DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap yang Mengejutkan
"Maaf ...."
Suara Aaron terdengar sangat pelan di telinga Zaya, sampai-sampai Zaya harus menajamkan pendengarannya untuk memastikan ia tidak salah dengar.
"Aku minta maaf, tidak seharusnya aku marah dan memperlakukanmu seperti kemarin," ulangnya lagi, dan kali ini terdengar lebih jelas daripada sebelumnya.
Zaya sedikit menautkan kedua alisnya. Apa sekarang dia sedang bermimpi? Aaron yang kemarin melecehkannya tanpa ampun dan melontarkan kata-kata penghinaan padanya, sekarang sedang memandangnya sendu dan meminta maaf padanya. Apa ini hanya halusinasi?
"Apa kau mau memaafkanku?" suara Aaron terdengar lagi, membuyarkan lamunan Zaya.
Zaya tersadar. Kini dia yakin jika dirinya tidak sedang berkhayal. Aaron memang sedang meminta maaf padanya, tapi Zaya benar-benar sedang tidak ingin membicarakan hal itu saat ini. Dilepaskannya tangan Aaron yang tengah memegang lengannya.
"Segaralah mandi. Kamu masih harus sarapan setelah ini, nanti kamu bisa terlambat," ujarnya sembari membuka knop pintu. Ia ingin segera ke lantai bawah untuk menemui Albern.
Rasanya masih belum bisa Zaya memaafkan Aaron. Semua tindakan Aaron kemarin masih menyisakan rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, belum lagi kata-kata penghinaan Aaron yang masih terngiang di telinganya.
Aaron sendiri pun tampaknya menyadari jika Zaya tengah menghindarinya. Diraihnya kembali tangan Zaya yang sempat lepas dari genggamannya.
"Tunggu aku. Kita turun ke bawah bersama-sama," pintanya.
Zaya kembali bingung dibuatnya. Sejak kapan Aaron ingin berjalan berdampingan dengannya. Bukankah selama ini mereka turun ke lantai bawah bersama juga karena Zaya yang berusaha selalu mengimbangi langkah Aaron, dan tak jarang pula dirinya bahkan sampai tergopoh-gopoh karena Aaron yang tak mau sedikit pun untuk menunggunya.
Zaya sedikit menghela nafasnya.
"Baiklah ...," ujarnya kemudian. Meski masih bertanya-tanya dengan perubahan sikap Aaron, akhirnya Zaya memilih untuk menurutinya.
Aaron menipiskan bibirnya, hampir menyerupai sebuah senyuman, hal yang sangat jarang Zaya lihat saat Aaron berbicara dengannya.
Kemudian setelah Aaron masuk ke dalam kamar mandi, Zaya mendudukkan dirinya di pinggiran tempat tidur. Pandangannya sedikit menerawang dengan banyak pertanyaan yang berputar di pikirannya.
Tak lama kemudian, Aaron keluar dengan tubuh yang lebih segar. Tampak dia hanya mengenakan handuk sebatas pinggang, memperlihatkan dada dan perutnya yang liat dan berotot.
Aaron mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil, lalu dengan santainya dia mengenakan pakaiannya di hadapan Zaya, tak menghiraukan Zaya yang melengos dengan wajah memerah.
Zaya mengembuskan nafasnya kasar. Entah obat apa yang sudah Aaron konsumsi sebelumnya hingga tingkahnya sangat aneh seperti ini. Biasanya Aaron akan membawa pakaian gantinya ke kamar mandi dan keluar saat telah berpakaian lengkap, seakan tak ingin memberi kesempatan untuk Zaya melihat bagian tubuhnya. Tapi sekarang, kenapa tiba-tiba dia seperti sengaja ingin Zaya melihat tubuhnya itu?
"Bisa tolong bantu aku pasangkan dasinya?" pertanyaan Aaron lagi-lagi membuat Zaya agak terperangah.
Aaron minta dipasangkan dasi?
Bukankah setiap pagi Aaron selalu menolak saat Zaya berniat membantunya memasangkan dasi? Lalu kenapa sekarang dia minta dipasangkan dasi? Dia benar-benar salah mengkonsumsi obat, kah?
Kepala Zaya mulai pusing dengan keanehan Aaron pagi ini. Tapi dia memilih untuk tidak berdebat dan menuruti keinginan Aaron.
