Selina, seorang agen narkotika, yang menjadi buronan polisi, akhirnya mati dibunuh kekasihnya sendiri.
Jiwanya bertransmigrasi ke tubuh Sofie, seorang istri CEO yang bertepatan saat itu juga meninggal karena kecelakaan.
Kehidupan kembali yang didapatkan Selina lewat tubuh Sofie, membuat dirinya bertekad untuk balas dendam pada kekasihnya Marco sekaligus mencari tahu penyebab kecelakaan Sofie yang dianggap janggal.
Ditengah dendam yang membara pada Marco, Selina justru jatuh cinta pada Febrian, sang CEO tampan yang merupakan suami Sofie.
Hingga suatu ketika, Febrian menyadari jika jiwa istrinya sofie sudah berganti dengan jiwa wanita lain.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Apa Selina berhasil membalas dendam pada Marco? Bisakah Selina mendapatkan cinta Brian yang curiga dengan perubahan Sofie istrinya setelah dirasuki jiwa Selina?
CUSS.. BACA NOVELNYA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saatnya ber drama
Betty berjalan cepat menemui Selina yang sedang sibuk melakukan hobi barunya yaitu memasak. Semenjak ia berada di rumah itu, ia jadi rajin memasak demi lelaki yang membuatnya terasa hidup kembali dengan semangat hidup yang baru.
"Aduh Nyonya Sofie, lebih baik Anda temani Tuan duduk di teras. Di sana ada Nona Brenda yang berpakaian teramat seksi. Saya takut, wanita genit itu datang untuk menggoda Tuan lagi." Betty datang dengan nafas terengah-engah menghentikan gerakan tangan Selina yang fokus memotong ayam.
Selina menatap Betty sambil mengukir senyuman devil dibibirnya.
"Aku akan segera kesana. Kamu selesaikan potongan ayam ini lalu cuci yang bersih. Biar ku beri pelajaran wanita genit itu." Ucapnya kemudian bergegas mencuci tangannya yang penuh darah dan aroma darah ayam.
Setelah melepas celemek dan menaruhnya asal, ia pun buru-buru menuju teras rumah dimana Febrian tengah duduk bicara dengan Brenda.
"Tuan, jika Anda tidak keberatan, saya ingin mendampingi Anda di acara jamuan ASTECH GROUP esok lusa. Acara malam itu akan di hadiri banyak orang-orang penting dan berpengaruh di kota ini. Saya khawatir, Nyonya Sofie akan kesulitan untuk bersosialisasi disana, mengingat karakternya yang suka mengurung diri di rumah saja."
Ucapan Brenda yang sengaja menyingkirkan dirinya secara halus dari sisi Febrian, terdengar langsung oleh Selina yang baru saja datang mendekati mereka.
"Siapa bilang aku tidak bisa bersosialisasi?" sanggah Selina keras, mengejutkan Brenda yang tengah berdiri disamping Febrian duduk dengan jarak yang cukup dekat.
Febrian yang melihat kehadiran istrinya hanya tersenyum simpul dan tetap bersikap tenang di tempat duduknya tanpa menyuruh Brenda untuk menjauhinya.
Cuma Brenda yang terlihat kaget dan jadi gelisah dengan kehadiran Selina yang tiba-tiba datang mengacaukan rencananya untuk bisa berduaan di acara jamuan itu tanpa ada Selina sebagai penghalangnya.
"Nyonya Sofie, jangan salah paham. Saya melakukan ini demi perusahaan. Sebagai sekretaris perusahaan, saya berkewajiban mendampingi Tuan di setiap acara yang menyangkut kepentingan perusahaan." Brenda bergegas membentengi dirinya untuk menutupi niatnya agar tidak ketahuan oleh pasangan suami istri itu.
"Tentu saja kamu harus bersikap profesional dengan pekerjaanmu Nona Brenda. Tapi kamu juga tidak punya hak untuk membatasi ruang gerakku yang bebas ingin pergi kemana saja dimanapun suamiku berada." Tukas Selina tegas.
"Bukankah begitu suamiku sayang?" kerling Selina tersenyum mengedipkan matanya genit pada Febrian yang mengangguk samar sambil menahan senyum melihat tingkah lakunya.
Dalam hati Brenda menyimpan rasa amarah dan benci yang makin membara terhadap Sofie. Apa yang di perintahkan Harry padanya, tidak berjalan dengan mudah. Terlalu sulit untuk merebut perhatian Febrian dari Sofie yang saat ini berubah lebih agresif dan tangguh. Sofie yang dulu sangat mudah untuk ia atur dan kendalikan.
"Nyonya Sofie, anda terlihat jauh berubah. Bukankah anda dulu tidak menyukai acara-acara yang terlalu ramai dan didatangi banyak orang," selidik Brenda curiga.
Selina tersenyum miring.
"Itu dulu, sekarang tidak. Sejak kecelakaan kemarin, aku tak ingin terpisah dengan suamiku." Sindir Selina melangkah gemulai dan berdiri tepat menantang Brenda dengan tajam.
Lutut Brenda seakan gemetar mendengar ucapan Selina yang jelas sekali ditujukan pada dirinya.
"Ekhm, tentu saja Nyonya. Anda pasti sangat takut kejadian serupa akan terulang lagi." Sahut Brenda coba mengusir rasa ciut dihatinya yang timbul karena tatapan Selina yang seolah mengintimidasi dirinya.
"Iya, aku takut. Aku juga curiga, ada pengkhianat yang berniat ingin membunuh aku dan suamiku." Sindir Sofie lagi.
