Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Satu bulan setelah penyerbuan laut Jawa, dunia kembali tenang tanpa gangguan dari Seiren. Hampir seluruh faksi melaporkan bahwa perairan sekitar mereka tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan Seiren setelah kekalahan mereka di pertempuran sebelumya.
Pangkalan pulau Tunda kini sudah bisa kembali beroperasi berkat bantuan anggaran dari kekaisaran Sakura dan angkatan laut kerajaan untuk perbaikan sekaligus peningkatan fasilitas di pangkalan. Pulau yang tadinya hanya memiliki fasilitas terbatas, kini dilengkapi dengan lapangan udara dan tiga unit galangan kapal yang mampu memperbaiki kapal tempur.
Kapal perusak Siliwangi, yang pada pertempuran sebelumya hanya bisa bersandar di pelabuhan sambil menonton kawan-kawannya adu gebuk, kini sedang menjalani perbaikan. Sudah dua minggu lamanya ia berada di galangan, dan memaksa para petugas untuk bekerja siang dan malam agar kapal itu dapat berlayar kembali beberapa hari kedepan.
Tirpitz saat itu sedang berada di gedung markas komando armada pulau Tunda, gedung yang baru selesai dibangun sekitar lima hari yang lalu. Gedung ini tidak lebih megah dari markas pusat komando armada di Jakarta, tapi menurutnya cukup mumpuni untuk mendukung setiap operasi armada di perairan bagian barat negaranya.
"Ada kabar baru nih!" ujar Farel saat memasuki ruang kerja Tirpitz, ia segera menyodorkan selembar kertas di atas meja kerja pamannya.
"Jangan bilang kabar mengenai tikus-tikus itu," sahut Tirpitz yang sedang berdiri di depan jendela sambil menghisap rokoknya, "lama-lama aku muak mendengar berita itu, kenapa mereka tidak segera menindak tegas pengerat-pengerat itu?!"
Ia beranjak menuju meja kerjanya lalu duduk di kursinya, tangannya segera menyambar kertas di mejanya itu lalu membaca sekilas berita yang tertulis disana.
"Bukan itu, tapi kabar dari faksi Eagle Union! Mereka akan mengirimkan gadis-gadis baru untuk memperkuat armada kita, katanya mereka sudah bertolak beberapa hari yang lalu dan akan sampai malam ini. Bukankah itu bagus?"
"Tidak sama sekali!" ujar Tirpitz sambil melabrak mejanya, akhir-akhir ini amarahnya selalu membeludak tanpa alasan yang jelas.
"Kok gak bagus? Aneh!"
Tirpitz bangkit lalu menarik telinga keponakannya yang masih berdiri di samping mejanya.
"Dengar ya, lumut teritip! Negara kita tidak bisa menyediakan anggaran tambahan untuk mengurus para gadis, ini semua karna krisis dan pemberontakan di daratan sana."
"Lalu?" tanya Farel sambil menepis kan tangan pamannya dari telinga kanannya.
"Penambahan jumlah kapal sama saja dengan pembengkakan biaya! Menang benar kalau para gadis bisa hidup layaknya manusia biasa, makan seadanya dan bertugas seperti biasanya."
Ia kembali duduk di kursinya yang terbuat dari kayu Mahoni, lalu mengambil sebotol arak dari laci meja kerjanya.
"Yang jelas, gadis baru ini membutuhkan banyak sarana tambahan. Memang kau tidak tega melihat mereka menghabiskan waktu istirahat di atas kapal mereka? Kita butuh asrama baru, penambahan dermaga, dan membangun gudang amunisi serta tangki-tangki minyak tambahan untuk kebutuhan mereka!"
"Dan itu yang membuatmu merasa frustasi akhir-akhir ini?" tanya Farel dengan polosnya, "apa tulisan yang tersisa sudah kau baca?"
Tirpitz segera meraih kertas yang ia campakkan di meja lalu kembali membaca tulisan yang tersisa, keningnya berkerut karna kebingungan menerpa isi pikirannya.
"Semua hal yang bersangkutan ditanggung oleh mereka? Apa maksudnya?"
