"Karena sudah terlanjur. Bagaimana jika menambah bumbu di atas omong kosong itu?"
Asha menatap Abiyan, mencoba mengulik maksud dari lawan bicaranya. Kedua mata Asha bertemu dengan milik Abiyan, ada sirat semangat yang tergambar di sana.
"Menikahlah denganku, Ash!"
Asha seorang wanita yang hidup sebatang kara menginginkan pernikahan yang bahagia demi mewujudkan mimpinya membangun keluarganya sendiri. Namun, tiga hari sebelum pernikahannya Asha diberi pilihan untuk mengganti mempelai prianya.
Abiyan dengan sukarela menawarkan diri untuk menggantikan posisi Zaky. Akankah Asha menerima ide gila itu? Ataukah ia tetap memilih Zaky dan melajutkan pernikahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Asha tertawa terbahak-bahak. Wajah Rhea yang merah padam benar-benar membuatnya terhibur. Jika dulu marahnya Rhea membuat Asha takut dan panik, kini baginya itu sangat seru dan menyenangkan. Asha lagi-lagi tergelak.
"Apa yang membuatmu begitu senang?" Abiyan mengambil posisi, duduk di tepi ranjang seperti yang Asha lakukan.
"Andai kamu tadi melihatnya, Ian. Aku rasa kamu pun akan menertawakannya."
"Apa yang terjadi?" Abiyan mulai tertarik.
"Hm, entah bagaimana awalnya tadinya aku pikir Rhea hanya akan mempermasalahkan soal aku yang bekerja di perusahaan. Tapi, ternyata Rhea juga membahas tentang apartemen yang ku jual. Hm, ya jadinya aku terpaksa merekayasa cerita. Dan... ," kalimat Asha terputus ketika Abiyan tiba-tiba menyela.
"Dijual? Tunggu! Kapan kamu menjual apartemen itu?"
"Beberapa waktu lalu, tapi pihak jasa pindahan membantuku mengambil barang di hari pernikahan kita. Aku juga meminta mereka mengeluarkan semua barang milik Rhea di hari yang sama." Asha tampak bersemangat.
"Aku tertinggal satu berita penting. Sedikit disayangkan karena partnerku ternyata lebih memilih bekerja sendiri." Abiyan mengerucutkan bibirnya.
Asha terkikik. "Jangan marah, aku hanya lupa tidak memberitahumu lebih awal."
Tangan Abiyan saling bertaut di atas pangkuan. "Lalu dimana kamu menyimpan barangmu?"
"Aku menyimpannya di loker umum."
"Mengapa tidak membawanya ke penthouse?"
Asha menggaruk pelipisnya. "Itu karena aku belum bicara denganmu. Bukankah tidak sopan jika aku tiba-tiba membawanya ke penthouse?"
"Ya Tuhan. Kamu istriku dan semua milikku itu milikmu juga, jadi kamu bebas menyimpannya di sana."
Asha tertegun seolah jawaban Abiyan adalah sesuatu yang sangat mustahil. Asha baru tahu jika ada istilah seperti itu jika terikat sebuah hubungan. Yang membuat Asha semakin bertanya-tanya adalah sebab hubungan keduanya bukanlah hubungan yang didasari perasaan cinta yang menggebu melainkan hanya hubungan yang saling mengikat di atas dalih balas dendam.
Asha sendiri sebelumnya tidak pernah bisa menginvasi privasi Zaky meski keduanya memiliki hubungan. Tapi dengan Abiyan mengapa menjadi semudah ini untuk masuk ke ranah pribadi pria itu. Haruskah ia juga melakukan hal yang sama?
"Hei, mengapa melamun? Besok aku antar mengambil barangmu."
Obrolan keduanya terpaksa berhenti ketika seorang asisten rumah tangga mengetuk pintu kamar dan meminta keduanya turun untuk makan malam.
Asha keluar dari kamar dibelakangnya Abiyan sedang menutup pintu. Di saat yang sama Zaky juga baru keluar kamarnya, ketika Zaky sampai di depan Asha pria itu berhenti. Pandangannya terkunci pada Asha yang juga menatapnya. Dari tatapannya seolah Zaky akan mengatakan sesuatu namun entah mengapa urung dan memilih melanjutkan langkah.
Abiyan menggandeng tangan Asha membawanya turun mengikuti Zaky yang berjalan lebih dulu. Di meja makan Roy dan Katerine sudah duduk di kursi mereka.
Abiyan menarik kursi mempersilakan Asha duduk baru setelahnya ia duduk di samping Asha.
"Bagaimana hari pertama bekerja, Asha? Apa ada yang membuatmu kesulitan?"
