Xeena Restitalya, hidupnya selalu tidak menyenangkan setelah ibunya meningal. Ayahnya tak pernah peduli dengannya setelah memiliki istri dan juga anak lelaki.
Xeena harus berjuang sendiri untuk hidupnya. Diusianya yang sudah 25 tahun, dia bersyukur masih diberi kesempatan bekerja di tengah sulitnya mencari pekerjaan.
Tapi siapa sangka, bos di tempat kerjanya yang baru itu begitu terobsesi kepadanya.
"Tetaplah di sisiku, kemanapun kau pergi, aku tetap akan bisa menemukanmu, Xeena."
Jeremy Suryoprojo atau Jeremy Wang, dia merupakan bos Xeena.
Pria yang selalu acuh terhadap orang lain itu tiba-tiba tertarik kepada Xeena.
Xeena yang hanya ingin hidup dengan tenang kini malah berurusan dengan bos obsesif sekaligus ketua Geng Wang.
Lalu bagaimana kehidupan Xeena setelah bertemu dengan Jeremy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawanan Cinta 35
"Apa, apa maksud Bapak mengatakan itu? Mengapa sekarang Xeena bukan jadi urusan kalian? Bukankah Xeena adalah anak Bapak?"
Deny sangat terkejut dengan apa yang dia dengar baru saja. Bagaimana bisa Sangaji, ayah dari Xeena bicara demikian.
Meski Deny tahu bahwa hubungan Xeena dan Sangaji tidak baik, tapi bukannya sangat keterlaluan berkata demikian. Seolah-olah Sangaji sudah memutuskan hubungan darah dengan putrinya.
"Apa yang kamu pikirkan itu benar adanya. Xeena, anak itu sudah tidak bisa diatur lagi. Jadi aku sungguh melepaskan dia. Aku memberinya pilihan untuk pergi. Jadi sekarang, apapun yang terjadi pada dia, bukanlah urusanku. Sekarang pulang lah,"ucap Sangaji panjang lebar.
Cih!
Aldo berdecih kesal. Sangaji, pria itu sungguh pandai sekali bersilat lidah. Playing victim terhadap anak kandungnya sendiri. Dia yang buruk tapi seolah membuat Xeena yang lebih buruk.
Sangaji melepaskan Xeena bukan karena Xeena tidak bisa diatur. Semua itu karena uang yang ditawarkan oleh Jeremy.
"Dasar wong tuo edan (dasar orang tua gila). Kalau kayak gini pun, aku menjadi ingin pergi dari rumah juga,"ucap Aldo sambil melenggang pergi. Dia merasa sangat sesak berada di rumah itu.
Apa yang diucapkan oleh Aldo tentu tidak didengar oleh siapapun karena memang dirinya berkata sangat pelan. Tapi rasa kesal kepada Sangaji sungguh sangat besar sekali.
Bagaimana ada orang yang tidak tahu malu seperti itu. Aldo bahkan sangat malu mengakui bahwa Sangaji dan Wita adalah orangtuanya.
"Jadi maksud Bapak, pernikahan saya dan Xeena tidak akan pernah terjadi begitu?" tanya Deny. Dia masih sangat syok dan mencerna apa yang dikatakan oleh Sangaji.
"Ya, bisa dikatakan begitu. Tapi jika kamu memang mau menikah dengannya, ya sana kejar sendiri saja. Tapi aku sudah ndak mau ikut campur," jawab Sangaji yakin.
Sreet
Tap tap tap
Sangaji pergi begitu saja, di ruang tamu itu hanya tertinggal Deny dan Wita. Deny menatap ke arah Wita, mencoba meminta dukungan. Tapi Wita pun hanya menggelengkan kepala.
Deny sudah tahu akan jawaban itu.
Haaah
Dia membuang nafasnya kasar sambil melenggang pergi. Bahkan dirinya pun tak lagi berpamitan kepda Wita.
"Kenapa,kenapa jadi seperti ini. Kenapa seolah aku memang tidak diizinkan untuk menikah dengan Xeena?"keluh Deny.
Pria itu menyalakan mobilnya dan kembali ke rumahnya. Kemarin beberapa hari dia tinggal di apartemen yang disewanya untuk menghindari Lenia--selingkuhan Deny masih berpacaran dengan Xeena.
Tapi kali ini dia memilih untuk pulang. Deny merasa malas harus naik ke lantai sekian. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya yang sangat lelah itu.
Sebenarnya bukan tubuhnya, melainkan pikirannya yang begitu lelah.
Ckiiit
Cekleek
Blak!
