NovelToon NovelToon
Heera. Siapakah Aku?

Heera. Siapakah Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Putri asli/palsu
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Fauziah

Heera Zanita. Besar disebuah panti asuhan di mana dia tidak tahu siapa orang tuanya. Nama hanya satu-satunya identitas yang dia miliki saat ini. Dengan riwayat sekolah sekedarnya, Heera bekerja disebuah perusahaan jasa bersih-bersih rumah.
Disaat teman-teman senasibnya bahagia karena di adopsi oleh keluarga. Heera sama sekali tidak menginginkannya, dia hanya ingin fokus pada hidupnya.
Mencari orang tua kandungnya. Heera tidak meminta keluarga yang utuh. Dia hanya ingin tahu alasannya dibuang dan tidak diinginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Fauziah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35

[ Satu minggu lagi, bertahan ya sayang.]

Pesan dari Pak Arga aku dapatkan saat keluar dari kos Indah. Aku tersenyum, mungkin satu minggu ke depan aku akan merepotkan Indah. Meski begitu, aku tidak akan tinggal cuma-cuma. Aku akan memberikan kompensasi nantinya.

Saat ini, aku bukannya ingin lari dari masalah yang sedang terjadi. Aku hanya ingin sendiri dan menenangkan hati ini. Jika sudah tenang, aku pasti akan memiliki cara sendiri untuk menyelesaikannya. Lagi pula, aku bukanlah wanita sempurna dan hati yang begitu lapang. Aku wanita biasa yang sejak dulu selalu dianggap remeh dan hina.

"Hei. Ngelamun di sini, ayo."

"Iya."

Taksi yang di pesan Indah sudah datang. Hari ini aku meminjam baju Indah. Aku akan ke apartemen nanti siang untuk mengambil beberapa baju ganti dan barang pribadi lainnya. Aku akan memberikan waktu pada Mada untuk menyelesaikan urusan hatinya. Apa dia benar mencintaiku atau dia masih tertahan di masa lalu.

Sepuluh menit lebih sampai akhirnya di Home Clean. Aku dan Indah turun, kami masih tertawa bersama sampai aku melihat sosok yang begitu familiar. Mada, entah apa yang dia lakukan di sini.

"Indah. Kamu bisa masuk dulu."

"Aku tahu, tetap tenang."

"Terima kasih."

Mada terus menatap padaku. Aku mendekat dan melihat dirinya yang masih sama seperti biasanya. Bedanya, ada gurat lelah di matanya. Entah apa yang semalam terjadi padanya.

"Pulang."

"Untuk apa? Untuk melihat Leona menginjak harga diriku?"

"Bukan seperti itu, Heera."

"Cukup Mada. Selesaikan saja urusan hatimu dulu. Tanyakan dalam dirimu, aku siapa dan Leona siapa. Jika kau masih tidak bisa memilih, aku siap tanda tangan cerai denganmu."

"Heera!"

"Apa? Kau memang pria yang sangat berjasa padaku. Aku akui itu, namun bukan berarti kau bisa terus mengikatku tanpa sebuah perasaan yang jelas."

Mada diam. Dia tidak mengatakan apapun dan hanya menatapku saja. Sampai aku mendengar sebuah teriakkan yang tidak jauh dari kami. Aku menoleh dan tersenyum.

"Kak Mada. Kita hampir terlambat," kata Leona.

"Aku tidak menyangka jika dia masih saja berada di sisimu."

"Heera," kata Mada sembari memegang tanganku.

"Mada, aku hanya ingin kau merenungi ini. Aku tidak peduli kau siapa, yang aku tahu kau adalah Mada suamiku. Hanya satu hal yang aku ingin tahu saat ini. Apa benar aku ada di hatimu, atau kau masih terbelenggu masa lalumu."

"Heera. Aku tidak tahu."

"Aku ingin tenang untuk saat ini. Permisi." Berat memang, tapi aku memilih untuk menjauh lebih dulu.

Marah, cemburu, kecewa, dan sakit hati bercampur menjadi satu. Hanya saja aku kembali mencoba menyadarkan diriku. Sejak awal, hubungan ini tidak di bangun dengan cinta. Memang benar Mada pernah mengucapkan kalimat cinta, namun bukan berarti dia benar mencintaiku.

*.*.*.*

"Nona. Anda pulang."

"Iya. Hanya mengambil beberapa barang."

"Nona. Nona tahu tidak, semalaman Tuan Mada menunggu Nona kembali."

Aku menghentikan langkahku dan melihat pada Eni yang ternyata berada di belakangku.

"Saya tidak bohong Nona. Tuan memang menunggu anda."

"Tidak perlu memikirkannya. Saya hanya sebentar di sini."

"Tapi Nona...."

"Tolong, Mbak. Saya butuh waktu," kataku.

