya sebatas itu.

Armand selalu bisa membatasi diri agar tak melangkah terlalu jauh. Meski beberapa mantannya dulu bisa dibilang selalu berpenampilan seksi, penuh percaya diri seolah tak takut ditatap tak senonoh karena pakaian yang mereka kenakan, Armand tak pernah mau melanggar prinsipnya. Dimana baginya, ia hanya akan menyentuh wanita yang sudah benar-benar menjadi miliknya.

Lalu sekarang, dimana hatinya kembali berbunga-bunga, Armand merasakan kebahagiaan tersendiri melihat sikap malu-malu yang ditunjukkan oleh calon istrinya itu.

Kepolosan Nissa, sikap malu-malunya, wajah cantik nan jelita, ditambah tubuhnya yang mungil, membikin Armand selalu merasakan jatuh cinta lagi dan lagi kepada gadis mungilnya itu.

"Ngomong-ngomong, gimana pembicaraannya tadi, Ma... Mas?" gugup Nissa bertanya. Menyadari jika sepasang mata tajam namun tersimpan kelembutan di dalamnya itu terus menatapnya, sengaja Nissa mengalihkan topik. "Mbak Ika nggak apa-apa 'kan, Mas?" tanyanya lagi tanpa tersendat-sendat saat menyebutkan kata 'mas' di akhir.

"Terbuat dari apa hatimu ini, Dek." Armand mengulum senyum bangga. "Orang itu hampir aja menghancurkan masa depanmu, tapi kamu masih aja mencemaskan dirinya yang nggak pantas mendapat kemurahan hatimu."

Kata 'Dek' yang diucapkan oleh pria yang masih menggenggam rambutnya itu sempat membuat Nissa terpaku. Lidahnya serasa keluh, jantungnya kembali berdetak dalam irama yang masih belum bisa ia artikan hanya karena satu kata tersebut.

Namun, Nissa tak ingin membiarkan kesunyian terbentang diantara mereka. Karena itu, meski masih merasa gugup, Nissa mencoba bersuara dengan mengatakan, "Biar lah orang lain membenci dan mengusik saya, Mas, yang penting saya nggak mau melakukan hal yang sama. Saya nggak mau menghabiskan waktu saya yang berharga untuk membenci seseorang. Saya juga nggak mau memenuhi hati dan pikiran saya dengan hal yang negatif."

Ah... Armand jadi semakin merasa beruntung dipertemukan dengan si mungil. Pertemuan tak terduga, dimana awalnya Armand hanya ingin memastikan keadaan ibunya, malah membuatnya bertemu dengan gadis mungil yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

Tak bisa membendung rasa senang sekaligus bangga mempunyai calon pendamping seperti Nissa, dengan cepat Armand bergerak maju dan kemudian mengecup singkat pipi halus tanpa polesan make up tersebut.

"Mas sayang banget sama kamu, Nis." bisik Armand yang masih belum menjauh diri. "Mas jatuh cinta setiap harinya sama kamu. Sama kepolosanmu, kebaikan hatimu, dan nggak memungkiri sama kecantikan dan tubuhmu yang mungil. Mas udah nggak sabar pengen meluk kamu di atas ranjang pengantin kita nanti."

Nissa tak berkutik.

Bisikan lembut yang menyapa telinganya itu membuat jantungnya berdetak tak karuan.

Posisi duduk mereka yang tak berjarak ini membuatnya sesak napas. Dan Nissa hanya bisa berharap bahwa tidak akan ada orang yang melihat kedekatan mereka yang saat ini sedang duduk di teras belakang rumah.

1
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!