"Mas, akhirnya kamu muncul juga. Aku kangen sama kamu."
Suara wanita yang sangat dikenalnya itu membuat Deny terkejut. Dia baru saja sampai rumahnya dan memarkirkan mobilnya. Tapi ketika dirinya hendak masuk ke rumah, Lenia ternyata sudah menunggunya di depan pintu.
"Kamu ngapain sih di sini? Minggir, aku capek!" ucap Deny ketus. Dia sungguh enggan meladeni wanita ini.
"Tapi, aku kangen sama kamu, Mas. Aku setiap hari kesini, tapi kamu ndak pernah datang. Ehmmm, ijinkan aku masuk ya. Aku janji ndak bakalan ganggu kamu."
Huft
Deny membuang nafasnya kasar. Dia enggan ribut sekarang ini. Jadi pada akhirnya dia memilih membiarkan Lenia untuk masuk.
"Awas kalau brisik, aku mau tidur," tukas Deny ketus.
Blaak
Deny masuk ke kamar dan menutup pintu kamar dengan sangat keras. Lenia sama sekali tidak terkejut. Dia juga tidak tersinggung. Baginya itu buka masalah. Lenia malah tersenyum penuh arti. Bisa masuk ke dalam rumah ini, merupakan satu langkah lebih maju.
Deny yang sepanen karena syok akibat ucapan Sangaji, berbeda dengan Xeena yang saat ini syok mendapati dirinya tidur di sebelah Jeremy.
Jeremy Suryoprojo, bos nya di kantor itu sekarang tengah terlelap di sebelahnya.
"Ya Tuhan, di-dimana ini. Bukan kamarku, bukan kamar Melky, dan juga bukan kamar rumah sakit. Terus, Pak Jeremy. Kenapa Pak Jeremy ada di sebelahku?"
Xeena benar-benar bingung. Dia ingin segera turun dari ranjang. Tapi karena mungkin kepalanya masih pusing, tubuh Xeena terhuyung dan hampir jatuh.
Greb!
"Xeen, kamu udah bangun? Hati-hati. Jangan langsung berdiri. Duduk dulu, kamu bisa jatuh kalau langsung berdiri setelah bangun tidur."
Degh degh degh
Jantung Xeena bak sebuah gendang yang sedang ditabuh. Bagaimana tidak, saat ini tubuhnya dan Jeremy menempel. Ia bisa merasakan dada bidang milik Jeremy yang menempel pada punggungnya. Xeena juga bisa merasakan tangan kokoh nan berortot milik Jeremy yang melingkar di perutnya.
"Te-terimakasih Pak, saya tidak apa-apa,"sahut Xeena.
Dia sudah cukup syok karena melihat Jeremy saat membuka mata. Ini ditambah lagi dengan skinship yang terjadi diantara mereka.
"Ayo aku bantu, kamu masih sakit, Xeen. Jadi hati-hati,"ucap Jeremy lembut.
Jujur, Xeena tidak menolak karena memang tubuhnya masih sangat lemas.
Jeremy memapah Xeena menuju ke ruang makan. Ia mengambilkan air dan menyuruh Xena untuk minum.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Sudah jauh lebih baik, Pak. Dan saya sungguh mengucapkan terima kasih kepada Bapak karena telah membantu saya. Saya, saya berjanji akan mengembalikan uang itu. Seperti terkesan tidak mungkin. Tapi, tapi saya akan berusaha untuk mengangsurnya."
Xeena mengatakan itu dengan sangat sungguh-sungguh. Dia menundukkan kepalanya dengan dalam.
Sebenarnya dia sangat mali bicara demikian. 1 Milyar, bagaimana bisa di menebus uang sebanyak itu. Kerjaannya pun hanya seorang OG. Rasanya seumur hidup pun dia mungkin tidak akan bisa mengembalikan hingga sepertiganya.
"Jangan khawatir. Kan aku udah bilang. Kamu cukup bayar dengan keberadaan mu di sisi ku. Dah, itu wes cukup, Xeen. Nah sementara ini kamu tinggal di sini. Ini apartemen pribadiku. Kamu juga istirahat dulu sampai bener-bener sembuh. Habis itu, kamu bisa kembali kerja."
"Ba-baik, Pak. Terimakasih banyak. Tapi, maksud Bapak dengan berada di sisi Bapak untuk membayar uang itu, saya tidak mengerti."
Bukannya menjawab, Jeremy hanya tersenyum. Dia tidak berkata apapun dan benar-benar hanya tersenyum.
"Kok aku ngerasa kayak masuk perangkap ya. Semoga cuman perasaanku aja."
TBC