Shafa dan Juna. Dua manusia yang menamai hubungan mereka sebatas kata "teman".
Namun jauh di lubuk hati terdalam mereka, ada rasa lain yang tumbuh seiring berjalannya waktu dan segala macam ujian kehidupan.
cerita pertama aku..semoga kalian suka yah. see yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Arsyila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 35
saat ini waktu sudah menunjukan pukul empat sore yang artinya beberapa jam lagi acara Juna akan di selenggarakan. Beberapa kali ponsel Juna bergetar, Nadia yang khawatir karena Juna belum bersiap di hotel dan tidak diketahui keberadaannya. Juna hanya berpesan kepada ibunya kalau dia akan menjemput teman temannya.
"mau kemana lagi sekarang?" tanya David setelah mereka selesai berfoto foto di taman bunga dekat kampus Juna.
"udah sore, gak sebaiknya ke hotel aja Jun?" ujar Maya melirik sekilas jam tangannya.
"gue terserah kalian, kalau masih mau main, ayo aja!" ujar Juna dengan entengnya. Dia masih ingin menghabiskan waktu bersama temannya terutama Shafa dan jika bisa dia ingin menghindari pertunangan itu.
David mengangkat sebelah alisnya mendengar penuturan Juna
"jangan bilang Lo mau kabur dari acara itu?"
Shafa dan Maya sontak menoleh ke arah Juna mendengar ucapan David.
"Jun...." gumam Shafa
"hhhhhhh......" Juna menghela nafas berat
"kita ngerti perasaan Lo...cuma gak bisa bro kalau kayak gitu!! Lo gak mau ortu Lo menanggung malu sama tamu tamu nya kan?"
"Lo gak ngerti" ujar Juna
"yes...gue gak sepenuhnya ngerti sama kondisi Lo saat ini. Tapi jangan lupa, dulu gue sama ortu pernah ngerasain malu yang luar biasa karena kelakuan Abang gue. Bokap gue sampai kena serangan jantung karena itu. Gak enak bro rasanya.." ujar David sedikit menahan emosi karena teringat masa kelam keluarganya terdahulu akibat kelakuan abangnya.
Dulu, ketika diadakan acara pelantikan abang David yang akan di angkat menjadi manager di kantornya, polisi datang menggerebek kantornya. Polisi menggeledah meja kerja yang sebelumnya di tempati Abang David ketika masih menjabat menjadi asisten manager dan terdapat berbagai macam narkoba.
saat itulah, ayah David terkena serangan jantung dan acara pelantikan itu gagal dengan beberapa rumor beredar dan membuat keluarga david ikut menanggung malu karena kelakuan abangnya tersebut.
"so....walaupun berat, gue saranin jangan ngelakuin hal yang bakal merugikan keluarga Lo. Kalaupun Lo mau cabut, jangan sekarang. Tunggu sampai Lo punya power, jangan sekarang ketika Lo cuma di anggap bocah ingusan dan pendapat Lo hanya di anggap angin lalu" sambung David sembari tangannya menepuk pelan bahu Juna yang terlihat merosot lelah.
Maya ikut menepuk bahu Juna, guna menguatkan.
David mengkode Shafa dengan dagunya yang tertuju pada juna untuk ikut menguatkan.
Shafa mendekat dan memeluk lembut tubuh Juna.
"aku percaya sama kamu" ucap Shafa
"makasih" gumam Juna sembari membalas pelukan Shafa dan mengendus wangi tubuh Shafa yang akan sangat dia rindukan.
"thanks Dav" Juna menoleh ke arah David dan dibalas anggukan kepala.
Tiba di hotel, mereka segera menuju kamar Juna yang sudah di booking oleh orang tuanya. di tengah lorong menuju kamarnya, terlihat ibu Juna yang menggenggam ponsel dengan gestur gelisah.
"Bu...." sapa Juna sedikit lantang. Ibu Juna yang mendengar itu, menoleh dan menunjukan senyum lega.
"kamu dari mana aja? Dari tadi ibu sama Nadia telponin kamu. Kenapa gak dijawab?" tanya ibunya bertubi tubi.
"maaf..." gumam Juna merasa tidak enak karena sudah membuat ibunya khawatir.
"Tante..." sapa David
Ibu Juna menoleh ke belakang tubuh juna, dari tadi ia hanya fokus ke anaknya sampai sampai teman temannya tidak terlihat.