Aku tahu Eni kecewa saat aku mengatakan hal ini. Namun aku juga tidak bisa memberikan sebuah harapan yang tidak pasti. Mungkin Eni berada di pihakku, tapi Mada tetap memihak pada Leona. Aku bisa apa.

Menjauh secara perlahan membantuku agar tetap tegar. Rasa sakit yang terus diratapi hanya akan menghancurkan diriku. Aku ingin sembuh dari rasa sakit itu tanpa menyakiti diriku dan orang lain. Aku ingin tetap terlihat bahagia meski dalam batin hancur lebur.

Sebuah tas cukup besar kini sudah penuh dengan barang-barangku. Sebelum benar-benar pergi aku melihat kembali isi kamar itu. Di mana aku pernah berbagi kasih dan merasa dicintai oleh Mada.

Setelah meletakkan kartu ATM yang pernah Mada berikan aku keluar. Aku tidak ingin membawa apapun yang Mada berikan. Aku ingin melihat responnya nanti seperti apa. Bahkan kalung yang pernah dia berikan, aku letakan bersama kartu ATM itu.

"Nona Heera. Apa anda benar-benar akan pergi?"

"Bi, aku hanya butuh waktu. Mada juga, jika memang takdir kami bersatu. Tentunya kami akan bersama."

"Jangan hanya karena Nona Leona anda pergi," kata Eni kembali.

"Ini bukan tentang Leona. Ini tentang aku dan Mada."

Melihat jam. Mungkin sebentar lagi Mada akan pulang. Jadi dengan buru-buru aku membawa tas itu. Aku bahkan tidak menggunakan lift yang biasanya. Aku menggunakan lift yang biasa digunakan oleh karyawan gedung ini. Setidaknya, aku tidak ingin bertemu Mada saat ini.

Baru juga aku akan keluar dari gedung. Mobil Mada berhenti di sana. Aku memilih diam di balik tembok sembari melihat apa yang terjadi.

Leona langsung memeluk lengan Mada begitu turun dari mobil. Padahal aku tidak pernah melakukannya. Mungkin aku yang terlalu kaku dalam rumah tangga ini atau memang belum terbiasa.

"Kak Mada. Aku lapar, kita makan di luar saja."

"Makan saja dulu. Aku dan Aron masih ada urusan." Mada melepaskan tangan Leona darinya. Aku tersenyum di balik tembok ini.

"Di apartemen hanya dengan pembantu membuat aku tidak nyaman Kak. Temani ya Kak."

"Jangan manja. Masuk, aku harus pergi kembali."

"Kak Mada." Nada manja itu kembali terdengar.

"Hari ini jadwalmu pindah. Persiapkan dirimu," kata Mada.

Ternyata Leona benar-benar akan dipindahkan dari apartemen Mada.

"Kak. Aku ingin tinggal denganmu, sendirian itu tidak enak. Apa lagi hanya karena kata-kata Heera."

"Dia istriku. Cepat masuk dan persiapkan semua barangmu."

Dengan wajah merah karena amarah akhirnya Leona masuk. Aku tidak menyangka Mada akan mengatakan aku istrinya di depan Leona. Meski begitu, aku tetap memilih diam di tempat sampai Mada dan Aron pergi. Aku akan melihat bagaimana Mada memintaku kembali padanya.

Mobil Mada perlahan menjauh. Aku yang merasa aman langsung keluar. Tidak aku sangka jika saat ini Leona tengah berada di depanku. Dia melipat tangannya di dada dan menatapku.

"Kau senang Mada mengusirku?"

"Tentu. Ulat bulu sepertimu akhirnya keluar juga dari rumah bersih itu."

"Jangan anggap karena ini aku menyerah. Aku pindah hanya beberapa langkah. Aku akan tetap membuatnya berada di sisiku."

"Jika kau bisa."

"Heera. Ayo!"

Aku mengangguk pada Indah. Dengan tas besar itu aku akhirnya masuk ke dalam taksi. Sesaat aku menoleh pada Leona, aku tersenyum semanis mungkin. Aku tidak mau Leona tahu jika aku dan Mada tengah dalam huru hara. Aku ingin Leona hanya melihat kasih sayang dan kemesraanku dengan Mada. Meski kemarin dia mendengar aku dan Mada berselisih.

"Apa dia ulat bulu itu?"

Aku mengangguk.

"Tenang saja. Jika cinta, tidak akan terpisah."

Sekali lagi aku berterima kasih pada Indah. Dengan adanya Indah di sisiku, aku tidak merasa sendiri. Kini aku lebih berani meluapkan isi hatiku. Bahkan di depan Indah aku tidak ragu untuk menangis.

1
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
ehhh blm ada yg ketemu novel ini kah aku izin baca ya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!