Senyum licik segera menghiasi wajah pemuda itu, Farel merasa puas melihat pamannya dilanda kebingungan.
"Artinya kita tak perlu repot-repot memikirkan amunisi, bahan bakar, dan lain-lain. Kita hanya perlu membangun asrama baru, menambahkan jumlah dermaga, dan merekonstruksi pangkalan ini sehingga dapat menampung mereka. Dan biayanya akan ditanggung oleh presiden Roosevelt sendiri!"
Sejenak Tirpitz hanya bisa terdiam, mulutnya menganga seolah tak percaya dengan ungkapan keponakannya itu, sebelum akhirnya ia segera sadar dan memperbaiki posisi duduknya.
"Ah baiklah, setidaknya meringankan beban anggaran kita."
"Oh iya, masih ada satu hal lagi!"
"Katakan saja! Aku mau dengar semuanya."
Farel segera merogoh kantong dalam jaket pelautnya lalu mengeluarkan sebuah amplop dengan tiga logo bergambar swastika, bunga sakura, dan bendera tricolor dengan perisai Savoy ditengahnya.
"Nih, dari aliansi Crimson Axis. Beritanya tak kalah menarik!"
Setelah amplop itu diletakkan di hadapan Tirpitz, Farel segera keluar sambil menutup pintu ruang kerja, tanpa sedikitpun kata ia ucapkan.
...****************...
Hari itu galangan kapal sedang ramai oleh para pekerja dan gadis kapal yang sedang memperbaiki kapal Siliwangi, para gadis dengan giatnya membantu pengelasan dan pengecatan kapal perusak yang hampir selesai itu.
Siliwangi yang sedang berada di anjungan bersama ke-empat adiknya justru asyik membersihkan ruang anjungan itu, mereka silih berganti membawa ember-ember berisi air lalu mengepel lantai anjungan.
"Syukurlah, akhirnya kita punya galangan kapal sendiri, meskipun hanya bisa untuk perbaikan dan pemeriksaan kondisi kapal." ujar Brawidjaja sambil mengelap kaca depan bagian dalam anjungan.
"Setidaknya tiga galangan ini bisa memperbaiki enam kapal perusak dan penjelajah dalam waktu bersamaan, meskipun kapasitas nya tidak mencukupi untuk perbaikan kapal tempur dan kapal induk." sahut Sandjaja yang terlihat sedang duduk di belakang roda kemudi, kaus putih yang ia kenakan basah kuyup karna keringat setelah mengepel lantai.
"Oy Sandjaja-chan! Jika kau terus duduk bermalas-malasan, maka jatah makan siang mu akan lenyap!" ancam Siliwangi yang baru datang dengan dua ember air.
"Onee-san bisanya cuma mengancam! Hump!" balas Sandjaja sambil membuang muka, tangannya disilangkan di depan dadanya.
Siliwangi hanya menghela nafas lalu kembali pergi membawa ember-ember kosong.
"Sepertinya onee-san sangat bersemangat hari ini," bisik Diponegoro yang segera bergabung dengan Sandjaja di belakang roda kemudi.
"Siapa yang tidak bersemangat ketika kapalnya berhasil diperbaiki?" balas Sandjaja tanpa menurunkan nada bicaranya, "tapi syukurlah dia sudah tidak murung seperti sebelumnya."
Tiba-tiba seseorang memanggil namanya dari arah luar anjungan, yang ternyata berasal dari kapal Mahakam Ulu di samping kapal kakaknya itu.
"Apa kalian masih punya permen karet?" tanya Mahakam Ulu dari jembatan di samping anjungan nya.
"Tidak! Tidak ada permen karet disini!" jawab Sandjaja sambil menyembunyikan permen karetnya yang masih tersisa di belakang punggungnya, "hanya ada ember berisi air bersih dan kain lap!"
"Kalau itu juga kami punya!" sahut gadis dari dalam anjungan Mahakam Ulu.
Setelah itu Sandjaja kembali ke dalam anjungan sambil cekikikan mendengar gerutuan gadis barusan.
"Rasain! Siapa suruh pelit sama orang." bisiknya puas.