"kalian ini, mau culik Juna ya?" omel ibu Juna sedikit memukul pelan pundak David
"hahaha...ya gak lah Tan. Ini buktinya anak Tante kita anterin dengan selamat"
"shafa...ini?" sapa ibu Juna yang memeluk singkat Shafa dan beralih pada Maya
"oh..ini Maya. Teman Juna juga waktu sekolah." jawab Maya
"yaudah ayo masuk. bentar lagi acaranya mulai lho...cepet cepet" ibu Juna menggiring mereka masuk ke dalam kamar hotel.
"oh iya..aku punya sesuatu buat kamu" ucap Juna setelah selesai bersiap dan memakai setelan jas berwarna biru tua kontras dengan sapu tangan merah di kantung depan jasnya. Jangan lupakan kacamata yang selalu terbingkai di matanya, membuatnya tampak lebih dewasa.
Sesaat Shafa terkesima dengan penampilan Juna, matanya berbinar kagum dengan pahatan indah di depan matanya.
"kamu ganteng banget" reflek Shafa mengutarakan isi pikirannya
Juna tersenyum gemas mendengar ucapan Shafa. Ingin rasanya dia peluk dan kantongi Shafa saat ini juga.
Juna membawa tangan Shafa untuk memegang sebuah tas kertas yang di dalamnya berisi gaun yang sengaja Juna beli untuk Shafa.
"apa ni?" Shafa mencoba melihat ke dalam tas kertas tersebut
"aku inget kamu waktu liat itu. Pasti cantik kalau kamu yang pakai." ucap Juna yang selanjutnya pergi ke ruangan lain karena panggilan dari ibunya
"apa tuh?" Maya melirik tas yang ada di pangkuan Shafa
Shafa mengeluarkan isi dalam tas tersebut, yang ternyata sebuah gaun pendek selutut berwarna Lilac muda dengan sentuhan pita kecil di tengahnya dan bahu yang terekspos.
"sweet banget si juna...tahu aja lagi model gaun yang cocok sama Lo" ucap Maya menatap gaun yang ada di pangkuan Shafa.
Shafa menatap lekat gaun pemberian Juna, senyum tipis menguar bersamaan dengan perasaan hangat yang sedikit menutupi perasaan gelisah yang datang sejak kedatangannya ke hotel ini.
"cakep gak?" tanya Shafa memamerkan gaun pemberian Juna yang sekarang ia kenakan.
"lucuuuu...jadi tambah imut. rambutnya gue bantu cepolin ya, supaya bahunya keliatan tambah cantik" Maya bergegas menghampiri Shafa dan suka rela mendandani Shafa.
"yang udah siap belum?" tanya David di luar pintu
"masuk aja.." balas Maya yang masih sibuk dengan eksperimennya pada rambut Shafa
David masuk dan terdiam beberapa saat melihat Shafa yang sedang di rias oleh kekasihnya.
"tadaaa....gimana, suka gak?" Maya berujar di belakang Shafa dengan posisi cermin menghadap mereka.
"bagus. gue suka" jawab Shafa masih melihat bayangan dirinya di cermin tersebut
"gimana yang? Imut ya teman kamu kalau di makeupin gini" Maya bertanya pada David, masih dari pantulan cermin
"perasaan tadi gue tengok, bukan gaun ini kan yang Lo bawa? Punya kamu yang?" David bertanya sembari duduk di dekat keduanya
"hadiah dari Juna barusan" ucap Maya
"masih sempet sempetnya tu bocah ngasih gaun buat acara tunangannya. Hubungan yang sangat RUMIT" David menggeleng dramatis dengan menekankan kata terakhir dari ucapannya barusan
"ah elo,,,baru juga gue agak terhibur dikit sama ni dandanan, malah lo jatuhin lagi perasaan gue!!" shafa sedikit merengek dengan bibir yang ia cebikkan
"hahahaha sorry...kelepasan" David cekikikan melihat tampang Shafa yang merengut
"tapi lumayan kok...gak kebanting banget sama tunangannya si Juna" sambung David yang kembali menggoda Shafa, di iringi tawa mengejek.
Shafa dan Maya menatap datar David dari arah cermin di depannya.
Acara sudah di mulai, tidak banyak tamu yang datang. Hanya rekan bisnis dan keluarga dekat dua keluarga saja.
