Putri Huang Jiayu putri dari kekaisaran Du Huang yang berjuang untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah membunuh keluarganya dengan keji.
Dia harus melindungi adik laki-lakinya Putra Mahkota Huang Jing agar tetap hidup, kehidupan keras yang dia jalani bersama sang adik ketika dalam pelarian membuatnya menjadi wanita kuat yang tidak bisa dianggap remeh.
Bagaimana kelanjutan perjuangan putri Huang Jiayu untuk membalas dendam, yuk ikuti terus kisah lika-liku kehidupan Putri Huang Jiayu.
🌹Hai.. hai.. mami hadir lagi dengan karya baru.
ini bukan cerita sejarah, ini hanya cerita HALU
SEMOGA SUKA ALURNYA..
JIKA TIDAK SUKA SILAHKAN DI SKIP.
JANGAN MENINGGALKAN KOMENTAR HUJATAN, KARENA AUTHOR HANYA MANUSIA BIASA YANG BANYAK SALAH.
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEORANG BURONAN YANG BERSEMBUNYI
Dalam kesunyian malam,
Bayangan bergerak derap kaki merangkak,
Desa di kepung rahasia tersimpan dalam diam,
Takdir menanti di ujung waktu.
Di balik gunung yang sunyi nan jauh,
Raja memburu sang pangeran lara,
Di desa kecil yang terancam risau,
Rahasia terungkap membawa bahaya.
🍊🍊🍊 —≫∘❀♡❀∘≪—🍊🍊🍊
Malam telah menyelimuti Gunung Daoshan dengan selimut kelam yang dihiasi bintang-bintang gemerlapan. Di dalam gua dekat air terjun, cahaya api unggun menari-nari di dinding batu, memantulkan bayangan tiga orang yang berkumpul menghangatkan diri. Suara jangkrik dan desiran angin malam menyatu dengan gemericik air terjun yang tak jauh dari sana.
Mei Yin duduk bersila, matanya yang sebening embun pagi menatap penuh harap kepada Gong Lu Yan. Wajahnya yang biasanya cerah kini diliputi awan kekhawatiran. Dia merasakan dinginnya malam bukan hanya di kulit, tetapi juga di hatinya.
"Paman Lu Yan," desisnya akhirnya, suaranya bergetar halus seperti daun kering di tiup angin. "Tolong jelaskan apa yang terjadi. Apakah desa kita sedang mengalami masalah besar hingga kita tidak boleh pulang?"
Tangannya meremas erat ujung Hanfunya yang sederhana. "Bagaimana keadaan Kakek Han dan kakakku? Apakah mereka baik-baik saja?" Tanyanya lagi, kekhawatiran yang terpendam sejak tiba di gunung akhirnya meluap.
Jiang yang duduk di sampingnya diam saja, matanya menerawang ke nyala api yang menjilat-jilat kayu bakar. Ada beban berat yang terpancar dari sikapnya, seolah ada rahasia besar yang dipendamnya sendiri.
Gong Lu Yan menghela napas panjang. Wajahnya yang biasanya tegar kini tampak lelah. Bayangan api menari-nari di wajahnya yang berparut, mengukir cerita perjuangan yang panjang.
"Baiklah," katanya dengan suara berat. "Dengar baik-baik, karena yang kuceritakan ini bukan lagi sekadar desas-desus, tetapi kenyataan pahit yang sedang terjadi di desa kita."
🍓🍓🍓 —≫∘❀♡❀∘≪— 🍓🍓🍓
KILAS BALIK
Matahari masih tinggi ketika Dal, seorang petani desa yang kekar, berlari terhuyung-huyung memasuki gerbang Desa Shenzhen. Napasnya tersengal-sengal, dadanya naik turun tak beraturan. Keringat mengucur deras dari pelipisnya, membasahi baju sederhana yang melekat di tubuhnya.
"Dia tidak memperhatikan langkahnya, kakinya tersandung akar pohong yang menjalar di jalan setapak. Tubuhnya yang besar terjatuh ke tanah, debu mengepul di sekitarnya. Tapi semangatnya tidak patah. Dia bangkit lagi, mengabaikan luka di lututnya yang mulai berdarah, dan terus berlari sambil berteriak-teriak."
"Kakek Han! Kakek Han!" Teriaknya dengan suara serak yang memecah kesunyian desa.
Penduduk desa yang mendengar keributan mulai keluar dari rumah-rumah mereka. Wajah-wajah penasaran dan cemas bermunculan dari balik pintu, anak-anak kecil mengintip dari belakang baju ibu mereka.
Kakek Han muncul dari rumahnya yang sederhana, tubuhnya yang sudah tua berdiri tegap di teras. Matanya yang bijak menyipit memandang Dal yang semakin mendekat.
"Ada apa, Dal? Kenapa berteriak-teriak seperti kucing mau melahirkan?" tanya Kakek Han, suaranya tenang namun berwibawa.
Dal berhenti beberapa langkah di depan Kakek Han, tubuhnya membungkuk, tangan menumpu di lutut yang terluka. Napasnya masih tersengal-sengal ketika dia berusaha berbicara.
"Kakek... hosh... hosh... hosh..." Dia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam.
"Ada banyak prajurit menuju ke sini! Tadi saat aku ke desa Hautian, aku melihat Jendral Yao Tong memberi arahan dan membagikan selebaran gambar buronan!"
