Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB X CINTA ITU CAHAYA
Setelah sampai rumah, Bakrun segera menuju ke dapur, di sana ibunya sedang memasak air. Sambil menyerahkan amplop yang dikasih oleh pak Yadi tadi, Bakrun tidak lupa kasih salam dan mencium tangan ibunya itu.
" Ini apa Run, kerjanya sudah atau dikasih gajian sama pak Yadi nya ?" tanya Ibu Sukesih sambil membuka amplop itu.
" Kayaknya gajian Bu, saya juga nggak nanya Bu, yang penting saya kerja, dapat uang buat modal ibu," kata Bakrun sambil melangkah menuju kamarnya.
" Run, ini......jangan semuanya, ini pegang aja dulu Run," kata ibunya sambil menuju ke kamar Bakrun.
" Bu.....itu buat ibu saja, nanti kalau saya butuh juga saya minta, buat modal saja dulu," seloroh Bakrun.
" Ya sudah.....makasih ya Nak," kata ibunya sambil ke dapur lagi.
Sementara itu Bakrun, dia tiduran sambil menulis sebuah syair yang ada dalam hatinya.
Anganku Dalam
Cinta dan harapan menyatu
terhimpit dalam keadaan
Tertuang dalam jalan
menuju ke alam angan
Perjuangan itu lambang
adanya cinta dalam harapan
Buah dari kesungguhan niat
menyatu, melebur, dan terwujud
Itulah harapan dari seorang
para penebus kegagalan
Meniti dalam kekawatiran
menanti sebuah maknanya
Bakrun menulis kata-kata yang tercipta membuat sebuah kalimat yang terwakili dalam goresan yang terucap, angan melayang, mata terpejam, larut dalam belaian kelelahan yang menjadikan sosok berakal dan berpikir.
Setelah menaruh handuk, sore itu tubuh Bakrun sudah terasa lebih nyaman. Ia duduk sambil mendengarkan sebuah lagu dari grup band papan atas " NOAH". Sambil mengikuti suara penyanyinya, Bakrun berbaring di kursi malas yang salah satu kakinya diganjal bata merah.
Dalam menikmati lagu itu, Bakrun dikejutkan oleh suara sapaan orang , ternyata ada Hadi dan Lukman yang sudah berada di depan pintu.
" Hallo bro.....wah...wah...enak banget....kayak anak konglongmerat aja nih," canda Lukman sambil menutup pintu.
" Hai.....konglongmerat atau kolong melarat bro, sini duduk, rupanya dapat angin segar pas dapat gajian nih," jawab Bakrun sambil mempersilahkan duduk.
" Iya ....makasih Run, keluar ayo lah, nongkrong di pos, sudah ada Heru sama Dakir terus Yanto tuh lagi ke warung dulu," kata Lukman.
" Iya, ha o he po Lun, ameh cu hi hana," kata Hadi sambil mengajak Bakrun.
" Iya, nanti saya ganti baju dulu, tapi jangan malam-malam pulangnya," pinta Bakrun.
Sementara Bakrun ganti baju, Lukman dan Hadi menunggunya dengan setia, mereka cuma duduk sambil memandang sekeliling kamar depan rumah Bakrun. Tampak fhoto-fhoto Bakrun waktu Sekolah, juga fhoto almarhum bapaknya, juga fhoto waktu kecil, juga hiasan dinding yang lain, semua tidak luput dari pandangan Lukman. Setelah beberapa menit, Bakrun keluar dari kamar, sudah rapi dan siap jalan.
Setelah berpamitan dengan ibunya, Bakrun melangkah pergi bersama Hadi dan Lukman menuju ke pos ronda. Ketiga sahabat itu berjalan sambil bercerita pengalaman kerja dan sebagainya.
Akhirnya sampailah mereka di pos ronda, tampak Dakir sedang tertawa di hadapan Heru dan Yanto, yang kebetulan sudah pulang dari warung rupanya.
" Nah, begitu Run, jangan di rumah saja kayak DRS," kata Heru sambil ngkakak.
" Siapa bilang di rumah saja, kamu tuh yang suka molor sampai ngiler," celoteh Bakrun disambut ketawa teman lainnya.
" Sudah lah, ribut saja , nggak nongol juga nggak apa, nongol terus ya syukur, yang nggak nongol ya mungkin lagi ada urusan lain," kata Heru sambil membuka bungkusan gorengan.