"aku gugup banget. Nanti jangan lepasin tangan aku yah, takut salah injek nih akunya" ujar Nadia ketika ia dan Juna bersiap ke atas podium untuk melakukan ritual pertukaran cincin.
Juna mengangguk sekilas. berkali kali dia mencoba menatap satu persatu tamu yang sudah hadir di aula itu, namun dia belum menemukan sosok Shafa, begitu pula Maya. Hanya terlihat David yang sekarang ikut mengobrol dengan rekan bisnis ayah Juna. Entah karena mereka sudah kenal atau sekedar basa basi sekilas dari David agar bisa mempromosikan bisnis ayahnya pada pengusaha yang hadir disana.
"teman kamu belum datang?" Nadia ikut mencari keberadaan Shafa
"gak tau" gumam Juna
"tapi yang itu udah ada..siapa namanya? David ya?? Biasanya suka barengan kan?"
Juna hanya menaikan bahu sekilas.
Tak lama mereka di panggil oleh pembawa acara untuk naik ke atas podium. acara utama akan di mulai. Nadia memasang senyum bahagia dengan tangan yang tak lepas dari lengan Juna.
Juna mencoba bersikap tenang, walaupun dalam hatinya terdapat gemuruh emosi yang tidak bisa dia salurkan. Dia tidak ingin melakukan ini.
Dengan nafas yang ia atur setenang mungkin, Juna mencoba menatap ke depan, pada para tamu yang tersenyum bahagia melihat mereka.
Namun tatapannya berhenti di satu titik, dimana terdapat Shafa yang terlihat tangannya di genggam erat oleh Maya. Mata mereka bertemu tatap. Juna terpesona oleh penampilan Shafa yang menurutnya sangat cantik, namun tak lama tatapannya berubah sendu. Harusnya Shafa yang memeluk erat lengan Juna sekarang. Seharusnya Shafa yang memakai cincin ini. Bukan Nadia ataupun wanita lain.
Pikiran itu membuatnya tidak memperhatikan jalannya acara yang sedang berlangsung.
"Jun...Juna. Hei" ujar Nadia menyadarkan Juna dari lamunannya. Juna menoleh ke arah Nadia yang menaikkan alisnya, dan memperlihatkan jari manisnya yang harus dipasangi cincin oleh Juna.
Dengan perlahan dan emosi yang tercampur aduk di dadanya, terlihat dari rahangnya yang mengeras, Juna mengambil cincin bertahta berlian di depannya dan memasangkannya di jari manis Nadia. Kemudian hal yang sama dilakukan oleh Nadia, memasangkan cincin satunya lagi ke jari manis Juna.
Tepuk tangan meriah terdengar menggema di aula hotel itu. Para tamu menyambut bahagia pasangan muda tersebut dan mengirimkan doa terbaik bagi keduanya.
Juna merasa sesak mendengar semua sambutan bahagia dari mereka yang hadir, namun dia hanya bisa menampilkan wajah tenang dan senyum tipis untuk menghargai semua yang ada disana.
Sama halnya dengan Shafa, ia menggenggam erat tangan Maya. Mencoba menguatkan tumpuan kakinya di lengan maya.
melihat langsung Juna yang memasangkan cincin di jari wanita lain, membuat dadanya perlahan merasa sesak. Shafa mencoba menahan air mata yang seakan berlomba keluar dari pelupuk matanya.
"May,, kayaknya gue gak kuat" sekuat tenaga Shafa berucap agar matanya tidak berkedip, karena jika satu kedipan saja ia lakukan, maka air itu akan mengalir deras di pelupuk matanya.
"Lo mau keluar? biar gue temenin" Maya berucap pelan
Shafa menggeleng, kemudian mengangguk karena rasanya ia tidak bisa menahan lebih lama lagi.
Dan benar saja ketika anggukan ia berikan, air mata itu terjatuh. Ia mencoba menahannya dengan nafas yang ia hembuskan perlahan, namun yang terjadi adalah isakan kecil yang keluar dengan air mata yang terus mengalir tanpa bisa ia cegah.
Maya mendekap tubuh Shafa dan membawanya keluar menuju lorong dan berakhir di sisi lobi hotel yang terdapat beberapa pohon rindang yang sengaja pihak hotel tanam.
Maya memeluk erat tubuh Shafa, mencoba memberikan ketenangan dengan usapan lembut di punggungnya.