"Menyenangkan Ayah. Hanya saja... ." Asha melirik pada Zaky yang menatapnya sejak tadi. "Tersebar rumor jika ada karyawan baru yang masuk lewat jalur belakang. Beberapa orang sempat mengaitkan hal itu denganku."
"Tidak usah di pedulikan! Aku memang merekomendasikanmu, akan tetapi kita semua tahu kamu bisa bergabung dengan perusahaan karena kamu berhasil lolos tes. Jadi bisa dibilang kamu berhasil atas usahamu sendiri."
"Lagipula hanya satu orang staf HR yang tahu soal statusmu di kantor dan dia bukan orang yang akan bermulut besar." Roy mencoba menenangkan Asha.
"Jika sampai ada rumor bukankah sudah jelas ada yang menyebarkannya?" Abiyan menyahut.
"Dan aku rasa bisa jadi orang itu adalah orang yang benar-benar tahu hubungan Asha dengan pemilik perusahaan," lanjut Abiyan sambil melirik pada Zaky.
"Jangan menatapku begitu! Aku tahu jika Asha mulai bekerja hari ini pun baru tadi siang saat rapat. Aku saja terkejut melihatnya di kantor."
Abiyan mengerutkan alisnya. "Bukankah kemarin malam kamu ada bersama kami saat ayah menanyakan perihal kapan Asha akan mulai bekerja?"
"Ya, dan siapa yang tahu jika Asha akan bekerja di perusahaan kita. Aku pikir dia akan bekerja di tempat lain." Zaky kembali membela diri dengan nada bicara yang sedikit naik.
"Hm, jika memang bukan kamu ya sudah. Tidak perlu marah," ucap Abiyan dengan wajah tengilnya. "Dan aku harap dalang atas rumor itu segera kamu urus! Jika tidak kamu akan tahu akibatnya," imbuhnya dengan nada mengancam.
Katerine menyela pembicaraan kedua putranya yang terdengar semakin memanas. "Mengapa kalian seperti itu? Jangan ribut di meja makan!"
"Tidak Ibu. Aku hanya ingin Asha bekerja dengan tenang di kantor. Wajar bukan jika aku khawatir?" Lagi-lagi Ian menunjukkan ekspresi tengilnya.
"Tanpa kamu perintah pun aku akan mengurus hal itu. Yang ingin Asha nyaman bekerja bukan hanya kamu saja, Abi." Zaky memicingkan matanya.
Katerine menatap kedua putranya secara bergantian. Keduanya kembali saling menatap tajam dan Katerine dapat menjamin jika ini bukan main-main. Ia menghela napas.
"Sudah sudah! Selesaikan urusan kantor besok! Kita harus makan." Roy menengahi, dan tentu saja tidak lagi ada yang berkomentar jika Roy sudah berbicara.
Katerine mengambilkan makanan untuk suaminya sambil sesekali melirik pada kedua putranya yang masih saling menatap sengit.
"Asha, kamu bisa mengambilkan makanan untuk suamimu!" titah Katerine, ia berharap dapat memutus tatapan yang saling terhubung itu.
Dan benar saja, usahanya tidak sia-sia. Begitu Asha bergerak mengambil piring, Abiyan beralih fokus. Pria itu meraih piring dari tangan Asha. Menyiapkan nasi juga lauk di atasnya lalu di berikan pada Asha.
"Lain kali jangan memerintah Asha, Ibu! Aku yang akan melakukannya. Sebagai suami aku yang harus memanjakannya." Abiyan menunjukkan deretan gigi putihnya pada Katerine.
Roy tersedak mendengar itu. Abiyan lalu menyodorkan air mineral pada ayahnya. "Pelan-pelan, Ayah! Tidak akan ada yang merebut makananmu." Abiyan tersenyum lebar.
"Dasar anak nakal. Kamu pikir karena apa aku tersedak?"
Abiyan hanya mengedikkan bahu dan menunjukkan wajah polosnya.
"Kamu berkata seperti itu terdengar seperti menyindirku. Dasar bocah."
"Aku bukan bocah, Ayah. Lagipula aku tidak menyindirmu. Tapi, jika Ayah merasa tersindir ya ... tidak masalah, itu lebih baik. Jadi Ayah akan memperlakukan ibu dengan lebih baik. Iya kan, Ibu?" Abiyan menatap Katerine.
Asha menahan senyum. Sedangkan Katerine hanya geleng kepala dan tertawa lebar. Zaky lebih memilih mengamati momen itu tanpa berkomentar.
Begitu makan malam berakhir semua orang memilih kembali ke kamar masing-masing. Asha bahkan menjadi orang pertama yang meminta izin kembali. Zaky berniat kembali begitu kedua orang tuanya meninggalkan meja makan. Abiyan mencekal lengan Zaky.
"Aku serius dengan peringatanku. Kamu harus memastikan istriku nyaman jika ingin hidupmu juga nyaman."