Jarak mereka begitu dekat, mungkin hanya sekitar lima sentimeter. Zaya ingin cepat-cepat menyelesaikan simpul dasi Aaron dan segera keluar dari kamarnya itu. Tapi otaknya sepertinya sedang tidak sinkron dengan anggota tubuhnya yang lain. Jari-jarinya terasa hilang daya dan sangat lamban menyelesaikan tugasnya. Belum lagi aroma maskulin dari parfum Aaron yang lama-kelamaan membuatnya hampir saja terbuai dan tak bisa menahan diri untuk menghambur ke dalam pelukan lelaki itu.
Astaga. Lama-lama aku bisa gila.
Zaya segera mengumpulkan segenap kewarasannya dan buru-buru menyelesaikan simpul dasi Aaron.
"Sudah selesai," ujar Zaya akhirnya sambil mundur dan menjauh. Lalu cepat-cepat ia membuka pintu kamar dan segera keluar.
Terlalu lama dekat dengan Aaron sungguh tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Lagipula ia juga tidak ingin hatinya melemah dan memaafkan Aaron begitu saja. Meski Zaya mencintai Aaron, Zaya tidak terima jika Aaron menyamakan dirinya dengan wanita pengoda. Ia juga tidak ingin harga dirinya diinjak-injak begitu saja oleh orang yang dicintainya. Tidak. Zaya tidak ingin terkesan 'gampangan'. Aaron harus tahu jika kesalahannya itu sangat fatal dan tidak bisa dimaafkan begitu saja.
"Kenapa pergi lebih dulu. Bukankah aku bilang tadi kita turun bersama-sama?" Tiba-tiba saja Aaron sudah ada disamping Zaya dan mengenggam jemari Zaya erat. Ia melangkah dengan santainya tanpa mempedulikan mata Zaya yang tengah membeliak ke arahnya, seakan sedang meminta penjelasan atas tindakannya itu.
Zaya berusaha melepaskan tautan tangan Aaron, tapi yang ada tangan itu malah semakin erat menggenggam jemarinya, hingga akhirnya Zaya hanya bisa pasrah. Mereka pun turun kelantai bawah dengan tangan yang terlihat saling bergandengan.
Semua pelayan yang melihat agak sedikit terkejut dengan pemandangan ini. Tak terkecuali Bu Asma. Tapi di sisi lain, Bu Asma juga tampak lega karena beranggapan tuan dan nyonyanya itu sekarang sudah baik-baik saja.
Aaron dan Zaya kemudian duduk di kursi meja makan dan mulai menyantap sarapan.
"Selamat pagi, Jagoan." Aaron menyapa Albern yang tengah disuapi bubur susu oleh pengasuhnya. Bayi montok itu tertawa.
"Pa pa pa ...," celotehnya sambil tertawa riang.
Aaron tersenyum lebar dan menoleh ke arah Zaya.
"Lihat, dia sudah bisa memanggilku Papa," ujarnya senang.
Zaya yang melihatnya pun mau tak mau ikut tersenyum, meski dengan canggung dan agak dipaksakan. Sepertinya dia tidak bisa meneruskan marahnya lagi, pasalnya putranya sendiri kali ini terlihat sedang membantu sang papa.
"Apa Al juga bisa panggil Mama?" tanya Zaya akhirnya pada bayi yang masih terus berceloteh itu.
"Pa pa pa pa ...." Albern kembali mengeluarkan suara. Dan kali ini dengan suara yang lebih keras.
Aaron tertawa. Diciumnya pipi gempal Albern dengan gemas, lalu diusapnya kepala putranya itu dengan penuh sayang.
"Anak pintar," ujarnya bangga. Sepertinya dia sangat senang dan puas karena Albern tampak sedang memihak kepadanya.
Zaya yang melihat tampak sedikit membuang mukanya. Ia lalu melanjutkan sarapannya dan berusaha untuk bersikap biasa. Tapi sebenarnya hatinya sedikit dongkol melihat Aaron yang seperti tengah menertawakannya. Ia merasa Aaron kembali mengejeknya dan mengingatkannya kembali pada kejadian kemarin.
Zaya menghela nafas. Sepertinya kejadian kemarin masih sangat mempengaruhinya dan membuat moodnya buruk pagi ini. Biasanya ia sangat berharap Aaron bisa bersikap hangat seperti saat ini. Tapi sekarang Zaya sungguh ingin Aaron menyelesaikan sarapannya dengan cepat dan segera pergi ke kantor.