"gue gak nyangka bakal sesakit ini May..gue kira,,gue,, gue bakal kuat ngelihat Juna disana. Tapi,,,tapi nyatanya,,dada gue sesek" ucap Shafa terbata bata dengan air mata yang terus mengalir.
"sssttt...sssttt" Maya masih menepuk pelan punggung Shafa yang bergetar karena tangisannya
"disini,,disini rasanya ada yang nyangkut gede banget. Sakit..." Shafa menepuk pelan dadanya menunjukan betapa sakitnya hati dia.
"artinya Lo sesayang itu sama Juna" ujar Maya melepas pelukannya dan menghapus air mata Shafa dengan pelan.
"hati Lo gak bisa bohong, kalau Lo sayang sama Juna lebih dari sahabat." lanjut Maya menatap lekat Shafa dengan tangisannya yang perlahan mereda.
"iyakah?" tanya Shafa yang sesekali sesenggukan
"he em.." yakin Maya
"Kalau Lo masih nganggap Juna cuma sahabat atau ngejalanin hubungan kalian karena hanya keinginan Juna, Lo gak bakal sesakit ini ngelihat dia sama cewek lain. Lo dan Juna sama sama kesakitan, itu artinya Lo berdua udah terikat kuat dengan perasaan yang sama. Sama sama memiliki dan takut kehilangan satu sama lain"
"sekarang keputusan ada di tangan Lo..masih mau menikmati rasa sakit ini, kayak sekarang atau mungkin lebih parah. karena suka atau nggak, Lo bakal terus terusan ngerasa sakit. walaupun gue yakin Juna akan melakukan apapun buat bikin Lo bahagia, tapi disisi lain, ada tunangannya yang akan terus menghantui hubungan kalian."
"atau..." Maya kembali mengusap pelan air mata Shafa dengan tissue dan menatap lekat shafa
"Lo menyerah dari sekarang. sebelum Lo merasa hancur karena perasaan ini" sambung Maya mencoba menegaskan kembali hubungan Juna dan Shafa yang kemungkinan besar tidak akan berhasil.
"may...." Shafa kembali merengek. Ia bingung dengan semua yang terjadi di hidupnya sekarang.
Kalau benar ia sayang pada Juna, bisakah ia hidup tanpa Juna dan merelakan dia bersama wanita lain. Dan jika dia mempertahankan hubungannya, akankah itu berhasil dan sanggupkah ia merasa kesakitan di tiap waktunya bersama Juna yang akan terus berdampingan dengan Nadia?
"sekarang tenangin diri Lo dulu. Apapun keputusannya, gue akan tetap dukung Lo."
Shafa kembali memeluk Maya, mencoba mencari kekuatan dari sahabatnya itu.
Beberapa menit berlalu, kini Shafa telah benar benar menghentikan tangisnya. Walaupun mata bengkak nya sungguh tidak tertolong, namun Maya mencoba mengakalinya dengan merias kembali matanya.
"gimana? Mau ke dalam lagi atau nunggu di mobil?" tawar Maya
"mata gue gimana?"
"gak terlalu mencolok sih, tapi masih keliatan bengkak dikit."
"ke dalam lagi aja deh. Gak enak sama ibu nya si Juna kalau tiba tiba ngilang"
"udah kuat?"
"hm..semoga. Lagian laper juga, mumpung di dalam banyak makanan enak, gratis lagi. Hihihi" Shafa mencoba menunjukan sikap seperti biasanya, agar Maya tidak terlalu khawatir lagi.
"Yee...urusan perut aja nomor satu. gak malu sama mata bengkak Lo hah?" Maya menoyor poni Shafa
"nangis juga butuh tenaga may...hehehe"
Maya akhirnya membawa Shafa kembali ke dalam. namun sebelum masuk kembali, Shafa menghembuskan nafas secara teratur di depan pintu masuk tersebut.
"siap?"
"hm" angguk Shafa.
sesampainya di dalam, mereka melihat Juna dan Nadia dengan lengan yang belum terlepas dari Juna sedang bercengkrama dengan David.
David yang pertama kali melihat kedatangan keduanya, mencoba memanggil mereka untuk duduk bersama dengannya serta Juna dan Nadia.
"kalian abis darimana?" tanya Nadia ketika Maya dan Shafa duduk di meja mereka
"itu,, ponsel gue ketinggalan di mobil. Jadi kita ngambil dulu ke parkiran." ucap Maya berbohong.