Kakek Han mengerutkan kening. Wajahnya yang keriput menunjukkan pemikiran yang mendalam. Dia melangkah mendekati Dal, meletakkan tangan di bahunya yang masih naik turun.
"Tenang, nak. Coba ceritakan dengan jelas." ucap Kakek Han dengan tenang.
Dal mengangguk, berusaha menenangkan diri. "Mereka akan menyisir ke seluruh pelosok negeri, Kakek. Aku mendengar mereka akan memeriksa setiap desa, setiap rumah!"
Kakek Han berdiri tegak, matanya memandang sekeliling kepada para penduduk desa yang sudah berkumpul. Wajah-wajah mereka diliputi kecemasan, bisik-bisik ketakutan mulai terdengar.
"Warga Shenzhen!" seru Kakek Han, suaranya tiba-tiba berubah menjadi tegas dan penuh wibawa. "Kita tidak tahu siapa yang mereka cari, tapi kita harus waspada! Ingat, di sini ada harta jarahan yang juga sedang dicari pihak istana."
Dia memandang satu per satu wajah di hadapannya. "Sebaiknya harta kalian yang berharga segera dikubur bersama harta yang lain. Jika salah satu dari kita yang dituduh tersangka, kita harus saling membantu karena kita semua adalah keluarga!"
Serempak mereka menjawab, "Baik, Kakek!" kemudian berhamburan untuk menyembunyikan harta berharga mereka.
Tak lama kemudian, derap kaki kuda dan langkah prajurit terdengar semakin dekat. Suara besi beradu dan teriakan komando memecah kesunyian desa yang biasanya damai.
Jendral Yao Tong memasuki gerbang desa dengan gagah di atas kuda putihnya. Wajahnya angkuh, matanya tajam memandang sekeliling seolah mencari sesuatu yang tersembunyi. Di belakangnya, puluhan prajurit bersenjata lengkap siap menerima perintah.
"Wahai penduduk desa, dengarkan titah!" teriak ajudan Jendral Yao dengan suara menggelegar.
Penduduk desa berkumpul dengan wajah waspada. Beberapa anak kecil bersembunyi di balik orang tua mereka, takut melihat senjata mengkilap yang dibawa para prajurit.
Jendral Yao maju, matanya menyapu kerumunan orang. "Titah baginda Kaisar! Kami diperintahkan menggeledah setiap rumah warga! Ada buronan istana yang kabur dan diduga bersembunyi di daerah terpencil."
Dia berhenti sejenak, matanya tajam seperti elang. "Jika di antara kalian ada yang melihatnya, segera laporkan! Hadiah menanti bagi yang memberikan informasi."
Kakek Han melangkah maju, tubuhnya yang bongkok tiba-tuna tampak tegar. "Kejahatan apa yang telah dilakukan para buronan ini hingga istana kekaisaran mencari hingga ke pelosok negeri seperti ini?"
"Keluarganya telah berkhianat kepada kekaisaran!" jawab Jendral Yao dengan nada tinggi. "Saat keluarganya dihukum mati, kedua anak itu melarikan diri."
Kakek Han maju beberapa langkah, berdiri tegar di hadapan Jendral Yao. "Keluarganya yang bersalah, tapi anak-anak yang tidak bersalah ikut dihukum?" ujarnya, suaranya berisi cibiran halus.
Jendral Yao mengerutkan kening, tak menyukai sikap Kakek Han. "Salah satu dari mereka telah melukai putri kekaisaran belum lama ini!" hardiknya, mencoba mengambil alih kendali situasi. "Cepat geledah tempat ini! Jangan sampai ada celah yang terlewat!"
Para prajurit segera menyebar, memasuki rumah-rumah penduduk dengan kasar. Suara barang-barang berjatuhan dan teriakan perintah memenuhi udara.
Beberapa prajurit memasang gambar wajah dua orang di papan pengumuman desa. Saat gambar itu terpampang jelas, suasana tiba-tiba menjadi hening.
Deg!
Jantung Kakek Han berdebar kencang. Wajahnya pucat saat melihat gambar itu. Gong Lu Yan yang berdiri di sampingnya langsung berbalik dan bergegas pergi ke hutan, berharap bisa menemukan Jiang sebelum para prajurit menangkapnya.
Semua orang terdiam, terpaku pada gambar yang terpampang. Mereka mengenali wajah itu dengan baik.
Tiba-tiba, suara anak kecil memecah kesunyian. "Ibu, itu kan Jiang-gege!"
Ibu anak itu langsung menutup mulut anaknya dengan tangan gemetar, berusaha menariknya pergi. Tapi sudah terlambat.
Seorang prajurit yang berdiri tak jauh dari situ mendengar ucapan polos itu. Dia menghampiri ibu dan anak itu dengan langkah berat, wajahnya garang.
"Kau mengenalnya?" tanya prajurit itu dengan suara menggerus, pedang di pinggangnya berkilat diterpa sinar matahari.
Udara seketika menjadi beku. Semua orang menahan napas, mata mereka tertuju pada ibu dan anak itu, pada prajurit yang semakin mendekat, pada nasib yang sedang bergulir dengan cepat.
.
.
.
🌹Hai.... hai... Sayangnya Mami🤗
Apakah ibu dari anak itu akan mengaku?
Apa yang akan terjadi jika mereka mengaku?
Ikuti terus kisah perjalanan Jiayu dan Jiang, Yaaa
JANGAN LUPA KASIH LIKE & KOMEN,
TERIMA KASIH SAYANGKU🥰🥰