Zaya sedang tidak ingin melihat lelaki di hadapannya ini, setidaknya sampai malam nanti. Zaya butuh ruang untuk menenangkan hatinya. Ia butuh waktu sendirian.
"Aku sudah selesai." Suara Aaron membuyarkan lamunan Zaya. Dilihatnya Aaron sudah selesai membersihkan mulutnya dengan tisu. Aaron lalu beranjak dari duduknya, yang memaksa Zaya untuk bangkit dari duduknya juga.
"Papa pergi kekantor dulu, Jagoan. Jangan nakal," ujar Aaron sambil mencium pipi Albern kembali. Lalu dia melangkah keluar rumah menuju mobil yang sudah sedari tadi siap untuk mengantarnya. Tampak juga Asisten Dean menunggu di samping mobil itu.
Dengan enggan, Zaya mengikuti Aaron dari belakang, melakukan kebiasaan paginya selama menjadi istri Aaron, yang kali ini ia lakukan tidak dengan sepenuh hati. Jika biasanya ia mengantarkan Aaron dengan penuh semangat, saat ini jelas terlihat jika dirinya sedang sangat terpaksa.
Zaya menghentikan langkahnya saat Aaron telah sampai di dekat mobil. Asisten Dean kemudian membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Aaron untuk masuk. Tapi kemudian tanpa Zaya sangka Aaron malah berbalik dan kembali mendekat ke arahnya. Aaron berhenti tepat dihadapannya, menyisakan jarak yang sangat sedikit di antara mereka.
Tanpa sadar Zaya mendongakkan kepalanya, memandang ke arah Aaron dengan heran dan penuh tanda tanya.
"Kejadian kemarin ... aku sangat menyesal telah melakukannya padamu. Aku harap kau bisa melupakannya dan tidak mengingat-ingatnya lagi. Maafkan aku, Zaya. Aku tahu aku sudah sangat menyakitimu. Aku sendiri tidak mengerti kenapa bisa melakukan hal bodoh itu padamu. Jadi, aku mohon, maafkan aku ...." Aaron berujar dengan pelan. Suaranya terdengar sangat lembut dan tulus di telinga Zaya. Tak pernah sebelumnya Zaya mendengar suara Aaron yang selembut itu.
Apa dia benar-benar menyesal?
Zaya tak menjawab dan hanya menatap Aaron dalam, mencoba mencari kesungguhan dari kata-kata Aaron lewat matanya, dan Zaya memang melihat penyesalan itu. Tapi tetap saja ia tidak tahu harus berkata apa.
Di tengah-tengah kebisuan itu, tiba-tiba saja Aaron semakin mendekat dan menghapus jarak di antara mereka.
Cup.
Sebuah kecupan hangat mendarat di dahi Zaya dengan lembut, membuat mata Zaya membulat sempurna.
"Baik-baiklah di rumah. Aku akan usahakan pulang cepat," ujar Aaron sambil kembali berbalik ke arah mobil.
Aaron pun masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Asisten Dean. Kemudian mobil itu melaju meninggalkan Zaya yang masih terperangah sambil meraba keningnya yang tadi mendapatkan kecupan tak terduga dari Aaron.
Zaya bertanya-tanya dalam hatinya, sebenarnya apa yang Aaron coba lakukan padanya? Apa semua ini karena dia menyesali perbuatannya kemarin? Atau saat ini dia sedang memainkan permainan tarik ulur? Berusaha menarik hati Zaya lagi setelah sebelumnya membuat Zaya ingin menjauh.
Zaya jadi sedikit khawatir. Entah apa lagi yang akan terjadi pada dirinya setelah ini. Hanya Tuhan dan Aaron saja yang tahu.
Bersambung ....
jangan sedikit-sedikit marah, menangis 😭 dan Mengabaikan suami.
bisa-bisanya mamanya dikasi. zombie
baru merasa kehilangan ya Aaron
waktu zaya kau menghina dan menyeretnya seperti sampah di rumah mu menyakiti nya di tempat tidur dia tetap memaafkan dan bertahan padamu.
dia tidak meminta hartamu Aaron hanya kasih sayang perhatian atau lebih tepatnya CINTA.
tapi setelah berpisah baru kau merasa kehilangan
masih waras kah Aaron?
karena zaya patut di perjuangkan
seganti g apapun laki-laki kalau tak bisa menghargai ya percuma