Namun Juna tidak mempercayainya, terlihat dia terus menatap Shafa dan menemukan mata Shafa sedikit membengkak walaupun sudah tersamarkan oleh makeup.
"btw selamat ya..." lanjut Maya
"makasih...seneng banget kalian bisa hadir. Terutama kamu Shafa, aku kira kamu gak bakal datang. soalnya setau aku, kamu kerja kan ya? thanks banget udah bela belain kesini buat ikut mendoakan hubungan aku sama Juna." ujar Nadia dengan senyum teramat sumringah.
"Juna teman baik gue, udah seharusnya gue ada di moment berharganya kan?" ucap Shafa mencoba tenang di tengah gempuran hatinya yang tidak sinkron dengan ucapannya barusan.
"makan dulu gih" David menyuruh keduanya untuk makan. alasan agar Shafa tidak terlalu menunjukan sikap pura puranya.
Nadia memperhatikan Shafa ketika dia beranjak dari tempat duduknya bersama Maya. gaun itu...mirip seperti gaun yang kemarin ia pakai. hanya terdapat sedikit perbedaan pada warna dan aksen pita. Pandangannya turun menuju pergelangan Shafa yang terdapat gelang titanium berhiaskan bentuk bintang. Sejenak ia melirik ke arah lengan Juna yang juga memakai gelang yang sama hanya berbeda pada hiasannya saja.
Sejenak ia mencoba menenangkan diri akan kemungkinan terburuk dari pikirannya tentang Juna dan Shafa.
"aku ke toilet dulu" ujar Juna membuyarkan lamunannya, namun belum sempat menjawab, Juna sudah berlalu dari sisinya.
Dan ketika sedang memperhatikan kepergian Juna, ibunya datang menghampiri. mengatakan kalau ia harus menyapa kolega tamu dari ayahnya yang baru saja tiba.
"udah pergi si Juna sama tunangannya?" Maya berucap ketika duduk dan menyimpan piring berisikan makanan di mejanya.
"dia main event nya, banyak tamu yang mau disapa sama mereka" David membalas dengan ikut meyuap makanan yang ada di piring Maya
"si Shafa mana?"
"toilet dulu katanya. Yang atas udah keluar banyak, sekarang giliran yang bawah pengen dikeluarin" Maya menjawab dengan sedikit kekehan
Shafa menyelesaikan urusannya dengan cepat di toilet karena sudah merasa sangat lapar. Sebab tangisannya benar benar menguras tenaganya.
Ketika keluar dari toilet, ia dikejutkan dengan kehadiran Juna yang sedang menyandarkan tubuh nya di dinding dekat pintu.
"Juna..lagi apa?" tanya Shafa sedikit menengok kiri kanan guna memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua
Juna menatap dalam mata Shafa dengan wajah kusut dan tatapan sendu yang sarat akan penyesalan.
"kamu gak apa apa?" tanya nya dengan suara pelan dan lembut
"aku baik"
Juna menghembuskan nafas nya yang berat
"maaf ya..." kata itu yang terucap diantara semua kalimat yang bergelung di otaknya sekarang
"sebelum pulang bisa ketemu dulu?" lanjut Juna
"hm? Gimana ya...aku kan numpang sama David Maya, takut kemalaman. Acara kamu masih lama kan?" balas Shafa yang sebenarnya tidak ingin menolak ajakan Juna, namun apa daya, dia tidak ingin merepotkan David dan Maya jika harus menungguinya untuk bertemu dulu dengan Juna.
Juna menganggukan kepalanya sekilas dengan kepala tertunduk lemah.
"aku pengen banget meluk kamu sekarang" ucapnya kemudian
Shafa tersenyum menanggapi ucapan Juna. Ia tahu Juna sangat merasa bersalah, namun ia tidak mau berbuat nekat di acara penting ini.
"nanti. Kalau ketemu lagi"
"janji?"
"janji"
"sepuasnya?"
"hm? Boleh" jawab Shafa yang tidak yakin bisa berlama lama berpelukan, mengingat mereka akan kembali berpisah dan kembali menjalani hubungan jarak jauh.
"hubungi aku kalau mau pulang" pinta Juna sekali lagi
"oke"
satu lagi bertarung dengan masa lalu tuh berat karena hampir semua masa lalu pemenang nya