Mereka sama-sama menikmati kue dan makanan sederhana, juga minuman ala kadarnya, andalan teh manis. Hingga tak terasa malam pun kian menjelang, dan semuanya membubarkan diri untuk pulang. Dalam perjalanan pulang, kebetulan Bakrun searah jalannya dengan Lukman dan Hadi, sementara Heru dan Dakir juga Yanto ke arah lain. Sambil berjalan Bakrun berkata ;
" Besok kalian jangan telat berangkatnya, oh iya, ini Had upah buat kamu dari saya, jangan dilihat nilainya ya, yang penting kamu antar dan jemput ibu , paham," kata Bakrun sambil memberi uang kepada Hadi.
Akhirnya mereka berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Di di depan pintu rumah Bakrun memberi salam lalu membuka pintu itu, ternyata ibunya sedang membuat adonan untuk jualan besok.
" Jangan lupa kunci pintunya Run," kata ibunya.
" Iya Bu, sudah saya kunci, oh iya besok saya mau ke rumah Kang Ucok bu, mau lihat TV nya, katanya mau dijual," kata Bakrun.
" Emang uang kamu bisa untuk beli TV Run ?" tanya ibunya.
" Pakai uang DP aja Bu, soalnya kata si Heru bisa bayar dicicil," jawab Bakrun.
" Oooooh....ya sudah, terserah kamu Run, yang penting nantinya bisa bayar saja pas jatuh tempo," tutur ibunya.
" Ya sudah Bu, saya istirahat dulu, besok kerja lagi," pamit Bakrun.
Malam itu Bakrun tidur lebih dulu supaya tepat waktu kerjanya, sementara ibu Sukesih masih membuat adonan dan beberapa bungkus sambal manis sedikit pedas.
Keesokan harinya, seperti biasa, Lukman dan Heru datang, kali ini menaiki sepeda sendiri-sendiri yang nantinya Bakrun jadi sopir dan Heru yang bonceng. Begitu selesai berpamitan, ketiga sahabat itu pergi mengayuh sepeda menuju rumah pak Yadi. Sudah ada tiga orang ibu-ibu dan juga ada ibu Yati sedang menikmati sarapan soto bersama pak Yadi. Ketiga sahabat tadi datang dan disuruh sarapan dulu.
" Ini sarapannya Run, ajak temanmu juga, ayo makan dulu, kebetulan Ibu bikin soto," ajak Ibu Yati.
" Iya Bu," jawab mereka serempak, lalu mengambil semangkok-semangkok, dan menikmati sarapan itu.
Selesai sarapan ketiganya segera mengambil air lalu meracik bahan-bahan sabun sampai jadi adonan yang siap dicetak. Sekitar 4 jam mereka bekerja, selesai semuanya mereka memebersihkan diri lalu melaksanakan sholat dhuhur, dan makan siang terus pulang. Pekerjaan itu mereka jalani sudah beberapa bulan bahkan hampir setahun.
Suatu hari saat mereka datang ke tempat kerja, seperti biasa sarapan pagi dan siap mengambil air di sumur, tiba-tiba Ibu Yati memanggil Bakrun.
" Run....ke sini sebentar," kata ibu Yati.
" Iya bu," sahut Bakrun sambil menghampiri ibu Yati.
" Duduklah Run, ibu mau bicara sebentar," katanya.
Bakrun akhirnya duduk di situ bersama Ibu Yati dan Pak Yadi, sementara Heru dan Lukman bekerja dengan ibu-ibu di situ. Setelah selesai membahas sesuatu, akhirnya Bakrun kembali bersama kedua sahabatnya itu bekerja. Wajah Bakrun tidak seperti biasanya, kali ini sedikit lebih ada kekawatiran. Dia bekerja hanya beberapa jam saja. Seperti biasa saat tengah hari, mereka istirahat dan menikmati makan siang. Dan selesai semuanya, hari itu kebetulan masa gajian, begitu mereka mau pulang, Pak Yudi memanggil ketiga sahabat itu, lalu menyerahkan 3 amplop.
" Ini hasil kalian bekerja, semoga bermanfaat ya, jangan lupa menabung, supaya nanti tidak bingung kalau mau berumahtangga," kata Pak Yadi.
Setelah menerima amplop itu, ketiganya lalu berpamitan, dan pulanglah mereka, sambil mengayuh sepeda, tampak wajah Bakrun begitu lesu.
" Kamu kenapa Run, sakit ya," kata Heru melihat Bakrun tidak seperti biasanya.
" Nggak kok, biasa aja, kenapa emang ?" tanya Bakrun sambil berceloteh.
" Kenapa-kenapa, luh tuh murung dari tadi, ngomong ada apa," ketus Lukman.
" Nanti saja," jawab Bakrun sambil melompat dari sepeda, membuat Lukman hilang kendali dan sepedanya oleng lalu masuk ke cela-cela pohon pisang.
" Hai.....dasar luh," kata Lukman sambil mengepalkan tangan, sementara Heru cekikikan.