Tajam, seolah menyerang pertahanan Brenda yang nyaris bobol tak berkutik dengan ucapan Sofie. Wajah Brenda seketika pucat pasi serta mengeluarkan keringat dingin di dahinya.
"Anda tidak perlu cemas Nyonya. Semua orang yang ada di dekat anda sangat menyayangi anda dan Tuan. Tidak mungkin ada yang mau mengkhianati Anda berdua." Nada bicara Brenda mulai terdengar melemah, gugup dan gemetaran.
"Oh ya, kenapa aku meragukan itu ya?" cetus Selina mengerutkan dahinya bimbang.
Brenda terpaku diam. Mulutnya seketika bungkam tak mampu lagi untuk menjawab.
Senyum Selina terukir menunjukan kemenangan tersendiri dihatinya. Dia berhasil membuat Brenda tak mampu berkata apapun lagi.
"Ekhm..." Selina berdehem.
Saatnya Selina memutar kata agar Brenda tidak terlalu mencurigai perubahan dirinya.
"Satu-satunya orang ku percaya hanya kamu Brenda, kita sudah lama saling mengenal. Kamu sangat baik padaku. Kamu selalu setia mendengar semua masalah hidupku. Cuma kamu satu-satunya orang yang dekat denganku sebagai seorang teman. Aku percaya, kamu tak'kan pernah mengkhianati ku."
Tatapan Selina berganti redup dan pura-pura sedih. Ia pun menggenggam jemari Brenda yang terasa dingin dan berkeringat karna merasa takut dan kebingungan dengan perubahan sikap Selina yang mendadak lembut.
"Menurutmu, apakah semua akan baik-baik saja kalau aku tak pergi ke acara jamuan itu?" tanya Selina pura-pura bodoh.
"Serahkan semua padaku seperti biasanya Nyonya. Anda akan baik-baik saja di rumah dalam pengawasan para penjaga yang bisa kita sewa." Sahut Brenda cepat seolah dapat kesempatan yang memang sengaja di beri Selina padanya.
"Baiklah kalau begitu, aku akan di rumah saja menyibukkan diriku. Temani suamiku ke acara itu dan jaga suamiku baik-baik." Selina kembali bersikap cuek dan masa bodoh seolah itu bukan hal yang terlalu penting untuknya.
"Sayang, apa kamu benar-benar tidak mau ikut?" tanya Febrian memandang istrinya penuh selidik.
Dari tadi ia hanya tenang saja menikmati permainan sandiwara yang di lakoni istrinya itu. Namun saat Sofie merubah sikapnya kembali membuat Febrian jadi penasaran. Entah apa tujuan istrinya kali ini terhadap Brenda.
"Iya sayang, jujur aku belum siap untuk bertemu semua rekan bisnismu dan, kamu pasti mengerti aku terlalu bodoh dalam ilmu bisnis. Aku pasti kesulitan berbaur dalam acara jamuan itu." Jawab Selina ikut duduk di samping Febrian menatap suami tampan Sofie itu dengan penuh rasa cinta.
DEG!
Jantung Selina berdebar tak karuan saat tatapannya justru di balas Febrian dengan senyum dan tatapan yang lembut.
"Aku justru senang kamu bisa ikut ke acara itu. Tapi, kalau kamu merasa tak nyaman nantinya, aku tak akan memaksa. Aku akan menyuruh Jimmy dan beberapa penjaga untuk menjaga kamu di rumah." Ujar Febrian menggenggam erat tangan istrinya erat.
Suasana romantis yang terpampang dihadapan matanya, membuat wajah Brenda memerah menahan rasa cemburu. Kemesraan pasangan suami istri itu sedari dulu selalu membuat hatinya terbakar.
"Satu penjaga saja sudah cukup sayang, aku lebih mengkhawatirkan dirimu daripada diriku sendiri." Ujar Selina manja menaruh kepalanya di bahu Febrian seolah sengaja membuat Brenda makin panas.
"Tidak, rumah ini terlalu besar untuk di jaga satu orang penjaga. Aku ingin rumah kita mulai besok di jaga sepuluh atau dua puluh orang penjaga." Sahut Febrian cepat seakan sangat mengkhawatirkan istrinya.
Selina mengangkat kepalanya cepat dan menatap Febrian kaget.
"Satu saja, aku bukan narapidana!" bisik Selina geram.
Febrian menahan geli dalam hati. Dia mengerti apa yang diinginkan Selina. Kebebasan! Wanita itu ingin bebas melakukan sesuatu yang saat ini masih ia cari tahu apa penyebabnya.
"Baiklah, cukup Jimmy yang menjagamu." Putusnya kemudian menarik hidung mungil istrinya gemas.
"Aish..." Selina menyingkirkan tangan Febrian kesal.
Brenda tak tahan lagi melihat kemesraan itu.
"Saya pamit dulu Tuan, Nyonya." Pamitnya mengejutkan Febrian.
"Oh, iya. Pulanglah sebelum malam." Ucap Febrian menyuruh Brenda lekas pulang kerumahnya.
"Iya Tuan, Nyonya. Permisi."
Brenda sedikit membungkuk memberi hormat lalu segera berbalik pergi meninggalkan pasangan suami istri yang di matanya seolah tak pernah bosan untuk berbagi kemesraan.
"Tunggu saja saatnya Sofie, aku akan menghancurkan semua kebahagiaan yang kamu miliki.Termasuk suami mu!" gerutu Brenda menyimpan rasa benci dalam hatinya.
Langkah kakinya berjalan cepat diiringi pandangan Selina yang mengukir senyuman puas di bibirnya.
"Lihat saja Brenda, kamu tak'kan bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan. Karena aku adalah Selina, bukan Sofie!"
.
.
.
BERSAMBUNG